Fimela.com, Jakarta Makanan Kaleng sering dianggap kurang bergizi daripada makanan segar atau beku. Beberapa orang mengakui, makanan kaleng mengandung bahan-bahan berbahaya dan harus dihindari. Sementara sebagian orang lainnya mengatakan makanan kaleng bisa menjadi bagian dari diet sehat.
Apa itu Makanan Kaleng?
Pengalengan adalah metode pengawetan makanan untuk waktu yang lama dengan mengemasnya dalam wadah kedap udara. Canning pertama kali dikembangkan pada akhir abad ke-18 sebagai cara untuk menyediakan sumber makanan yang stabil. Proses pengalengan dapat sedikit berbeda berdasarkan produk, tetapi ada tiga langkah utama, ini termasuk:
- Pengolahan: Makanan dikupas, diiris, dicincang, potong dadu dan dimasak.
- Sealing: Proses pengemasan makanan olahan dan kemudian disegel di dalam kaleng.
- Pemanasan: Makanan yang sudah disegel di dalam kaleng selanjutnya dipanaskan untuk membunuh bakteri berbahaya dan mencegah pembusukan.
Ini memungkinkan makanan aman dikonsumsi selama 1 tahun lebih. Makanan kaleng yang paling umum adalah buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, sup, daging, dan makanan laut lainnya.
Pengaruh Nutrisi Makanan Kaleng
Makanan kaleng sering dianggap kurang begizi daripada makanan segar atau beku, tetapi penelitian menunjukkan bahwa ini tidak selalu benar. Faktanya, pengalengan menyimpan sebagian besar nutrisi makanan. Protein, karbohidrat dan lemak tidak terpengaruh oleh proses tersebut. Sebagaian besar mineral dan vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K juga dipertahankan. Dengan demikia, penelitian menunjukkan bahwa makanan tinggi nutrisi tertentu mempertahankan kadar nutrisinya setelah di kaleng.
Namun, karena pengalengan biasanya melibatkan panas yang tinggi, vitamin yang larut dalam air seperti vitamin C dan B dapat rusak. Vitamin-vitamin ini sensitif terhadap panas dan udara pada umumnya, sehingga mereka juga dapat hilang selama pemrosesan, pemasakan dan metode penyimpanan yang biasa digunakan di rumah. Namun, sementara contoh tomat dan jagung melepaskan lebih banyak antioksidan ketika dipanaskan, membuat varietas kalengan dari makanan ini menjadi sumber antioksidan yang baik. Selain perubahan tingkat gizi individu, makanan kaleng adalah sumber vitamin dan mineral penting.
Dalam satu penelitian, orang yang makan 6 item kaleng atau lebih per minggu memiliki 17 nutrisi penting yang lebih tinggi, dibandingkan dengan mereka yang makan 2 atau lebih sedikit item kaleng per minggu.
Makanan Kaleng Harganya Lebih Terjangkau, Murah, dan Aman
Makanan kaleng adalah cara yang mudah dan praktis untuk menambahkan lebih banyak makanan padat gizi ke dalam menu diet. Ketersediaan makanan yang aman dan berkualitas kurang beberapa Negara di dunia. Dan pengalengan membantu memastikan orang memiliki akses ke berbagai macam makanan sepanjang tahun. Bahkan, hampir semua makanan dapat ditemukan dalam kaleng saat ini. Selain itu, karena makanan kaleng dapat disimpan dengan aman selema beberapa tahun dan sering kali membutuhkan waktu persiapan, maka makan tersebut sangat nyaman
Makanan Kaleng Mengandung Jumlah Jejak BPA
BPA (Bisphenol-A) adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam kemasan makanan termasuk kaleng. Studi menunjukkan bahwa BPA dalam makanan kaleng dapat berpindah dari palisan kaleng ke dalam makanan yang ada di dalamnya. Satu studi menganalisis 78 makanan kaleng dan menemukan BPA di lebih dari 90% dari makanan kaleng. Selain itu, penelitian telah menjelaskan bahwa mengonsumsi makanan kaleng adalah penyebab utama paparan BPA . Salah sau studi juga mengungkapkan seseorang yang mengonsumsi 1 porsi sup kalengan, setiap hari selama 5 hari mengalami peningkatan lebih dari 1000% dalam tingkat BPA dalam urin mereka.
Meskipun beragam bukti, beberapa penelitian pada manusia telah menghubungkan BPA dengan masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan disfungsi seksual pada pria. Jika ingin mencoba meminimalkan paparan BPA, konsumsi banyak makanan kaleng bukanlah ide baik.
Kemungkinan Mengandung Bakteri
Meski pun sangat jarang, makanan kaleng yang tidak diproses dengan benar dapat mengandung bakteri berbahaya yang disebut sebagai Clostridium botulinum. Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan botulisme, penyakit serius yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian jika tidak ditangani. Sebagian besar kasus botulisme berasal dari makanan yang belum dikalengkan dengan benar di rumah. Botulisme dari makanan kaleng yang dijual di pasaran mungkin jarang terjadi. Sangat penting untuk tidak pernah makan dari kaleng yang menggembung, penyok, retak, atau bahkan bocor.
Beberapa Mengandung Tambahan Gula, Garam, atau Pengawet
Garam, gula dan pengawet terkadang ditambahkan selama proses pengalengan. Beberapa makanan kaleng bisa mengandung banyak garam. Walau pun ini tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi kebanyakan orang, itu mungkin bermasalah untuk beberapa orang seperti mereka yang miliki tekanan darah tinggi. Makanan tersebut mungkin juga mengandung gula tambahan, yang dapat memiliki efek berbahaya. Kelebihan gula telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit termasuk diabetes tipe 2. Bebagai pengawet alami atau kimia lainnya mungkin juga ditambahkan.
Pilihan yang Tepat
Seperti halnya semua makanan, penting untuk membaca label dan daftar bahan. Jika asupan garam menjadi perhatianmu, pilih opsi dengan rendah natrium atau tanpa garam. Untuk menghindari gula berlebih, pilih buah yang dikaleng dalam air atau jus darpada sirup. Mengeringkan dan membilas makanan juga bisa menurunkan kandungan garam dan gula dalam makanan kaleng. Banyak makanan kaleng tidak mengandung bahan tambahan sama sekali, tetapi satu-satunya cara untuk mengetahuinya dengan pasti adalah membaca komposisi yang ada pada kemasan.
Makanan kaleng bisa menjadi pilihan yang bergizi saat makanan segar tidak tersedia. Makanan ini juga memberikan nutrisi penting dan aman. Karena dalam makanan kaleng kemungkinan mengandung BPA yang signifikan, ada baiknya jangan terlalu sering untuk mengonsumsi makanan kaleng. Perhatikan sebelum membeli dan mengonsumsi makanan kaleng, baca label dan pastikan kemasan dalam kondisi baik-baik saja.
#Changemaker