Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.
***
Oleh: Yang Goe
“Kebahagiaan adalah ketika apa yang kamu pikirkan, apa yang kamu katakan, dan apa yang kamu lakukan selaras." - Mahatma Gandhi
Kutipan kata-kata bijak dari Mahatma Gandhi menyadarkanku tentang mencintai diri sendiri dan bahagia, Bahagia yang sebenarnya ada didalam diri kita sendiri
Ada berbagai cara untuk mendapatkan kebahagian dalam kehidupan, banyak orang mengatakan bahwa hidup itu sangat sederhana. Bagi mereka yang memiliki uang banyak mungkin hidupnya akan bahagia, tetapi bagi orang lain uang banyak justru membuat mereka tidak bahagia. Sementara bagi orang kebanyakan memiliki keluarga yang harmonis adalah suatu kebahagian, tetapi orang lain beranggapan bahwa punya keluarga harmonis justru bukan tolak ukur suatu kebahagian. Pada akhirnya diri sendiri yang tahu seperti apa bahagia yang sebenarnya.
Hidupku hampir mendekati sempurna, aku dikaruniai oleh Tuhan dua putri yang cantik dan pintar. Tuhan juga menghadirkan seorang suami yang baik padaku dan memberikan kehidupan yang layak serta memberikan kebebasan untuk berkreasi dan mengizinkanku untuk bekerja. Secara finansial semua kebutuhanku tercukupi, apalagi yang harus kukeluhkan? Sementara di belahan benua lain banyak perempuan yang tidak diizinkan suaminya bekerja dan ditakdirkan menjadi ibu rumah tangga untuk mengurus urusan domestik keluarga.
Aku bukannya tidak bersyukur pada Tuhan, justru aku sangat mensyukuri kehidupanku lebih baik dibandingkan teman-temanku, aku punya pekerjaan yang bagus dan dapat membantu suami dalam hal keuangan, walaupun aku bukan tulang punggung keluarga yang harus banting tulang menghidupi keluarganya.
Bukan Bermaksud Tak Bersyukur
Aku diizinkan suami bekerja karena sebelum menikah ia tahu aku seorang pekerja keras dan tidak bisa berdiam diri mengurus rumah tangga saja. Walaupun aku bekerja tetapi urusan domestik keluarga aku kerjakan sendiri walaupun ada pembantu yang menolongku. Semua kehidupanku kelihatannya sempurna, tetapi ada bagian yang tidak diketahui oleh suami dan anak-anakku bahwa sebenarnya aku sangat kesepian dan tidak bahagia.
Semua tentangku tidak pernah kuungkapkan pada keluarga keciku. Aku termasuk perempuan yang pandai menyimpan semua persoalan hidupku dalam hati. Semua itu kulakukan karena keluargaku menganggap bahwa aku adalah perempuan hebat yang mampu menyelesaikan semua persoalan hidupnya tanpa bantuan orang lain! Padahal mereka salah tentangku, bahwa aku menguatkan diriku untuk tidak terlihat sedih dan rapuh karena aku menjaga perasaan keluarga dan orang terdekatku supaya tidak menyusahkan mereka.
Pernah aku berkeluh kesah bahwa bagaimana pekerjaan membuatku lelah dan beban yang kupikul sangat berat, ketika aku butuh seseorang untuk menghibur dan memotivasiku untuk bangkit dan kuat mengatasi permasalahan tersebut keluargaku malah beranggapan bahwa hal itu adalah persoalan kecil yang dapat kuatasi tanpa bantuan mereka. Padahal kalau mereka butuh perhatian dan pendapatku, justru akulah orang pertama yang dianggap mampu menyelesaikan persoalan mereka. Ketika butuh aku, aku selalu siap sedia berada di samping mereka, tetapi ketika aku butuh bantuan keluarga tiada satu pun yang menghiraukanku, sungguh menyakitkan, serasa hidupku harus kutanggung sendiri.
Rutinitas pekerjaan rumah tangga dan beban kerja yang kuhadapi semakin membuatku lelah, terkadang aku sendiri lupa bahwa aku sudah mengabaikan diriku sendiri. Tidak ada teman yang diajak untuk sharing atau sekadar ngobrol. Sampai ketika kelelahanku memuncak, aku bertemu dengan seorang perempuan bernama Mira, usianya sudah 58 tahun tetapi secara fisik tubuhnya masih seperti anak muda dan sangat energik.
Ketika berbicara dengannya aku merasakan ada enegi positf yang mengalir dalam darahku. Ibu Mira bercerita bagaimana kehidupannya yang ia jalani dengan seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya karena meninggal dunia. Ia jalani hidupnya dengan usahanya sendiri, membayar utang perusahaan karena ketika suaminya meninggal tunggakan bank menjadi tanggung jawabnya. Awalnya berat tetapi ia sadar bahwa hidup tak akan berat bila dijalani dengan ikhlas dan sabar, menerima semuanya dengan lapang dada. Semua ia jalani tanpa keluh kesah karena baginya yang mampu menguatkan diri adalah diri kita sendiri bukan orang lain, mereka hanyalah penonton! Dan masih banyak kata-kata positifnya yang membuatku terhibur dan sadar bahwa sudah saatnya aku pun memikirkan diriku sendiri.
Membuat Hidup Bermakna
Sejak mendapat pencerahan dari Ibu Mira, aku mulai menata hatiku dari rasa kecewa, tidak berharga dan yang terabaikan. Aku berpikir positif saja mungkin sudah saatnya anak-anak dan suami mengabaikan diriku karena mereka juga punya teman dan kesibukan sendiri. Aku berpikir kelak kalau mereka membutuhkanku pasti anak-anak mencariku.
Hal pertama yang kulakukan adalah dengan melakukan kegiatan positif, hobi menulisku mulai kutekuni, bahkan aku mulai menulis jurnal ilmiah dan mengikuti seminar lokal. Kegiatan sosialku pun semakin kugiatkan dengan mengajak beberapa komunitas untuk memberikan edukasi tentang literasi keberbagai daerah, bertemu dan berkumpul dengan orang lain membuat pertemananku semakin banyak dan aku dapat mengenal dunia yang tadinya tidak kuketahui.
Terkadang aku pun ikut beberapa komunitas melakukan hal-hal bermanfaat seperti menjadi penyuluh kesehatan di pelosok-pelosok, berbagi pengetahuan tentang bercocok tanam hidroponik, serta bergabung dengan ibu-ibu memanfaatkan barang-barang daur ulang yang dapat dijadikan pot bunga di rumah, aku juga lebih menguatkan spritualku kepada Tuhan agar lebih bersabar lagi dalam kehidupanku.
Aku merasa bahwa hidupku sangat berharga dan banyak hal yang dapat kulakukan untuk sesuatu yang bermanfaat dibandingkan meratapi dan merasa bahwa keluarga telah mengabaikanku. Aku sadar bahwa suatu saat anak-anak akan meninggalkanku karena mereka juga punya kehidupan sendiri. Caraku mencintai diriku adalah dengan terus menghargai kehidupanku dan bersyukur bahwa aku masih dibutuhkan oleh orang lain selain keluarga sendiri.
Aku pun sadar bahwa semua kehidupan itu berproses dan ada masanya aku pun menerima bahwa ada atau tiada bersama anak-anak dan suami kehidupan akan terus berjalan dan akupun harus meneruskan hidupku dengan bahagia yang seperti kuinginkan. Seperti mengutip kata orang bijak, ”Jika ingin bahagia maka bahagialah dengan cara yang seperti yang engkau inginkan. Hidup begitu berharga untuk diabaikan."
#ChangeMaker