Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.
***
Oleh: Damar
Peran ganda sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga memang tidak mudah dilakukan. Di satu sisi, kita ingin memiliki performa yang sempurna di hadapan pimpinan. Di sisi lain, keluarga yang disayangi juga tidak boleh dikorbankan. Sebagai bagian dari suatu organisasi ataupun perusahaan, para pemimpin biasanya hanya menuntut yang terbaik dari karyawannya. Karyawan yang dianggap rajin dan cekatan selalu saja diberikan beban pekerjaan yang lebih banyak daripada karyawan lain yang performanya biasa-biasa saja. Alasannya tentu saja karena karyawan yang rajin dianggap dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan hasilnya pun memuaskan.
Kita yang tadinya sudah berusaha bekerja sebaik-baiknya, lama-lama mungkin akan menjadi jengah jika terus-menerus diperlakukan seperti itu oleh pimpinan. Apalagi menurut saya budaya mengapresiasi masih sangat asing di negara kita ini. Apresiasi pada pegawai tidak melulu tentang materi atau dalam bentuk uang. Saat menonton drama Korea, saya selalu suka adegan ketika sorang tokoh berkata “jalhaesseo” atau “suguhaesso” yang berarti “good job” pada tokoh lainnya. Misalnya adegan seorang nenek berkata demikian pada cucunya yang sedang belajar berjalan, seorang bos yang mengapresiasi anak buahnya karena telah bekerja keras, bahkan ungkapan seorang suami untuk istrinya karena telah memasakkan makan malam.
Pentingkah memberikan apresiasi untuk hal-hal yang trivia semacam itu? Bukankah hal itu adalah hal yang seharusnya mereka lakukan? Anda tidak akan merasa seorang bayi dapat berjalan itu istimewa sampai Anda bertemu seseorang yang seumur hidupnya tidak dapat berjalan. Anda tidak akan merasa karyawan Anda itu istimewa sampai Anda tidak mempunyai karyawan dan harus mengerjakan semua pekerjaan itu sendirian. Anda tidak akan pernah merasa hal yang dilakukan istri Anda itu spesial sampai istri Anda ngambek 3 hari tidak melakukan pekerjaan apapun, coba lihat bagaimana rupa rumah Anda. Masihkah pekerjaan itu adalah hal sepele?
What's On Fimela
powered by
Pentingnya Apresiasi
Menciptakan budaya di mana apresiasi menjadi kebiasaan akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih hangat. Ucapan, “Kamu luar biasa deh idenya, mari kita terapkan,” atau, “Terima kasih ya kamu sudah bekerja keras, sampai lembur-lembur demi memenuhi deadline,” dengan raut wajah tulus dari pimpinan sudah cukup untuk memberikan aura positif dalam lingkungan kerja. Meng-“harga”-kan manusia sebenarnya tak perlu biaya. Kata terima kasih saja sudah cukup sebetulnya, apalagi ditambah jempol dan tepuk tangan. Tetapi, teko kosong tidak dapat mengisi gelas bukan? Orang yang tidak pernah dihargai/diapresiasi akan sulit pula untuk menghargai dan mengapresiasi orang lain. Mengapa sulit? Karena tidak ada yang mencontohkan.
Jika memang pimpinan atau rekan kita yang lain tidak bisa mengapresiasi hal-hal yang telah kita lakukan untuk mereka, marilah kita mengapresiasi kerja keras kita sendiri. Teriakkan pada diri kita, “Hei, kamu sudah bekerja dengan baik!” “Selangkah lagi kamu pasti bisa!” “Ayo lanjutkan! Jangan menyerah!” dan kalimat-kalimat apresiatif lainnya. Kebiasaan mengapresiasi dan berterima kasih kepada rekan kita secara teratur juga akan membuat kita mampu merima kritik dan saran dengan lebih terbuka dan menghasilkan feedback yang diharapkan. Dengan apresiasi, kita akan merasa lebih dihargai sebagai bagian dari organisasi, dan pasti berdampak pada produktivitas dan loyalitas terhadap pekerjaan dan organisasi.
#ChangeMaker