Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.
***
Oleh: Nova Yusmira
Saya sebenarnya tidak terlalu peduli dengan kelemahan fisik. Mungkin karena sejak lahir, saya tidak punya kekurangan fisik yang berarti. Paling tubuh saya tergolong pendek dibandingkan teman-teman saya tapi itu bukan masalah yang besar menurut saya.
Sampai suatu hari saat di kelas 4 SD, saya ditabrak motor saat jalan kaki setelah pulang sekolah. Banyak orang mengira saya meninggal karena saya mengeluarkan banyak darah di kepala, tapi alhamdulillah, saya masih selamat karena ternyata darah tersebut berasal dari kulit wajah saya yang robek, bukan karena ada bocoran di kepala. Total ada 25 jahitan di wajah saya. Sempat juga ada pembekuan darah di bagian belakang kepala, namun dokter berhasil mengobati tanpa operasi.
Saat saya dirawat di RS beberapa hari, hanya orang dewasa yang boleh mengunjungi dan saya tidak pernah bercermin, sehingga saya tidak tahu seperti apa wajah saya. Namun setelah saya pulang ke rumah, saya terkejut karena adik dan sepupu saya tidak mau melihat saya. Adik saya bahkan tidak mau menginap di rumah sehingga diungsikan ke rumah nenek saya.
What's On Fimela
powered by
Luka yang Membekas
Saat itu baru saya tahu bahwa wajah saya bengkak dan kelihatan menyeramkan. Beberapa minggu setelahnya, bengkak di wajah saya hilang dan lukanya kering. Namun wajah saya tidak pernah sama lagi karena bekas jahitan tersebut tidak hilang bahkan hingga sekarang. Apabila saya tersenyum, ada semacam ceruk kecil yang kelihatan di wajah saya akibat bekas jahitan yang tidak rata. Sayangnya keluarga saya dan orang yang menabrak saya sama-sama bukan keluarga kaya sehingga tidak mampu membeli obat penghilang bekas luka yang juga sulit didapatkan di kota kecil tempat saya tinggal. Mau tidak mau, saya terpaksa berdamai dengan bekas luka ini.
Agar saya tidak kecil hati, orangtua dan kakak-kakak saya mengajarkan saya untuk menerima kekurangan diri. Mereka mengatakan keselamatan saya jauh lebih penting dan bekas luka yang saya punya sangat kecil dibandingkan perkiraan mereka bahwa saya tidak akan selamat. Teman-teman saya pun juga seakan maklum dan tidak pernah membahas masalah tersebut, setidaknya tidak di hadapan saya. Paling ada beberapa orang yang baru mengenal saya yang menanyakan bekas luka tersebut atau menyentuhnya tanpa permisi.
Lama kelamaan, saya pun mulai lebih santai dengan bekas luka tersebut. Bahkan kadang saya iseng bercanda saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang banyak ditanyakan terkait bekas luka di wajah saya. Belasan tahun kemudian setelah saya dewasa dan punya uang pun, saya ternyata tidak lagi berminat untuk menghilangkannya karena merasa bekas luka ini sudah menjadi bagian dari diri saya dan ciri khas saya. Saya lebih memilih belajar make up yang bisa menyamarkannya saja.
#ChangeMaker