Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.
***
Oleh: Nur Asiyah
Pernah kan setidaknya sekali, kamu merasa bahwa kamu tidaklah cantik? Bukan karena kamu memang tidak cantik. Namun, karena semua orang memberi standar kecantikan yang berbeda dengan apa yang kamu miliki saat ini.
Apakah kamu merasa kesal, kecewa, stres, atau bersikap masa bodoh? Dulu saya merasa sangat kesal sekaligus kecewa dengan anggapan semacam itu. Akan tetapi, sekarang saya tidak merasa harus direpotkan tentang hal-hal seperti itu. Mari kita membicarakan kecantikan yang sering dilontarkan oleh banyak orang. Bukan soal karakter atau wawasan, tetapi cenderung pada fisik, terutama bentuk tubuh dan wajah.
Sejak kecil, aku melihat banyak teman memiliki wajah cantik. Meskipun saat itu aku tidak mengerti sepenuhnya apa yang dimaksud cantik. Tetapi karena orang lain berkata bahwa si A adalah perempuan yang cantik, aku serta merta mengiyakannya. Saat TK dan SD aku tidak merasa terganggu dengan kata ‘cantik’. Aku merasa semuanya akan indah jika aku memiliki sikap yang ramah dan baik. Akan tetapi, anggapan itu mulai luntur saat aku menginjak SMP, SMA, kemudian kuliah. Di mana waktu telah menunjukkan seseorang yang cantik akan mendapatkan segalanya dan seseorang yang jelek akan mendapatkan hal yang diinginkan paling akhir.
Merasa Tersisihkan
Suatu hari saat aku berkumpul dengan teman-teman, segerombolan kakak kelas datang dan menanyakan kegiatan seusai sekolah. Dengan semangat mereka menawarkan agar kami berjalan-jalan bersama. Kami pun menanggapinya dengan antusias. Akan tetapi, semangat yang kumiliki tidak bertahan lama setelah aku tahu ada seorang kakak kelas yang membicarakanku dari belakang.
Dia berkata lebih baik aku tidak ikut karena akan merepotkan. Terlebih aku merupakan perempuan yang paling tidak menarik untuk dilihat. Kulitku sawo matang, bibir gelap, wajahku bulat, dan kulitku terlihat kusam. Dengan semua pernyataan itu aku merasa sangat kecewa. Setelah itu aku tidak mau berurusan dengan mereka. Aku merasa lebih baik dengan menghindar dan fokus pada sekolah tanpa harus jalan ke sana-sini bersama teman laki-laki.
Selain di sekolah, anggapan aku yang tak ‘cantik’ juga melanda keluarga besarku. Apalagi, aku memiliki kakak perempuan yang jauh lebih menarik daripada aku. Dia memiliki wajah cerah, bentuk muka lonjong, dan tubuh langsing. Bahkan, pernah seorang tetangga membandingkanku secara terang-terangan dengan mengatakan aku terlihat lebih tua daripada kakakku. Padahal saat itu aku masih SMP dan kakakku telah berumur 25 tahun.
Saat itu aku merasa jika cantik adalah segalanya dan jika aku tidak cantik berarti aku bukanlah apa-apa. Aku sering meratapi keadaanku. Namun, aku tahu tidak akan ada yang menyesal saat perempuan jelek menangis. Jadi, meskipun aku meneteskan air mata ratusan kali, kondisiku akan tetap sama.
Perasaan ringkih dan terbebani atas fisik yang jelek terus melanda hingga pertengahan kuliah. Aku mengulangi beberapa hal yang seharusnya tidak menjadi kebiasaan yakni, memiliki sahabat yang terlihat lebih cantik dariku. Aku seperti seorang penunjang. Seseorang yang berada di balik layar untuk mengangkat nilai positif dari orang lain. Aku ingat, ibu pernah berkata jika seharusnya aku lebih pandai memilih teman. Bukan berdasarkan karakter atau kesamaan hobi, tetapi berdasarkan tingkat kecantikan. Jika aku lelah menjadi seseorang di balik layar, seharusnya aku tidak berada di sisi perempuan yang lebih cantik dariku.
Kita Semua Berharga
Waktu terus berjalan. Suatu hari aku merasa jika tidak seharusnya aku menyalahkan diriku sendiri. Kecantikan bukan sesuatu yang bisa dinilai begitu saja. Bukan juga sebuah perlombaan yang mewajibkan ada pemenang dan ada pecundang. Aku mencoba memandang diriku lebih dalam. Tentu saja diri ini memiliki banyak keunggulan. Aku juga memiliki kepribadian yang membuat hidupku lebih bersinar. Lalu, mengapa aku terus menolak sesuatu yang seharusnya kuterima dengan besar hati?
Mulai saat itu aku menerima diriku tanpa rasa bersalah. Ditambah, ternyata ada seseorang yang datang dengan pandangan indah mengarah tepat kepadaku. Semakin hari aku semakin bersemangat dan merasa bahwa aku tidak harus menunjukkan kecantikan pada semua orang, karena orang yang melihatku secara utuh akan melihat kecantikanku tanpa perlu kuminta. Selama ini aku tidak serta merta mencintai diriku sendiri. Namun, aku membutuhkan bantuan seseorang untuk menyadarkanku bahwa aku berharga. Aku adalah perempuan yang cantik dengan sisi khas dan berbeda dengan lainnya.
Aku tahu. Aku tidak memenuhi standar cantik di masyarakat sejak lahir. Namun, bukan berarti aku tidak diizinkan untuk berusaha mencintai diriku. Saat ini aku berusaha untuk lebih menyayangi dan merawat apa yang telah kumiliki. Aku mulai memperhatikan kulitku yang sawo matang. Aku tidak mewajibkan diri untuk berubah menjadi kuning langsat atau putih pucat. Aku merawatnya dan kulitku dengan sendirinya terlihat lebih lembap, segar dan secara tidak langsung terlihat cerah. Aku pun berusaha merawat bibirku agar terlihat lebih merona. Aku mencoba beberapa pewarna bibir yang membuat wajahku terlihat lebih enak dipandang.
Cantik bukanlah segalanya, karena dunia ini telah dipenuhi wanita cantik dan kamu belum tentu menjadi salah satunya. Tunjukkan saja nilai positif yang ada pada jiwa. Sayangi dirimu lebih dari kemarin dan hari sebelumnya. Nanti, kecantikanmu akan terpancar dengan sendirinya. Baik itu terlihat oleh dirimu sendiri maupun orang yang berada di sisimu dengan setia. Kamu terlalu berharga untuk sekadar menangis dan merana. Ingat, semua perempuan itu cantik!
#ChangeMaker