Jodoh Sama dengan Kematian, Hanya Tuhan yang Berhak Tentukan Waktunya

Endah Wijayanti diperbarui 10 Mar 2020, 09:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.

***

Oleh: Mawar Sari

Empat tahun kisah asmaraku berujung perselingkuhan, perjuangan mengabdi di pelosok negeri kutebus kandasnya hubungan dengan sang pujaan hati. Tak hanya hati ini yang perlu diobati, harapan keluarga besar juga terpaksa disudahi. Mungkin ini titik balik dalam pendewasaan diri, kucoba hadapi dengan lapang hati. "Banyak yang harus kuperbaiki, masa depanku harus lebih indah dari ini," gumamku dalam hati.

Bak besi yang ditempa sang pandai, mungkin pula diriku sedang ditempa oleh Tuhanku. Kumulai lebih merawat diri, karena kuyakin cantik tak hanya yang telah dianugerahkan Sang Illahi. Cantik juga tentang pancaran mata dan hati nurani, tentang kecerdasan mengelola emosi, tentang kualitas kompetensi diri, dan tentang teguhnya hubungan rohani. Bukan kulit putih, hidung mancung atau rambut lurus yang kumiliki, tapi semua kusyukuri.

Kukembangkan potensi yang kumiliki, meningkatkan kemampuan bahasa asing, belajar desain grafis, public speaking, tantangan baru yang ternyata mengasyikkan untuk dijalani. Sakit hati di masa laluku juga berimbas pada tegasnya kepribadianku kini. Aku berani berkata tidak, pada apa pun yang memang menurutku tidak. Aku acuh pada semua pembicaraan tentangku. Maklum saja, di masa ranumku, sebayaku kebanyakan sudah bersumpah di depan penghulu. "Tak mengapa!" kataku, "Asal aku tak merugikan mereka, jodoh tak ada beda dengan kematian yang memang hanya Tuhan yang berhak tentukan waktuku.''

2 dari 2 halaman

Belajar Banyak dari Masa Lalu

ilustrasi./Photo by Đàm Tướng Quân from Pexels

Aku belajar banyak dari sekitarku bahwa menjalani masa penantian adalah masa persiapan bagi hal yang dinantikan itu sendiri. Menabung lebih banyak, berkumpul dengan keluarga lebih sering, dan me time lebih lama. Kata mereka, yang sudah lebih duluan bersanding di pelaminan, hal-hal itu akan berkurang saat sudah berkeluarga. Jadi sekarang, nikmati saja masanya, karena di sana, dia juga pasti sedang menantiku untuk kelak bertemu di hari bahagia. Hingga dua tahun berlalu, akhirnya aku bertemu dengannya, dia yang memberanikan diri mendatangi waliku, meminta izin dan restu, untuk menikahiku.

Kini pun aku juga bisa lebih berempati, tak kutanyakan perihal tentang suami, tentang buah hati, pada mereka yang belum dikaruniai. Karena banyak yang lebih harus lama menanti dan berjuang lebih hebat dari diri ini. Dan kuberjanji pada diri sendiri, akan kudidik anak lelakiku untuk lebih menghargai hati kaum hawa, karena toh dia juga terlahir dari rahim wanita. Dan kan kudidik pula anak perempuanku untuk menguatkan hati terhadap lelaki, karena yang berhak disebut cinta pertama adalah ayah dan cinta sejati hanya layak disandang oleh suami yang setia sampai mati. Tak kusesali masa laluku, karena semua kepahitan itu yang menguatkan langkah dan hatiku, menghadapi dunia. I love myself, I love my past.

#ChangeMaker