Fimela.com, Jakarta Ramainya peristiwa psikolog DS yang diduga melakukan pelecehan seksual pada pasiennya menyedot perhatian masyarakat. Dihubungi melalui pesan singkat, RV yang mengangkat kisah ini di insta story-nya menuturkan bahwa banyak korban yang akhirnya buka suara tentang perilaku DS sebagai psikolog.
Di antaranya, para korban diajak menyewa kamar hotel, diminta melepas pakaiannya, hingga ada yang diajak berhubungan seksual oleh DS. Perilaku yang dinilai tidak semestinya dilakukan oleh psikolog pun membuat DS dicap sebagai psikolog gadungan.
Padahal, menurut Intan Erlita ketika dihubungi melalui sambungan telepon, seorang psikolog tidak boleh terlibat lebih jauh dengan pasien secara personal. Ada batasan dan kode etik yang membatasi terapis dan kliennya.
Jika klien tersebut menangis, sangat tidak disarankan untuk melakukan kontak sentuhan. Apalagi dengan lawan jenis. Hanya memberikan tisu sebagai bentuk empati. Dikhawatirkan profesionalitas psikolog tersebut tidak terjaga.
"Karena saya sangat menjaga batasan, ketika di ruang praktik, saya adalah psikolog, klien adalah klien. Saya selalu memberikan batasan kuat itu. Kalau memberikan bonding, psikolog tahu bagaimana caranya dan mereka punya caranya masing-masing," ungkap Intan.
Bisa dilakukan konsultasi di luar kantor
Untuk beberapa kasus memang memungkinkan psikolog untuk melakukan terapi di luar kantor yang disebut sebagai visit. Intan sendiri beberapa kali melakukan kunjungan ke rumah sakit karena pasien mengalami sakit fisik yang disebabkan oleh sakit mental.
"Atau kita visit ke rumahnya. Itu pun tidak sendiri. Harus ada dua orang. Saya selalu ada satu asisten yang mendampingi. Biasanya dari klinik yang meminta saya untuk visit. Jadi tidak sendirian. Kalau misalnya di kamar hotel, setau saya tidak dibenarkan. Apalagi kalau berdua," tambah Intan.
Dalam ranah profesional psikolog, ada beberapa klien yang meminta untuk melakukan konsultasi dan terapi di luar kantor psikolog. Biasanya psikolog itu sendiri menyarankan tempat yang tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi namun tetap nyaman. Coffee shop misalnya.
"Biasanya saya sarankan untuk di coffee shop yang tidak terlalu ramai dan juga tidak terlalu sepi. Biasanya orangtua di situ tapi beda meja. Kita bisa keluar klinik. Kalaupun konsultasi di kafe, pasti di meja sebelahnya ada tim saya. Atau orangtuanya. Menurut saya, profesional harus dijaga banget," tutur Intan.
Tetap gunakan akal sehat
Meski masih belum ada titik terang terkait kasus psikolog DS, Intan pun menghimbau agar masyarakat juga tetap harus menggunakan akal sehatnya dalam menjalani terapi. Pasien juga harus menyadari bahwa adanya hal-hal yang mengganjal dan mengganggu dari perlakuan psikolog.
Intan pun menyarankan jika memang terapi terpaksa dilakukan di kamar, jangan dilakukan berdua. Pastikan pasien ditemani oleh yang dipercaya. Bisa orangtua, pasangan, maupun teman. Ketika ada sentuhan fisik yang membuat pasien merasa tidak nyaman, sangat disarankan untuk ditolak dan lebih baik pasien langsung pergi.
"Jangan karena dia jauh-jauh dari luar kota, kemudian kita merasa ngga enak. Karena kata 'ngga enak' memulai dia melakukan apapun yang dia mau. Kita ga pernah tau ada oknum-oknum yang di luar sana, ya mungkin bener dia seorang ahli. Bisa jadi menyalahgunakan profesi yang dia punya," tutup Intan.
Simak video berikut ini
#Changemaker