Fimela.com, Jakarta Tak pernah ada yang bisa baik-baik saja saat terjebak dalam hubungan yang beracun (toxic relationship). Baik dalam hubungan keluarga, kerja, pertemanan, hingga hubungan cinta, terjebak dengan seseorang yang memberi kita luka jelas membuat kita menderita. Namun, selalu ada cara dan celah untuk bisa lepas dari hubungan yang beracun tersebut. Selalu ada pengalaman yang bisa diambil hikmahnya dari hal tersebut. Simak kisah Sahabat Fimela berikut yang diikutsertakan dalam Lomba Let Go of Toxic Lover ini untuk kembali menyadarkan kita bahwa harapan yang lebih baik itu selalu ada.
***
Oleh: Maria Kemi Simarmata
Aku bertemu dengan mantan tahun 2001. Dia dokter umum di sebuah klinik besar di Jakarta. Temanku yang bekerja sebagai apoteker yang “mencomblangi” kami. Mulanya hubungan kami berjalan baik-baik saja. Namun, ketika sudah berjalan selama 3 bulan, dia mulai mengekangku, mengatur aku harus apa dan bagaimana.
Dia mulai bersikap posesif dan cemburuan. Misalnya saat bersamanya tidak boleh mengangkat handphone dan kalau mau pergi ke mana harus izin dia dulu. Dia juga selalu menuntut penampilanku terlihat cantik dan langsing: aku tidak boleh makan banyaklah, harus dietlah, ini-itulah. Buntutnya, aku sampai mendaftarkan diri ke pusat kebugaran dekat klinik tempat dia bekerja.
Setiap kali bertemu, selalu ada saja pertengkaran kecil di antara kami. Dia selalu marah dan menyalahkanku untuk hal-hal kecil. Kecemburuan dan sikap posesifnya kerap membuat kami bertengkar. Aku pikir semua ini terjadi mungkin karena kami belum mengenal satu sama lain. Ketika seorang wanita mencintai kekasihnya, ada kebahagiaan tersendiri yang bisa didapat dari mencintai, ada harapan yang dimiliki. Harapan di mana kekasihnya akan memiliki rasa yang sama besarnya. Dan sebagai seorang wanita, aku mencoba bertahan dan bersabar lebih lama lagi. Cinta terkadang lupa memberitahu kita untuk memakai logika.
What's On Fimela
powered by
Dia Bersama Perempuan Lain
Berada dalam suatu hubungan cinta memang manis dan indah. Namun, semua tidak berjalan sesuai keinginan kita. Setelah hampir satu tahun aku menjalani hubungan ini, aku selalu mengalah dan mengalah pada egonya. Dia hampir tidak menghargai aku sebagai pacarnya. Bahkan, kalaupun kami berdiskusi sebagai pasangan untuk masa depan, selalu hanya pendapat dia yang benar dan ujung-ujungnya kami bertengkar.
Aku pernah memutuskan hubungan kami, tapi tidak lama kemudian, dia datang meminta maaf dan berjanji akan berubah. Aku menerimanya kembali karena berharap dia berubah dan kami akan memiliki hubungan yang manis. Sampai akhirnya hubungan kami berlangsung secara jarak jauh lantaran dia harus melanjutkan studi. Dia mengambil spesialis jantung di Surabaya.
Jarak menjadikan kami sedikit merenggang dalam hal komunikasi. Mungkin karena dia sibuk, tapi aku selalu berusaha terus berkomunikasi dengannya. Menurutku, komunikasi adalah jalan terbaik dalam hubungan jarak jauh ini. Suatu ketika aku nekat menemuinya di Surabaya. Di sana aku baru tahu bahwa kerenggangan kami bukan saja lantaran kesibukannya tapi juga karena dia telah bersama wanita lain. Sudah tentu aku marah, sakit hati, dan memutuskan hubungan kami.
Seminggu setelah kejadian itu, dia datang menemuiku ke Jakarta, meminta maaf dan berharap kembali. Tetapi aku sudah memutuskan bahwa lebih baik melepasnya pergi. Tidak pernah ada penyesalan usai melepasnya pergi, meskipun seorang dokter spesialis menjanjikan masa depan yang cerah.
#ChangeMaker