Fimela.com, Jakarta Semakin dewasa seseorang akan merasa lingkaran pertemanannya semakin menyempit, sebatas orang-orang yang benar-benar dekat saja. Bahkan mungkin hanya orang-orang yang kita temui setiap hari yang bisa jadi sahabat sejati. Namun di era digitalisasi kini semua orang bisa kita sebut sebagai "teman". Melakukan interaksi yang kasual melalui media sosial, atau berada dalam satu lingkup jejaring pertemanan malah membuat kita menjadi lebih populer dari sebelumnya ya?
Tapi, faktanya, sebuah jajak pendapat tahun 2019 oleh YouGov menemukan bahwa 27 persen generasi milenial merasa mereka benar-benar tidak memiliki sahabat sejati, dan 3 dari 10 mengatakan bahwa mereka selalu merasa kesepian.
Lalu bagaimana peran media sosial untuk membantu kita tetap terhubung dengan lingkaran pertemanan kita atau malah membuatnya terputus? Satu hal yang pasti, sahabat sejati memang sulit ditemukan. Melansir dari thelist.com Profesor psikologi California State University, Kelly Campbell mengatakan bahwa sahabat sejati harus memiliki minat terbaik untuk dirimu, selalu membela kamu selama kamu dalam keadaan lemah, menjaga rahasiamu, memperlakukanmu dengan hormat, dapat dipercaya, juga selalu mendukung niat baikmu, termasuk ikut merasa bahagia atas keberhasilanmu. Jika orang terdekat kamu justru gagal dalam melakukan itu, bisa jadi yang kamu hadapi saat ini adalah seorang teman beracun. Jika benar, mungkin kamu akan lebih baik tanpanya.
Sahabat sejati tidak akan menjatuhkanmu
Sahabat sejati akan selalu melihat dan menghargai semua kelebihanmu, teman palsu tidak akan melihatnya sama sekali atau mungkin merasa cemburu dengan keberhasilanmu. Contoh kecilnya, teman palsu bisa memuji kelebihanmu yang diselipkan dalam bentuk sarkasme seperti "Iya kamu memang cantik, tapi mungkin akan lebih cantik lagi kalau kamu merias wajahmu" atau "Kamu bisa saja menginap di rumahku pada malam tahun baru. Aku memang menginginkan malam yang tenang untuk tahun baru, tapi aku punya banyak undangan pesta saat tahun baru dan aku tidak ingin mengecewakan siapa pun." Jika dia teman sejati, kamu bisa ikut berpesta dengannya, bukan?
Sahabat sejati selalu ada, teman palsu hanya ada saat mereka sedang merasa butuh
Teman-teman palsu cenderung keluar masuk kehidupanmu, tetapi jika kamu mengamati tingkah lakunya, misalnya saat kamu terbaring sakit di tempat tidur karena demam, atau mungkin hanya merasa sedikit sedih dan kesepian, teman palsu tidak akan terlihat saat itu. Lain halnya jika kamu mendapat promosi di tempat kerja dan gaji yang lebih besar, pasti kamu tahu siapa yang pertama datang mendekat.
Sahabat sejati selalu jadi pendengar yang baik
Teman-teman palsu cenderung melihat kamu sebagai audiens atau pendengar mereka. Menurut mereka, mereka adalah satu-satunya yang hidupnya menarik, jadi mengapa mereka ingin mendengar sesuatu tentang kamu? Heads up - Live Bold & Bloom menggambarkan jenis pertemanan seperti ini artinya kamu berada dilingkaran teman yang egois dan dapat berakibat pada pelecehan emosional langsung.
Sahabat sejati selalu meminta pendapatmu
Teman-teman palsu hanya ingin mendengar satu pendapat, yaitu pendapat mereka sendiri. Mereka tetap meminta pendapatmu, karena mereka menganggap itu adalah sebuah cermin untuk merefleksikan kembali kepada mereka apa yang telah mereka tentukan benar. Jika kamu tidak menyetujuinya, maka dia akan berdebat tanpa henti dalam upaya untuk membuatmu menyetujui pendapatnya. Jika kamu tidak yakin, kamu mungkin akan menganggap dirimu bukan lagi teman yang baik untuknya.
Kamu juga dapat menganggap dirimu beruntung, karena seperti yang dijelaskan oleh Hack Spirit, dalam persahabatan di mana pendapat kamu tidak dihormati akan berdampak buruk untuk kesehatan emosi dan mental kamu. Jika pertemanan membuat dirimu merasa lebih buruk, lalu apa gunanya?
Lakukan ini untuk mengahadapi teman palsu
Jika kamu mencurigai adanya hubungan tidak sehat antara kamu dan temanmu, mungkin saja kamu sedang berurusan dengan teman palsu. Kamu perlu mencoba membatasi jumlah waktu yang kamu habiskan bersama mereka, atau setidaknya tidak melulu harus terlibat dengan mereka.
Turunkan harapan atau ekspektasi lainnya terhadap pertemanan yang negatif. Hal ini hanya akan membuatmu frustrasi dan kecewa jika kamu berharap bahwa persahabatan ini akan dihargai, apalagi dibalas. Tidak perlu merasa dirimu tidak layak untuk ditemani atau persepsi buruk lainnya tentang dirimu. Jika pertemanan itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi, mungkin kamu bisa mencoba untuk mengakhiri pertemanan. Percayalah bahwa kamu tetap akan mendapat sahabat sejati yang pantas kamu dapatkan.
Penulis: Iffah Nurahmah
#changemaker