Fimela.com, Jakarta Monosodium Glutamate atau MSG telah umum digunakan sebagai bahan penambah rasa masakan sejak puluhan tahun yang lalu. Namun seiring dengan berjalannya waktu, banyak orang yang berasumsi bahwa MSG dapat menggangu kesehatan tubuh karena dianggap merusak otak yang berpengaruh terhadap penurunan intelegensi.
Berdasarkan asumsi itu, berkembanglah istilah ”generasi micin” yang seolah-olah MSG menjadi penggambaran perilaku generasi muda ketika mereka melakukan tindakan tanpa berpikir walaupun tentunya asumsi semacam itu belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Sejak berabad-abad yang lalu, MSG merupakan penyedap rasa alami yang diperoleh dari hasil pengolahan rumput laut. Seiring dengan berkembangnya teknologi, MSG dibuat dari proses fermentasi tepung yang pengolahannya mirip seperti membuat cuka, minuman anggur (wine) ataupun yoghurt. Secara kimia, MSG berbentuk seperti bubuk Crystalline berwarna putih yang terkandung atas 78% asam glutamat dan 22% sodium dan air.
“Asam glutamat yang terkandung dalam MSG tidak memiliki perbedaan dengan asam glutamat yang terkandung dalam tubuh manusia dan dalam bahan-bahan makanan alami seperti keju, ekstrak kacang kedelai dan tomat,” ujar Dr. Maya Surjadjaja M Gizi, sP dalam acara Sasa, di Jakarta.
What's On Fimela
powered by
Tidak berbahaya bagi tubuh
Prof. DR. Dr. Nurpudji A. Taslim, MPH, SpGK(K) selaku Ketua Umum PDGKl (Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia) mengatakan penggunaan bumbu penyedap rasa tidak berbahaya bagi kesehatan selama penggunaannya dilakukan dengan bijak, yang artinya bahan penyedap rasa itu digunakan sesuai dengan porsinya, tidak berlebihan.
Selain itu, dari sisi yang menyantap makanan pun diharapkan selalu memperhatikan gizi yang seimbang. Jika kita memperhatikan asupan gizi dengan baik dan menggunakan MSG dalam porsi yang tepat dan seperlunya, tentunya tubuh kita tetap sehat dan tidak perlu dikhawatirkan bahwa MSG tersebut memberikan efek negatif terhadap kesehatan.
“Hal ini yang perlu disadari oleh masyarakat agar persepsi mengenai penggunaan MSG tidak lagi rancu dan mengakibatkan tumbuhnya berbagai asumsi yang kurang tepat”.
Pada tahun 1971, 1974 dan 1987, Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa tidak diperlukan adanya ADI atas MSG secara khusus. Begitupun berdasarkan evaluasi yang dilakukan European Commission’s Scientific Committee for Food pada tahun 1991 menyatakan secara resmi bahwa MSG itu aman untuk digunakan.
JECFA dari FAO dan WHO telah memberikan pernyataan bahwa MSG dinyatakan aman untuk dikonsumsi dan kisaran angka atas tingkat penggunaan MSG yang aman untukdikonsumsi boleh saja dipaparkan namun hanya sebagai panduan untuk tingkat keamanan maksimal dalam mengkonsumsi penyedap makanan.
Di Indonesia sendiri, pengaturan penggunaan MSG dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia yang diatur dalam peraturan Kepala BPOM RI N0. 23 Tahun 2013 mengenai batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan penguat rasa yang mana pada keseluruhan peraturan tersebut dinyatakan bahwa tidak ada ADI yang spesifik atas penggunaan asam glutamat, Mononatrium L-Glutamat maupun Monokalium L-Glutamat.
#Changemakers