Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.
***
Oleh: Sivia Andromeda - Jember
Tahun 2019 adalah tahun yang sangat berat bagiku, semua rasanya masih baru kemarin terjadi. Setelah setahun pernikahan dengan jarak jauh, akhirnya suamiku memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan pindah ke kotaku, agar kami bisa hidup bersama dan bisa segera memiliki momongan. Memang tak membutuhkan waktu lama, setelah sebulan pindah akhirnya suamiku diterima bekerja. Akan tetapi masalah kembali hadir, kali ini di tempatku bekerja mengadakan mutasi besar-besaran, dan salah satu dari sekian banyak karyawan yang ada, namaku ikut tercatat pada daftar mutasi tersebut.
Memang jarak kotanya hanya 4 jam dari tempat kotaku tinggal saat ini, namun jika aku memilih bekerja jauh dari suamiku, bagaimana program bayi kami? Bukankah suamiku sudah mengalah untuk resign dari pekerjaan lamanya hanya demi bisa tinggal berkumpul denganku. Akhirnya setelah kami berbicara, aku memutuskan untuk resign dari pekerjaanku dan mulai mencari pekerjaan baru, sembari berjualan dirumah. Jujur saja mencari pekerjaan baru itu tidak mudah dan berjualan pun juga tidak mudah. Keadaan ekonomi keluarga kami cukup tidak stabil saat itu, program memiliki momongan pun akhirnya kami hentikan karena masalah biaya.
Pernah suatu hari aku merasa betapa tidak beruntungnya menjadi aku. Setelah papa meninggal, keadaan keluarga menjadi serba sulit. Mama memutuskan untuk pergi dengan pengganti papa, adikku berhenti berkuliah di semester akhir karena kendala biaya, belum lagi omongan orang lain dan kawan lama yang tiap kali bertemu pasti selalu bertanya, “Sudah ada momongan?” “Sudah isikah?” “Kok masih belum isi juga?” Sesabar-sabarnya manusia pasti pada akhirnya akan kalah juga, hampir tiap malam aku menangis, tiap kali shalat pasti bertanya-tanya, “Kenapa Engkau memberikan cobaan seberat ini pada kami?” “Ada apa denganku?” “Kenapa harus aku Tuhan?” dan terkadang aku merasa dunia ini tak pernah adil pada hidupku.
Sampai beberapa bulan kemudian, aku akhirnya mendapatkan pekerjaan baru di sebuah Dinas Pemerintahan bagian bidang Air Bersih dan Pengolahan Limbah. Di pekerjaanku yang baru ini, mengharuskanku melakukan pendataan untuk masyarakat tidak mampu yang tidak memiliki jamban bersih untuk pada akhirnya diberikan bantuan pembangunan jamban. Dan dari pekerjaan ini, akhirnya membawaku untuk mengenal seorang ibu yang sudah tua bernama Bu Sukarti.
Perlu Tetap Bersyukur dan Bersabar
Bu Sukarti ini adalah janda yang hidup sendiri tanpa sanak saudara dan suaminya telah lama meninggal tanpa dikaruniai seorang anak. Sebenarnya beliau pernah mengadopsi seorang anak, namun beberapa tahun kemudian orang tua anak tersebut datang dan mengambil kembali anak tersebut bahkan hingga saat ini Bu Sukarti tidak tahu bagaimana kabar anak tersebut. Kehidupan Bu Sukarti amat sangat sederhana, di rumah bambu yang terbilang cukup kecil dengan lantai tanah, beliau tinggal sendiri di sini.
Kesehariannya menjual gorengan dan sayur mayur yang ditanam sendiri, sore pergi mencari kayu bakar dan begitu seterusnya. Melihat keadaan Bu Sukarti sejujurnya aku merasa sangat tertampar. Dengan keadaan beliau yang demikian, aku tidak pernah melihat beliau sekali pun bersedih. Setiap kali kami datang beliau selalu tersenyum, bahkan pada suatu hari beliau pernah berkata, “Hidup ini cuma sementara, kalau kamu tidak menjadi orang baik dan pandai bersyukur, buat apa? Ibu saja masih sangat bersyukur punya rumah sederhana ini, setidaknya waktu panas ibu tidak kepanasan, waktu hujan ibu tidak basah dan masih bisa tidur dengan nyaman setiap malam. Jangan menyalahkan Tuhan karena satu hal yang belum Tuhan kasih, padahal Tuhan selalu sayang dengan memberikan kenikmatan lain yang begitu banyaknya." Aku hanya bisa terdiam, melihat kedalam diriku sendiri.
Sampai hari ini, kata-kata itu yang membuatku senantiasa bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan pada kami. Tahun 2019 sudah berganti menjadi tahun 2020, menjelang dua tahun pernikahan kami, memang masih belum ada tanda-tanda kami mendapatkan momongan tapi setidaknya keadaan keluarga kami jauh lebih baik, keadaan ekonomi keluarga jauh lebih stabil.
Mungkin dengan jalan kemarin cara Tuhan untuk membuatku mengerti bahwa cobaan yang Tuhan berikan adalah cara Tuhan menyayangiku, cara Tuhan mengajariku cara bersyukur dan cara Tuhan mengajariku cara bersabar. Karena pada akhirnya aku percaya, Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tida bisa dilalui oleh umatnya. Dan masalah momongan? Walaupun Tuhan masih belum percaya kepada kami, tapi aku yakin ini hanyalah waktu, Tuhan Maha Baik aku masih diberikan waktu untuk menikmati masa berdua dengan suami, dan aku yakin jika sudah waktunya Tuhan pasti akan berikan, asalkan tetap berusaha dan tetap jadi orang yang baik.
#GrowFearless with FIMELA