Seseorang yang Tak Mau Dipertahankan, Memang Sebaiknya Dilepas Saja

Endah Wijayanti diperbarui 31 Jan 2020, 08:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.

***

Oleh: S - Magelang

Aku adalah wanita biasa dengan harapan dan keinginan yang biasa pula. Memiliki pasangan dan berjalan lima tahun membuat aku mengharapkan bisa berujung bahagia dengannya. Ditambah dengan banyaknya pertanyaan dari orang-orang tentang kapan kami menikah, umur sudah sekianlah, dan banyak lagi membuat keinginan itu semakin besar.

Dari awal bersama hingga sekarang, aku tidak pernah sedikit pun menyinggung atau membahas tentang pernikahan. Aku juga tidak pernah meminta dia untuk segera melamarku. Karena aku rasa, sebagai lelaki jika dia tidak mengambil inisiatif membicarakan pernikahan mungkin karena dia belum siap. Apalagi usia dia yang tiga tahun lebih muda dariku. Aku hanya menunggu, berharap ketika di hari ulang tahunnya, hari ulang tahunku, dan hari jadi kami dia akan melamarku. Meski pada akhirnya aku merasa putus asa dalam waktu-waktuku menunggu.

Di pertengahan tahun 2018, ketika kami bertemu seorang teman yang menanyakan kapan kami akan meresmikan hubungan kami, dia menjawab tahun depan. Seperti mendapat setitik kepastian, aku luar biasa bahagia mendengarnya. Aku mengambil inisiatif lebih dulu untuk mempersiapkan apa yang harus disiapkan.

Aku memulai dengan berpindah dari kos dan mencari rumah kontrakan dengan tujuan agar lebih mudah ke depannya ketika harus mempersiapkan banyak hal. Apalagi aku merantau, jadi ketika orangtuaku harus mengurus beberapa hal mereka tidak akan kesulitan untuk mencari tempat singgah. Dan juga jika masih ada sisa waktu kontrak bisa kami gunakan terlebih dulu setelah menikah untuk merencakan langkah selanjutnya.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Menunggu dan Menunggu

Ilustrasi/copyright unsplash.com/Anthony Tran

Aku mulai menunggu lagi, dari awal tahun 2019 hingga tepat lima tahun kebersamaan kami di bulan Juni, tidak sekali pun dia membahas masalah pernikahan. Aku masih bertahan, dengan pemikiran mungkin saja di akhir tahun dan dengan pernikahan sederhana sehingga tidak membutuhkan banyak waktu. Tapi semua berubah ketika di bulan Juli, karena sesuatu hal aku dan keluarga mengalami penurunan ekonomi hingga ke titik nol kami. Tanpa sisa. Aku datang padanya, seperti biasa yang kami lakukan, berkeluh kesah tentang masalah kami. Aku tidak bermaksud meminta dia menyelesaikan masalahku atau pun menopang hidup keluargaku. Aku hanya ingin bersandar dan mendengar dia berkata bahwa semua akan berlalu dan baik-baik saja.

Tapi bukan tempat bersandar yang aku dapatkan, dalam sekejap dia menghilang tanpa jejak. Kontak What's App-ku dan adikku dia blokir. Begitu pun dengan akun Instagramku. Dia pergi, tanpa melihat apa yang sedang aku hadapi. Seketika itu aku merasa duniaku yang telah hancur kini luluh lantak juga. Tapi aku tak bisa dan tak sempat menangisi perginya, karena kerasnya masalah yang harus aku dan keluargaku hadapi.

Aku hanya selalu berdoa dan menunggu dia tiba-tiba kembali dan mengulurkan tangannya padaku. Karena aku merasa sayang jika hubungan kami harus kandas. Belum lagi jika harus memulai dari awal dengan orang lain, maka akan semakin banyak waktu yang terbuang. Dan orang-orang akan semakin sering berkata untuk segera menikah. Namun, semua sia-sia. Hingga awal bulan Desember dia tak pernah datang kembali. Yang datang adalah kabar-kabar dari beberapa teman tentang dia yang ternyata saat bersamaku dulu dia juga mendekati banyak perempuan.

Duniaku runtuh, hatiku terluka, tapi yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa apa yang aku percayai dari dia selama ini ternyata salah. Aku yang percaya bahwa dia adalah orang yang bertanggungjawab, bahwa apa yang kami lalui dari awal, saat kami belum menjadi apa-apa, hingga sekarang masing-masing dari kami telah memiliki pekerjaan. Hidup dengan baik dan memiliki kebanggaan itu mampu menjadi kunci cinta kami, ternyata itu tak cukup untuknya. Memiliki aku yang bersama-sama mendaki proses kehidupan nyatanya tak cukup untuk menahan dia dari wanita yang lebih cantik dariku.

3 dari 3 halaman

Merelakan Saja

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Kujatuhkan diriku sekali pada kehancuran. Kutangisi apa yang dulu tak sempat kutangisi. Kubiarkan hidupku untuk sesaat berantakan. Dan aku menyadari satu hal, aku harus bangkit. Aku memang tidak cantik, tapi aku tidak punya alasan kenapa aku tidak bisa dicintai dengan tulus. Aku telah melakukan segala hal yang bisa aku lakukan untuk bisa berujung bersamanya. Tapi mungkin benar, bahwa kita harus melepaskan apa yang tidak ingin kita pertahankan. Aku masih punya orangtua dan adik yang juga jatuh dan kini harus bangkit. Aku tidak bisa hanya menangisi seseorang yang memilih pergi dan membiarkan keluarga berjuang sendiri-sendiri.

Seperti sebuah kuncup bunga, dia akan berada di titik paling atas. Tapi entah kuncup itu mekar ataukah layu pada akhirnya dia akan jatuh juga ke tanah, kembali ke titik terbawah. Begitu pun dia dan rasa cintaku, aku putuskan untuk berhenti dan membiarkan hal itu turun ke tingkat prioritasku paling bawah. Dan sebagai tunasnya aku memilihnya hidupku dan keluargaku.

Aku harus bisa kembali berdiri dan melewati badai ini sebagai salah satu nilai lebih dariku sebagai wanita yang mampu melewati ini semua. Aku tidak lagi peduli dengan apa kata orang tentang usiaku dan harus menikah. Toh, mereka bukan Tuhan yang berhak mengharuskan aku menjalani hidup seperti kata mereka. Di mana mereka ketika keluargaku jatuh dan tak bisa apa-apa.

Ujungnya, ketika detik jam berjalan mengganti tahun 2019 menuju tahun 2020, aku pun mengganti aku yang dulu menjadi aku yang lebih berarti. Mengubah aku yang selalu memikirkan orang lain menjadi aku yang memikirkan diriku sendiriku. Aku harus bahagia lebih dulu untuk bisa membuat orang lain bahagia.

Aku harus bangkit lebih dulu untuk bisa membuat orang lain bangkit. Karena hidup itu tidak semudah menulis drama cerita, tidak seindah drama korea, dan tidak sesimpel kata-kata motivasi. Hidup itu realistis, jadi berubahlah dan kau akan menemukan jalan untuk bahagia.

#GrowFearless with FIMELA