Banjir Mengubah Prioritas Resolusiku

Endah Wijayanti diperbarui 24 Jan 2020, 12:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.

***

Oleh: Jane Katherine - Jakarta Timur

BANJIR! Satu kata tertepat memasuki tahun 2020. Kata yang membuat semua resolusiku berubah. Izinkan aku berkisah sedikit tentang diriku. Aku menikah akhir tahun 2016 dan dikaruniai satu anak laki-laki di akhir tahun 2017. Aku sekarang menjadi ibu rumah tangga.

Sebelum menikah aku tidak pernah kebanjiran. Setelah menikah aku pindah ikut suami, tinggal di tempat mertua yang kalau hujan, hanya jalanannya saja yang banjir. Tanggal 1 Januari 2020 adalah banjir perdanaku. Air di dalam rumah sepaha, di halaman rumah seperut, di jalan sedada. Maka mengungsilah kami semua. Kalau cerita tentang banjir memang tidak ada habisnya. Lalu apa hubungannya dengan resolusiku yang berubah karena banjir? Begini, rumah kami adalah rumah baru yang pengerjaan pembangunannya baru selesai bulan November 2019. Lokasinya persis sebelah rumah mertua. Karena baru punya rumah, resolusi aku lebih fokus ke bangun ini, bangun itu, beli ini, beli itu hanya untuk mempercantik rumah. Padahal belum diperlukan.

Menjelang Natal dan Tahun Baru pun aku memaksa diri bikin ini, bikin itu, buat ornamen Natal, vermak baju, beli baju, dekor rumah, dan lain-lain yang kesemuanya HARUS serba biru putih, sama seperti warna pohon Natalnya, sehingga ketika kami berswafoto di pohon Natal tanggal 25, hasil fotonya layak upload di Instagram dengan caption "Merry Christmas from us", dengan harapan banyak yang like dan comment "Merry Christmas too".

Begitu juga rencanaku di tahun baru. Sebegitu noraknya aku mengutamakan materi agar bisa pamer di medsos. Begitu banjir melanda, porak porandalah semua. Mata, hati, otak terbuka menyadarkanku untuk ‘biasa aja, jangan norak’. Karena hal terpenting yang seharusnya dilakukan justru selalu terlewatkan, yaitu Saat Teduh atau biasa disingkat SaTe: aktivitas mengawali hari dengan berdoa dan membaca kitab suci setiap subuh. Berdoa bersama suami, mengucap syukur atas semua yang telah berlalu, atas semua berkat yang sudah diberikan, atas masih adanya orang-orang yang saling menyayangi di sekitar kami, memohon ampun atas segala dosa yang kami lakukan, dan sebagainya (termasuk agar tidak kebanjiran lagi). Aku ingat tanggal 1 Januari subuh, aku lihat air sudah mau masuk rumah.

Aku berdoa dalam hati supaya Tuhan beri kekuatan dan ketenangan karena betapa aku dan suami harus angkat barang berat seperti kulkas, mesin cuci, dan sofa ke atas bangku dalam waktu singkat. Kami juga harus menerjang arus banjir sambil membawa barang-barang dan menggendong anak kami yang berusia dua tahun untuk mengungsi.

Keesokan harinya air sudah surut dan kami pun pulang. Begitu masuk rumah, selain rasa sesak melihat kondisi rumah yang penuh lumpur, aku merasa terberkati melihat barang-barang berat yang berhasil kami angkat ke atas kursi berdua saja. Aku yakin Tuhan campur tangan pada saat itu. Berdoa memang tidak membuat banjir tidak masuk ke dalam rumah. Tapi dengan berdoa, hatiku tenang sehingga aku mampu mengontrol emosiku. Kadang kelepasan, tapi tidak aku biarkan berlarut-larut.

2 dari 2 halaman

Hidup yang Lebih Baik

ilustrasi./Photo by Renato Abati from Pexels

Saat SaTe, kami berdoa dan mendiskusikan firman yang sudah kami baca, kemudian menghubungkannya dengan aktivitas sehari-hari beserta dengan permasalahan yang kami hadapi. Biasanya aku memanfaatkan momen ini untuk mengomunikasikan hal-hal yang mengganjal di hati yang sulit aku utarakan ke suami. Begitu juga sebaliknya. Menurutku menyertakan masalah rumah tangga dalam SaTe adalah tepat karena kondisi hati kami sedang tenang, sehingga perjalanan menuju solusi atas permasalahan yang ada dapat ditempuh dengan nyaman tanpa prahara rumah tangga yang berlebih.

SaTe baik dilakukan saat masih subuh. Tapi kami masih selalu dikalahkan oleh rasa kantuk yang hebat. Kalau pun bangun subuh yang terpikir pertama kali adalah mandi, masak, beres-beres rumah dan sebagainya. Sebelum menjadi ibu rumah tangga seperti sekarang ini, aku bekerja pada salah satu perusahaan asing di Jakarta Utara. Saat itu aku berpikir mungkin SaTe sulit dilakukan karena aku bekerja. Begitu bangun langsung siap-siap pergi ke kantor.

Tapi toh, setelah menjadi ibu rumah tangga yang notabene di rumah terus, SaTe tetap saja terabaikan. Jadi kesalahan ada pada diriku yang sering tidak sadar? Sekalinya aku sadar, gantian suami yang susah sadar. Sampai akhirnya SaTe pun terlupakan. Oleh karena itu SaTe penting sekali untuk dicantumkan dalam daftar resolusiku. Selain SaTe aku juga harus rajin berolahraga di pagi hari. Sejak menjadi ibu rumah tangga, jam tidurku lebih dari cukup. Saat sedang menidurkan anak, aku pun ikut tertidur. Asupan makananku juga sudah mulai sembarangan. Mulut ini mudah sekali melahap jajanan yang lewat di depan rumah. Camilan yang di stok suami untuk seminggu sering ludes hanya dalam waktu beberapa hari saja.

Lemak tak penting di tubuh rasanya semakin bertambah diikuti ukuran badan yang memekar. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga semakin terasa melelahkan. Mungkin aku akan mulai dari yang paling sederhana dulu: stretching selama 3-5 menit per hari, lalu menambah gerakan dan durasinya setiap minggu. Aku harap cara ini membaikkan kondisi tubuhku. Setidaknya bugar saja dulu supaya semakin kuat dan sehat. Sebenarnya aku ingin punya perut yang rata dan six pack. Namun itu terlalu mulia untuk aku jadikan target, mengingat dari zaman masih muda belia pun hal itu sulit aku wujudkan. Kalau pun terwujud, itu adalah bonus atas kerja kerasku.

Dan pada akhirnya, Saat Teduh dan olahraga terasa terlalu sederhana untuk aku jadikan resolusi. Tapi aku yakin, dua hal itu adalah pondasi kuat yang aku butuhkan untuk tetap semangat dan merubah hidupku menjadi lebih baik lagi.

#GrowFearless with FIMELA