Bekerja Jauh dari Keluarga, Cinta Orangtua Selalu Jadi Peneguh Jiwa

Endah Wijayanti diperbarui 22 Jan 2020, 07:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.

***

Oleh: Kristina Siantar - Medan

Usiaku 28 tahun dan tuntutan untuk semakin bijaksana dalam hidup ada di pundakku. Tepat Desember kemarin aku memutuskan untuk pulang kampung karena hampir dua tahun aku tidak mengunjungi orangtuaku. Sebagai wanita perantau yang sudah lima tahun bekerja di Jakarta tentu kampung adalah tempat yang paling nyaman untuk dikunjungi.

Kampungku terletak di Medan. Kota kecil yang menjadi ibu kota Sumatera Utara itu tempatku dibesarkan oleh kedua orangtuaku. Orangtuaku yang tidak muda lagi. Mewajibkan aku pribadi untuk membantu mereka dalam hal finansial, walau yang kubantu tidak sebanding dengan usaha mereka menjadikanku seperti sekarang ini.

Sesampainya aku di bandara, ibuku menyambutku dengan senyumannya yang merekah dan pelukan hangat yang selalu kurindu di tanah perantauan. Sesekali kubuka HP untuk mengambil gambarku dan dirinya sebagai kenangan setelaha ku kembali ke tanah rantau. Sesampainya di rumah, tidak kalah ayahku langsung memberiku suapan nasi dari tangannya. Gembiranya mereka dengan kepulangan seorang putri yang sudah lama tidak pulang dari tanah rantau.

Perjalananku tidak seperti perantau pada umumnya. Aku tergolong anak yang susah untuk menabung, oleh karenanya keuanganku pun masih tidak stabil. Sembari dengan sigap adikku langsung menyambut dengan membuka koper yang kubawa. Dia mengambil semua pakaian yang sudah kukumpulkan untuknya.

Kakak laki-lakiku hanya terdiam dan sesekali tersenyum menoleh ke arahnya, dia juga mengatakan kalau tubuhku yang semakin subur semenjak di perantauan. Beliau seorang PNS yang memutuskan untuk pindah ke Medan karena rasa rindunya tinggal bersama orangtua. Kepindahannya pun menghabiskan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Dia mengatakan, “Saat aku merasakan sakit di tanah rantau, hal yang paling mahal yang tidak bisa kubayar adalah dirawat oleh orangtuaku sendiri." Maklum karena kakakku pernah merasakan operasi usus buntu dahsyat yang sudah bernanah pada tahun 2019 lalu, di mana hanya adiku yang dapat mengunjungi dan merawatnya karena kondisi orangtuaku saat itu masih sakit karena diabetes.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Orangtua adalah Sosok Terpenting dalam Hidup

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/GBALLGIGGS

Aku tersadar, orangtua adalah harta yang tak bisa kudapatkan di mana pun, bukan uang miliaran rupiah yang bisa habis dengan semenit saja. Aku salah mengatakan nanti setelah aku punya uang akan seperti ini dan seperti itu dengan orangtuaku. Bahkan banyak rencana yang sudah disusun seandainya tabunganku mencukupkan nantinya. Di balik itu semua ternyata sekalipun aku merasa sukses di perantauan, namun jika mereka sedih karena terabaikan olehku, itu artinya aku gagal menjadi seorang anak.

Dalam hatiku selalu aku meminta maaf untuk orangtuaku, bahkan di dalam doaku karena seringnya aku lupa memberi kabar kepada mereka. Intensitasku berkomunikasi dengan teman dan pacar mungkin lebih banyak dibandingkan orangtuaku. Aku sangat menyesal pernah menyia-nyiakan waktuku dengan jarang menelepon orangtuaku. Aku berjanji di dalam hati untuk selalu memberi kabar kepada mereka, tidak peduli seberapa sibuknya rutinitas ini.

Liburan kali ini bisa dikatakan bagian dari introspeksi diri, karena ternyata harta itu bukan berupa uang saja, rumah mewah, tabungan dan investasi. Seberapa beratnya beban orangtua dahulu berhasil mendidik ketiga buah hatinya, agar mendapat sandang, pangan papan yang layak, bahkan diizinkan untuk bersekolah sampai ke jenjang sarjana walau kami berasal dari keluarga yang dikatakan cukup.

Ayahku sering berkata, “Kamu bisa saja kehilangan semua uang atau kamu memang tidak punya harta untuk dibagi untuk orangtuamu. Namun, ingatlah ini, kalian adalah harta yang sangat berharga untuk kami, orangtua kalian." Sebagai anak aku merasa cukup gagal, karena setahun belakangan aku sibuk dengan urusan pribadi dan jarang berkomunikasi dengan orangtua.

Dua minggu berlalu, dan liburan pun telah usai saatnya untuk kembali ke realita kehidupan anak rantau. Untuk membalas kesalahan pada tahun sebelumnya, aku berjanji untuk tiap hari paling tidak harus menelepon orangtua, menanyakan kabarnya, mendengar suaranya, dan sebisa mungkin menciptakan senyum di wajahnya.

Aku sudah memulainya di awal tahun 2020 dan akan konsisten untuk menelepon dan berkomunikasi dengan orangtua setiap hari. Mari ciptakan senyum di wajah orangtua kita setiap saat, karena sejatinya harta yang nyata adalah mereka, orangtua yang rela memberikan seluruh hidupnya untuk diabdikan kepada anak-anaknya. Melalui tulisan ini aku memberikan apresiasi kepada setiap orangtua di mana pun berada dan mengajak kamu untuk lebih mencintai orangtuamu selama mereka ada.

#GrowFearless with FIMELA