Jangan Mau Dibodohi atas Nama Cinta, Kebahagiaanmu Jauh Lebih Berharga

Endah Wijayanti diperbarui 16 Jan 2020, 07:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.

***

Oleh: FNA - Yogyakarta

Pelan Tapi Pasti, Aku Ingin Menemukan Kebahagiaan dengan Caraku Sendiri

Dear Fimela,

Tahun lalu adalah salah satu tahun terberatku. Cobaan silih berganti, bahkan aku tak berpikiran untuk merealisasikan resolusi 2019. Karena bagiku, apa yang ada dan terjadi ya sudah aku jalani saja. Waktu itu, umurku 24 tahun. Aku tahu betul bahwa di umurku itu, aku sedang lelah dan bingung mengenai kehidupan. Yang paling umum adalah proses mencari jati diri dan juga proses mencari pasangan hidup. Tahun lalu adalah masa akhir studiku di magister. Aku banyak mengalami kendala waktu itu, tapi aku tidak tahu mengapa serasa seperti mengalir saja.

Tapi anehnya, aku kebingungan dengan apa yang sudah dan akan aku jalani setelahnya. Apakah ini hidupku atau aku hidup di atas ekspektasi orang lain? Saat itu aku juga berharap segera dipertemukan dengan jodohku, seperti layaknya teman-temanku yang sudah menikah dan mempunyai anak. Wanita mana yang tidak iri melihat wanita lain memiliki keluarga kecil yang harmonis. Tapi sayangnya tak satu pun harapan itu terwujud. Aku lulus dengan predikat cumlaude dan tercepat, tapi anehnya aku tidak merasakan kebanggaan apa pun. Aku merasa bahwa yang aku jalani ini bukanlah hidupku.

Aku juga mencoba peruntungan cinta di tahun 2019. Aku dekat dengan salah satu kawan di kuliah, dari S1 hingga S2 kami bersama-sama. Aku merasa kami berdua saling mencintai, nyatanya tidak demikian. Lucu, seseorang dengan gengsi besar sepertiku menyatakan cintaku kepadanya. Dengan perantara teman perempuanku, aku menyatakan perasaanku. Dan berakhir dengan, “Kita hanya teman saja." Ya, itu jawaban singkat darinya. Aku mencoba untuk legowo, sabar dan menerima kenyataan ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku mencoba terus melanjutkan hidup, mencoba untuk bersikap biasa saja dan seperti tak terjadi apa-apa. Tapi masalah datang lagi, seseorang yang dulu menghilang tiba-tiba muncul lagi.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Mencoba Peruntungan Cinta

Ilustrasi/copyrightshutterstock/Rawpixel.com

Dia adalah teman lamaku di SMA. Dulu dia berkali-kali menyatakan perasaannya tapi tak kunjung aku terima. Akhirnya beberapa kali dia berusaha, aku terima juga. Sayangnya dia seperti orang yang tidak serius dan sering menghilang tanpa kabar. Akhirnya kami saling berkomunikasi kembali, dan tiba saatnya aku tanyakan keseriusannya. Dia meminta maaf kepadaku bahwa aku dan dia tidak bisa bersama karena beberapa hal. Aku menghormati keputusannya, karena aku berpikir alasannya masuk akal. Dia berpamitan dengan berpesan untuk jangan membencinya, dan dia tidak ada maksud untuk menyakiti hatiku. Katanya dia ingin fokus dengan kariernya, belum berpikir pernikahan dan juga sedang tidak dekat dengan siapa pun.

Tiba saatnya tiga bulan kemudian dia memperkenalkan perempuan di Instagramnya. Dan beberapa minggu kemudian ada kabar bahwa mereka telah menikah. Aku bahkan tidak dikabari, dan aku hanya tahu mereka menikah lewat media sosial temannya. Syok, aku bahkan merasa seperti orang bodoh. Aku sedih, dan cerita dengan beberapa teman SMA ku. Dan ada fakta mengejutkan bahwa yang laki-laki itu bodohi bukan hanya aku, melainkan beberapa temanku juga dibodohi olehnya. Aku bahkan membenci diriku sendiri, kok bisa aku dibodohi laki-laki macam dia. Dia menggunakan status pekerjaannya untuk membodohi para wanita yang tidak lain adalah teman-temanku sendiri.

Semenjak itu aku mulai terima, karena aku juga bersyukur telah dihindarkan dari laki-laki sepertinya. Jadi aku mulai menerimanya dengan lapang dada. Hidup terus berjalan, aku sempat hiatus dari media sosial. Selama itu pula aku masih dirundung beberapa masalah lainnya.

Aku difitnah telah mengambil calon suami orang lain, dan adu domba dari teman dekatku sendiri. Seperti ditusuk-tusuk dadaku, yang aku anggap sebagai teman dan sahabat ternyata menusukku dari belakang. Tidak tahu mengapa di tahun 2019, aku seperti ditunjukkan wajah yang sebenarnya dari lingkungan pertemananku. Harusnya aku tidak begitu percaya dengan seorang pun waktu itu. Aku sedih sekaligus bersyukur bahwa aku diberitahu oleh Tuhan mana orang-orang di sekitarku yang baik dan tidak. Sedih, aku harus banyak kehilangan orang yang aku sayang.

3 dari 3 halaman

Memutuskan untuk Berubah

Ilustrasi./Copyright pexels.com/@d-ng-nhan-324384

Dan kini aku putuskan untuk berubah. Selama ini hidupku dipenuhi dengan aturan orang lain. Aku selalu berpikir bagaimana orang lain memandang sesuatu terhadapku. Aku juga tidak akan terburu-buru tentang menikah karena aku sadar bahwa waktu itu aku hanya terpengaruh orang lain. Aku ingin menikah karena orang lain telah menikah. Aku benar-benar tidak bisa menentukan hidupku sendiri. Masalahku kini juga ada pada karir. Aku belum bekerja, tapi orang tua menuntutku untuk segera bekerja dengan gaji dan jabatan yang tinggi. Lucu, mana ada baru lulus sudah langsung dapat gaji dan jabatan dengan jurusan ku kini.

Aku maklumi karena pengetahuan orangtua mengenai pendidikan dan pekerjaan tidak begitu baik. Dari dulu, impianku dengan impian kedua orangtuaku berbeda jauh. Orangtuaku tergolong otoriter, apa yang diharapkan mereka harus aku turuti dengan dalih untuk kebahagiaanku. Padahal, mereka justru tidak tahu sama sekali tentang kebahagiaanku. Entah kenapa kali ini aku ingin berontak. Aku benar-benar ingin menjadi diriku sendiri yang bisa menentukan lajur kehidupanku sendiri. Aku ingin menjadi pengusaha dan bisa traveling ke beberapa negara yang dari dulu aku impikan.

Kini aku akan melakukan apa yang aku suka dan aku akan menjadi bahagia dengan caraku sendiri. Maafkan aku ibu dan ayah, aku akan buktikan bahwa aku bisa bahagia dan membahagiakanmu dengan caraku sendiri.

Aku kini menghapus sementara seluruh akun media sosialku. Mencoba memulai semuanya dari awal lagi, dan mencoba untuk menjadi diriku yang berbeda. Jika nanti aku sudah siap dan telah menemukan jati diriku, aku akan kembali. Menunjukkan kepada mereka bahwa aku baik-baik saja dengan kehidupanku saat ini. Bahkan jika itu akan bertolak belakang dengan kehidupanku yang selama ini mereka ketahui.

Aku ingin mencoba menemukan hakikat mengapa aku hidup. Mencoba untuk berdamai dengan diri sendiri. Menerima segalanya dan mengakui bahwa semua yang terjadi merupakan cara Tuhan dalam mendewasakanku. Aku harus bangkit dari keterpurukanku. Semoga tahun ini aku mulai menemukan pecahan-pecahan kehidupanku. Sedikit demi sedikit, pelan-pelan saja tidak apa-apa. Aku tahu bahwa semuanya butuh proses yang lama, tapi aku yakin pasti bisa.

#GrowFearless with FIMELA