Fimela.com, Jakarta Punya momen yang tak terlupakan bersama ibu? Memiliki sosok ibu yang inspiratif dan memberi berbagai pengalaman berharga dalam hidup? Seorang ibu merupakan orang yang paling berjasa dan istimewa dalam hidup kita. Kita semua pasti memiliki kisah yang tak terlupakan dan paling berkesan bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam lomba dengan tema My Moment with Mom ini.
***
Oleh: Icha - Jember
Aku wanita berusia 25 tahun yang baru saja menjadi ibu baru. Aku yang terlahir sebagai anak tunggal membuatku mendapatkan apa yang aku inginkan kala masih melajang. Tidak mempunyai adik dan tidak suka anak kecil membuatku kesusahan untuk belajar mengurus bayi dengan benar.
Sejak lulus sekolah aku sudah bekerja di kantoran. Membuatku tidak memiliki waktu untuk sekadar dekat dengan anak saudara yang masih kecil. Dan ketika aku sudah menikah dan positif hamil membuatku kelabakan bagaimana nantinya aku akan mengurus anakku. Berbekal smarthphone dan jaringan internet aku mulai belajar via online, bergabung dengan grup-grup parenting dan sharing kesehatan.
Di samping itu ibuku terus saja menuntunku, mengajariku dan selalu memberikan pengetahuan yang ia tahu. Saat ibu mertua melarangku memakan udang karena mitos kepercayaannya, ibuku dengan lembut memberitahuku untuk tidak membatah ucapan mertua u. Tapi membolehkan makan udang ketika di luar rumah atau sedang berkunjung ke rumah ibu. Ibu memberi tahu bahwa kandungan udang sangat baik untuk perkembangan bayi.
Ketika mendekati HPL tapi masih belum merasakan apa pun, kerabat terdekat suami mulai menakuti dengan menghubungkan mitos dan pantangan-pantangan yang pernah aku terobos. Ditambah bidan desa yang ketus dan buru-buru memvonisku harus operasi SC membuat mentalku down. Beruntung ada suami yang selalu menenangkan. Dan ibu yang slalu mengembalikan kepercayaan diriku dan selalu mengingatkanku untuk memohon pertolongan kepada Sang Pencipta. Dengan sabar ibuku perjalan bolak-balik dari rumahnya ke rumahku hanya untuk memastikan putrinya mendapat dukungan untuk berjuang melahirkan.
Di hari aku melahirkan, ibuku datang dengan tenang. Ketika yang lain sudah tergopoh-gopoh dan penuh kecemasan, ibuku selalu menuntunku untuk menyebut nama Allah agar diberi kemudahan dalam persalinan ini. Alhamdulillah bayiku lahir dengan sehat dan selamat meski ada luka robekan dan harus mendapat 16 jahitan.
Kerabat terdekat suami mulai melakukan aksi nyinyir lagi. "Jarang jalan pagi sih, makanya susah keluarnya dapet banyak jahitan kan!" Ada pula, "Pasti bokongnya di angkat, makanya jahitannya banyak. Kalau aku dulu cuma satu jahitan." Jujur saja sakit bekas melahirkan dan sakitnya jahitan belum usai sudah mendapat sakit hati dari nyinyiran saudara.
Lagi-lagi ibuku menenangkan, "Nggak apa-apa, ini perjuangan jadi seorang ibu. Kamu selamat dan melahirkan bayi sehat, Ibu sangat bersyukur. Nggak perlu dengar omongan orang yang bikin kamu tambah sakit. Nggak ada tuntutan untuk lahir normal tanpa jahitan di kitab undang-undang." Dengan dibalut guyonan ibu membuatku kembali percaya diri.
Pasca melahirkan tapi ASI tak kunjung keluar, lagi-lagi saudara terdekat dengan wajah tanpa dosanya mulai aksi nyinyir lagi, "Makanya banyak makan sayur dan minum jamu, nggak usah nurutin bidan deh nggak pakai minum jamu-jamuan segala ASI-mu seret, kan? Berani bertaruh anakmu nggak bakal minum ASI. Paling ujung-ujungnya sufor." Sebagai ibu baru aku mulai kepikiran dengan ucapan-ucapan saudara yang sama sekali tidak memberiku dukungan.
Ibu Selalu Menenangkanku
Hampir setiap hari di kala waktu magrib tiba dan hanya tinggal aku berdua dengan bayiku, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak yakin akan bisa menjadi ibu yang baik untuk bayiku. Aku sudah mulai merasakan gejala baby blues seperti pada artikel yang sering kubaca.
Suami merangkulku dan menenangkan, tapi hati ini masih saja tidak ada keyakinan. Karena melihatku begitu rapuh suami menelepon ibuku meminta tolong untuk datang. Karena dia tahu salah satu sumber kekuatanku ada pada ibu.
Hari itu sudah malam, perjalanan dari rumah ibuku ke rumah butuh waktu sekitar 1-2 jam. Pukul 22.00 ibuku datang, beliau langsung menghamburku. Mengatakan perkataan yang menenangkan. Lalu mengeluarkan pompa ASI elektrik dari dalam tasnya. Menyuruhku untuk mencoba memerah ASI-ku dengan itu sembari mengatakan kata-kata dukungan, "Kalau anakmu nggak mau nenen langsung nggak apa-apa. Zaman sudah canggih, sudah ada alat perah elektrik yang bisa memerah ASI lalu menyusui dengan media botol. Ini juga salah ibu sebelumnya karena langsung memberi anakmu dot kala baru lahir. Mengakibatkan dia jadi bingung puting. Nggak apa-apa minum botol toh isinya tetap ASI."
Hari-hari berat awal menjadi seorang ibu sudah terlewati, aku sudah mulai bisa mengendalikan diri dari nyinyiran-nyinyiran ringan yang hampir setiap hari aku dengar. Terkadang hal remeh seperti teknik gendong menggendong pun masih saja di permasalahan.
Ketika aku menggendong dengan teknik m-shape, mereka bilang usia anakku terlalu dini untuk dipekeh. Dengan mengingat pesan ibuku aku mencoba untuk enjoy dan terus manjalani pola asuh yang menurutku benar, "Kalau omongan orang itu berguna pakai saja, kalau omongan orang itu membuatmu tidak percaya diri kamu cukup upgrade ilmumu dari mana pun. Tunjukkan apa yang dia katakan salah besar atau hanya sekedar mitos. Kamu kuat kamu akan sukses jadi orangtua."
Terima kasih, Bu untuk segala pengorbananmu, untuk segala perjuanganmu sedari aku masih dalam bentuk segumpal darah hingga kini aku telah menjadi seorang ibu. Terima kasih untuk selalu percaya dan selalu mendukungku selama ini. Mengingatkanku ketika apa yang kulakukan adalah sebuah kesalahan.
Terima kasih untuk bekal ilmu kehidupan yang telah kau wariskan padaku. Bu, maafkan anakmu ini jika untuk mengucapkan terima kasih masih malu-malu. Semoga segala kebaikanmu terbalaskan dengan pahala yang tak terhingga. Semoga segala dosa-dosamu di hapuskan oleh Sang Pencipta. Bu, aku tak mampu membalas segalanya yang telah kau beri, hanya seuntai doa yang kusebutkan de setiap lima waktuku. Semoga ibu sehat dan hidup bahagia. Love, Gendukmu.
#GrowFearless with FIMELA