Seringkali Baru Saat Sudah Dewasa, Kita Mengerti Besarnya Pengorbanan Ibu

Endah Wijayanti diperbarui 10 Des 2019, 10:35 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya momen yang tak terlupakan bersama ibu? Memiliki sosok ibu yang inspiratif dan memberi berbagai pengalaman berharga dalam hidup? Seorang ibu merupakan orang yang paling berjasa dan istimewa dalam hidup kita. Kita semua pasti memiliki kisah yang tak terlupakan dan paling berkesan bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam lomba dengan tema My Moment with Mom ini.

***

Oleh: M - Manado

Kondisi kesehatan yang tidak begitu baik sejak lahir membuatku yang anak pertama ini dimanja oleh papa dan keluarga besarnya. Keinginan yang terus-menerus dipenuhi membuatku tumbuh menjadi anak yang egois dan sering berselisih dengan mama sejak kecil. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, hal ini jelas jadi masalah di dalam rumah. Aku yang tidak mau mengalah dan tidak bisa mendengar kata tidak pada setiap keinginan menciptakan riak dalam hubungan kakak-beradik. Mama, terlahir sebagai anak pertama dari keluarga sederhana ingin aku menjadi kakak yang mandiri, tapi apa pun yang coba ia lakukan membuatku justru membencinya.

Sebuah perubahan besar terjadi ketika aku berusia sepuluh tahun. Kami sekeluarga tanpa papa diboyong ke kota kelahiran mama. Berbagai kendala karena kesulitan beradaptasi mewarnai kehidupanku pada dua tahun pertama. Hampir setiap hari aku berselisih mulut dengan mama dan meminta pulang ke kota kelahiranku. Di kota ini aku benar-benar dituntut menjadi seorang kakak. Bertanggung jawab terhadap ketiga adikku yang untuk melakukannya saja aku tidak tahu bagaimana caranya. Bertahun-tahun amarahku terpendam dan kulampiaskan dengan berbuat onar di sekolah.

Di hari kelulusan SMA, ada satu tradisi kelulusan yang kukenal sejak bangku sekolah dasar. Memasangkan bunga di dada orangtua dan mengucapkan terima kasih juga meminta maaf. Hari itu aku menangis sejadi-jadinya saat melakukannya. Aku ingat saat kelulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, mama tidak ada karena pekerjaannya. Aku hanya bisa menyaksikan teman-temanku melakukannya pada orangtua mereka.

 

2 dari 2 halaman

Memahami Mama

Ilustrasi./copyright shutterstock

Mama jarang hadir pada rapat orangtua murid, pengambilan rapor, dan kelulusan. Hari itu, untuk pertama kalinya, aku tidak membenci mama seperti sebelumnya. Aku melihatnya sebagai orang berbeda. Bahwa ketidakhadirannya pada momen-momen yang kuanggap penting bukan karena ia tidak peduli padaku. Ia membesarkan empat orang anak sendirian dengan badan yang makin habis.

Hubungan kami baru membaik setelah aku menyelesaikan pendidikan dan mencari pekerjaan. Aku memutuskan indekos untuk mengurangi biaya transportasi dengan tujuan bisa menabung. Kami masih sering berdebat pada hal-hal yang tidak kami sepakati. Mama pengambil risiko yang berani, sementara aku pemikir yang penuh pertimbangan. Dua pribadi yang bertolak belakang namun sangat kuhormati.

Aku tidak pandai mengekspresikan sayang melalui kata-kata. Aku hanya memastikan aku ada saat mama membutuhkan teman bercerita. Aku masih belum bisa membawanya ke tempat yang sangat ingin ia datangi. Menjadi pendengar agar ia tak menanggung semuanya sendiri, setidaknya itu hal yang bisa kulakukan saat ini. Meski sering tidak sepakat, kami berdua menyukai berkunjung ke tempat-tempat baru dan mencoba kuliner baru di tiap tempat makan yang kami singgahi.

Ma, terima kasih karena masih menyisakan stok sabar untuk setiap kecewa yang kutorehkan di hatimu. Terima kasih karena tidak menyerah menghadapi keras kepala dan keegoisanku. Ma, tunggu sebentar lagi ya. Aku sedang berusaha dan kita akan mengunjungi tempat itu bersama-sama. Aku menyayangimu, Ma.

 

#GrowFearless with FIMELA