Fimela.com, Jakarta Memiliki sosok pahlawan yang sangat berjasa dalam hidupmu? Punya pengalaman titik balik dalam hidup yang dipengaruhi oleh seseorang? Masing-masing dari kita pasti punya pengalaman tak terlupakan tentang pengaruh seseorang dalam hidup kita. Seperti pengalaman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Hero, My Inspiration ini.
***
Oleh: Sri - Surakarta
Baru kumengerti setelah setua ini, jasa guru betapa luar biasanya. Tak ternilai, tak terhingga. Seperti sepenggal lirik, “Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa,” atau “Jasamu tiada tara." Aku baru menyadari pengorbanan guru ketika aku mendampingi cucu-cucuku bersekolah.
Saat sekolah dulu, melihat guru mengajar tidak ada arti penting bagiku. Pikirku hanya satu. Memperhatikan apa yang diajarkan. Itu saja. Selebihnya aku tidak mau tahu apa yang sudah dilakukan guru padaku.
Dua cucuku hanya berselang satu tahun tiga bulan. Saat yang satu didaftarkan TK, yang satu lagi merajuk minta sekolah juga. Alhasil keduanya sekolah di kelas yang sama. Namun, aku dan ibunya anak-anak sudah berencana jika mereka naik kelas nanti, salah satu akan tetap tinggal di kelas sebelumnya. Kami sama-sama khawatir kalau nanti mereka terus-terusan satu kelas pasti akan ada yang kalah.
Punya anak dan menantu yang bekerja sudah tentu menjadi kewajibanku merawat cucu-cucuku. Dari awal memang sudah kuniati. Anakku hanya satu, dan kelak jika aku punya cucu, aku ingin merawatnya sendiri dengan pengawasan dan didikan yang maksimal. Karena sewaktu ibunya kecil dulu aku melewatkan waktu tumbuh kembangnya karena aku harus bekerja. Selain itu kehadiran dua cucu sebagai penawar sepi saat anakku menikah dan harus mengikuti suaminya.
Hari pertama sekolah disambut dengan bahagia oleh kedua cucuku. Mereka sangat antusias saat memakai seragam dan peralatan sekolah yang baru. Awalnya ada keresahan dalam hati Ibu mereka, tapi aku menenangkan dan memastikan bahwa anak-anak pasti akan cepat beradaptasi.
Guru adalah Sosok Luar Biasa
Sepertinya keresahan ibunya anak-anak terjawab. Seminggu pertama sekolah nampaknya anak-anaknya masih belum bisa beradaptasi. Memang sungguh berbeda jika dibandingkan di rumah. Di rumah mereka bisa melakukan apa saja dengan nyaman. Tapi ketika di sekolah, dua anak ini selalu saja nempel sama neneknya. Jangankan berinteraksi dengan gurunya, main bersama teman-teman baruya saja mereka tidak mau. Sekalinya mau, mereka selalu minta ditemani neneknya.
Minggu kedua harusnya anak-anak sudah mulai masuk kelas sendiri tanpa didampingi orangtua mereka. Tapi di luar dugaan, anak-anak masih saja tidak mau mandiri dan bersikeras memintaku menemani mereka di dalam kelas. Terus terang aku tidak enak hati pada guru mereka. Apalagi sekolah ada tata tertib yang mengatur anak tidak boleh ditunggu orangtua selama sekolah. Saat dipaksa masuk, keduanya pun nangis. Mereka tidak mau melanjutkan sekolah dan minta pulang. Sebagai nenek yang tentu saja tidak tega melihat cucu-cucunya rewel, akhirnya keduanya kuajak pulang.
Hari berikutnya anak-anak mau masuk sekolah tapi mereka sudah bisa memberi syarat pada neneknya. Mereka mau masuk asal aku menunggu mereka di dalam kelas. Ibunya anak-anak sempat menegur mereka, tapi aku menenangkan dan akan mencari cara supaya anak-anak segera merasa nyaman di sekolahnya.
Bu guru dengan sabar mengajak anak-anak ngobrol ketika dia tahu bahwa anak-anak tetap tidak mau masuk kelas kalau tidak bersamaku. Akhirnya bu guru mengizinkanku menemani mereka. Tapi bu guru bilang kalau besok anak-anak harus dilatih mandiri. Mau tidak mau aku harus meninggalkan mereka. Aku sempat protes bagaimana kalau anak-anak akhirnya mogok sekolah karena anak merasa dipaksa? Bu guru menjamin tidak akan ada hal seperti itu. Semuanya hanya butuh proses. Yang penting ada niat orangtua untuk mempercayakan anak-anak kepada gurunya.
Seperti yang bu guru pesankan, hari itu aku meninggalkan cucu-cucuku di dalam kelas. Sesuai dugaanku, mereka berdua menangis sejadi-jadinya. Naluri seorang nenek yang ingin segera meraih cucunya yang rewel pun muncul. Namun ketika kakiku akan melangkah bu guru melarang dan memintaku menunggu di luar saja.
Melihat bu guru yang mulai kewalahan menghadapi kedua cucuku, ada rasa iba yang muncul. Aku tahu betul kedua cucuku itu sulit untuk ditenangkan kalau sudah ngambek. Bahkan adiknya bisa lebih lama nangis kalau sudah kesal. Tiga orang guru yang mengampu di kelas cucuku bergotong royong menenangkan keduanya. Belum lagi menenangkan anak-anak lain yang ikut-ikutan nangis karena merasa terganggu dan anak-anak lain yang tidak bisa diam di kelas. Melihat itu sungguh trenyuh dalam hatiku. Kadang mengawasi dua anak saja aku kelabakan. Tapi guru-guru di dalam sana mampu mengatasi 25 anak dengan karakter yang berbeda-beda.
Besarnya Jasa Guru
Hari berikutnya dengan drama yang masih sama, aku mengantarkan cucuku sampai depan kelas. Bu guru segera menyambut dan meraih cucu-cucuku yang mulai merengek. Sedangkan aku kali ini menunggu mereka ke tempat yang agak jauh dari sebelumnya. Pintu kelas sedikit terbuka dan aku bisa melihat apa yang terjadi. Keduanya kembali menangis dan berontak. Bu guru pun dipukuli. Rasanya ingin menangis melihat kejadian itu. Kenapa anak-anak bisa sebegitunya pada guru mereka. Lalu dua guru menggendong anak-anak satu persatu. Memeluk dan menenangkan. Mereka sangat sabar dan perhatian sekali. Mereka tidak membentak anak-anak seperti yang kadang kulakukan pada mereka kalau aku sedang kesal padanya.
Satu bulan berlalu dan aku masih terus mengantar dan menunggui cucu-cucuku. Benar kata bu guru kalau anak-anak tidak akan mogok meskipun setiap pagi mereka masih suka nempel neneknya. Entah stimulasi macam apa yang para guru itu berikan pada anak-anak sehingga kali ini rengekan mereka sudah mulai reda. Bu guru mulai menuntun murid-muridnya mengaji, menyanyi, dan mengenal huruf juga angka. Meski sesekali murid-murid ada yang merengek dan gaduh, dengan lembut bu guru membuat mereka tenang dan menjadikan mereka kembali mengikuti pelajaran hari itu.
Aku mulai menginggalkan cucu-cucuku di sekolah meski sesekali mengintip dari balik pagar. Kebetulan kelas anak-anak bisa kulihat dari situ. Kakak sudah mulai nyaman. Tapi adik sepertinya masih belum. Suatu ketika aku masih melihatnya menangis dipangkuan gurunya. Dengan sabar gurunya menenangkan sambil terus mengajar. Tidak ada sikap kasar maupun bentakan yang ditunjukkan bu guru pada murid-muridnya itu.
Menunggu cucu sekolah nyatanya banyak hal yang bisa kupetik hikmahnya. Guru ternyata berperan penting dalam tumbuh kembang anak selain keluarganya di rumah. Dulu saat anakku sendiri masih balita, aku bahkan tidak mengerti apa yang sudah guru-guru lakukan pada anakku sampai si anak bisa berbudi dan pintar. Karena dulu aku juga tidak pernah sekalipun menungguinya sekolah karena pekerjaan. Dan sekarang aku baru tau sendiri ternyata seperti ini susahnya menjadi guru terlebih lagi seorang guru TK.
Menjadi guru TK/PAUD itu sulit. Bahkan terlampau sulit. Namun kadang mereka sering diabaikan. Gaji mereka tidak banyak dan sesekali protes orang tua juga banyak mengalir. Banyak yang berpikir bahwa tingkatan sekolah paling rendah juga menentukan bayaran rendah bagi pendidiknya. Padahal pendidik di tingkatan sekolah paling rendah itu yang akhirnya menciptakan generasi yang berkembang fisik motoriknya, kognitif, bahasa, sosial emosional, moral keagamaan, seni dan kreativitas termasuk permasalahan yang ditemui dalam berbagai aspek perkembangan tersebut. Belum lagi kadang mereka harus menerima protes orangtua yang merasa menitipkan anak-anak mereka, mereka merasa mampu membayar para pendidik ini kemudian bersikap seenaknya saja kalau si anak tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Padahal nyatanya, guru-guru ini sudah bersusah payah menjadikan anak-anak mereka menjadi pribadi yang berakhlak dan cerdas.
Mendidik anak-anak tidaklah mudah, apalagi dengan karakter yang berbeda-beda. Namun saya melihat sendiri bagaimana para guru TK itu jatuh bangun menjadikan anak didiknya sebagai prioritas tanpa membedakan. Memberi mereka ilmu yang kelak akan mengubah anak-anak menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Anak-anak menjadi percaya diri dan juga berwawasan. Sungguh pekerjaan yang mulia sekali. Tidaklah mudah dilakukan bagi semua orang.
Semua guru adalah pahlawan. Terlebih guru TK. Karena mereka yang berperan besar dalam pembinaan dan pendidikan karakter anak-anak pada masa keemasan. Ketika salah mendidik tentu tidak bisa dibayangkan kerugian yang akan diterima di masa mendatang. Maka dari itu hargailah kehadirannya, sejahterakanlah mereka, karena tanpa jasa mereka, masa depan anak bangsa tidak akan berguna.
#GrowFearless with FIMELA