Fimela.com, Jakarta Masing-masing dari kita memiliki cara dan perjuangan sendiri dalam usaha untuk mencintai diri sendiri. Kita pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai definisi dari mencintai diri sendiri sebagai proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti tulisan yang dikirim Sahabat Fimela untuk Lomba My Self-Love Matters: Berbagi Cerita untuk Mencintai Diri ini.
***
Oleh: Rury Widyantari - Bogor
Sejak kecil aku sudah mengalami berbagai macam cemoohan, bahan tertawaan yang sekarang dikenal dengan bullying. Aku memiliki postur tubuh yang mana massa tulangku termasuk dalam ukuran besar. Hal itu yang membuat badanku terlihat lebih bongsor dibandingkan teman-teman yang lain. Ditambah lagi aku memiliki betis kaki yang ukurannya besar, bergigi jarang, dan hidung berukuran besar.
Awalnya aku tidak merasa ada yang aneh dengan kondisiku. Namun menginjak usia 6 tahun, teman-teman di sekolah mulai ada yang mengejek. Mereka menertawai betisku yang katanya seperti talas Bogor. Bahkan sahabat baikku pun mencemoohku di belakangku. Setiap hari ada saja yang meledek betisku. Belum lagi setiap aku berbicara atau tertawa, teman-temanku malah menertawai gigiku yang seperti gawang. Hal ini berlanjut sampai bangku SMP.
Bullying terberat aku dapatkan waktu SMP. Alhamdulillah prestasiku di sekolah mulai dari SD sampai SMP terbilang bagus. Bahkan aku dapat masuk salah satu SMP favorit di Jakarta. Selama SMP pun aku cukup dikenal dengan baik oleh para guru dikarenakan prestasi yang selalu aku dapatkan. Hinaan dan menjadi bahan tertawaan sewaktu SD sama sekali tidak pernah aku masukkan hati. Mungkin karena usia juga masih kecil sehingga semua aku anggap hanya bahan candaan semata. Namun, di bangku SMP inilah pertama kali aku merasakan sakit hati dihina karena bentuk fisikku.
What's On Fimela
powered by
Masa-Masa Sekolah
Ada kejadian yang selalu aku ingat sampai saat ini, sewaktu aku sedang berjalan menuju kelas, karena bel sudah berbunyi aku setengah berlari menuju kelas. Aku melewati segerombolan anak-anak yang sedang berkumpul di halaman. Saat aku melewati mereka tiba-tiba seperti kakiku terantuk sesuatu yang membuat aku jatuh. Benar-benar jatuh tersungkur dengan posisi tengkurap dan rok tersingkap. Saat mulai tersadar, di belakangku sudah bergemuruh suara tawa dari anak-anak tersebut. Refleks saat posisi masih tengkurap aku menengok ke belakang.
Aku melihat sahabatku bukannya membantu malah ikut menertawakanku. Ada satu anak perempuan yang sedang tertawa sambil bicara, “Si betis talas Bogor bisa juga jatuh. Kayak kodok lagi jatuhnya. Percuma betis gede kayak talas kalau diselengkat aja letoy." Entah keberanian datang dari mana, aku langsung bangun menhampiri anak itu, tanpa kata aku tonjok mukanya sampai dia jatuh ke lantai. Sama-sama tidak terima akhirnya kami baku hantam. Karena keributan itu, guru datang dan membawa kami ke ruang BP.
Keesokan harinya, orangtua kami dipanggil dan anak perempuan itu dapat hukuman skorsing satu minggu tidak boleh sekolah. Sejak kejadian itu, teman-temanku mulai menjauhiku. Mereka melihat mungkin saat itu aku adalah anak dengan bentuk fisik yang “aneh”. Aku sendiri tidak ambil pusing. Alhamdulillah keluargaku tidak pernah putus untuk support.
Menginjak bangku SMA, kami sekeluarga pindah ke Bogor. Hal yang aku khawatirkan masuk sekolah baru ternyata tidak terjadi. Malah selama di SMA inilah aku seperti “di andu” bahwa aku ternyata punya kelebihan di fisikku. Dan semua yang menyadarkanku bukan dari aku tapi malah dari teman-teman SMA-ku.
Dari awal masuk sampai lulus SMA tidak ada satu pun teman-teman yang mengunjingkan bentuk betisku (yang paling kelihatan). Mereka pasti sadar tapi aku tahu mereka memilih untuk menjaga perasaanku. Teman-temanku di SMA sangat menyukai rambut dan kulitku. Mereka bilang rambutku bagus, tebal, ikal seperti model-model di majalah saat itu. Mereka senang dengan kulitku yang halus, lembut yang memang jarang sekali berjerawat.
Mencintai dan Menghargai Diri Sendiri
Aku berterima kasih sekali sama mamaku yang dari kecil mengajarkanku bagaimana merawat kulit wajah. Aku baru merasakan manfaatnya ketika duduk di bangku SMA. Mulai saat itu fokusku tidak lagi kepada kekurangan yang ada pada diriku. Dengan kelebihan yang aku miliki malah membuat aku lebih produktif. Aku mulai berjualan produk perawatan wajah dan ramuan berupa masker yang aku dapat dari mamah.
Sudah berjalan 20 tahun lebih aku konsisten berjualan produk perawatan wajah, sampai sekarang alhamdulillah masih berjalan. Apa yang aku dapat dari semua ini? Banyak sekali!. Perundungan yang aku terima selama itu tidak membuat aku down dalam menjalani kehidupan.
Kuncinya adalah support dari keluarga. Dari kitanya sendiri juga harus kuat. Waktu itu di kepalaku seperti “tertanam” banyak orang yang tidak memiliki fisik sempurna, kenapa aku harus berkecil hati dengan kondisi seperti ini. Tuhan menciptakan umat-Nya tujuannya ada, dengan kondisi betisku yang super gede ini ternyata aku kuat berlari. Selalu mendapat nilai bagus di setiap kegiatan atletik, aku mampu berjalan kaki berkilo-kilo meter dengan kondisi betis seperti ini. Jadi apa yang perlu disesalkan? Itu yang selalu aku tanamkan di pikiranku.
Aku pernah bekerja sebagai trainer di salah satu perusahaan asuransi, ada satu sesi pelajaran namanya “self healing”, di situ aku pernah membagikan pengalamanku ini ke murid-muridku. Tujuannya adalah aku mau mereka kuat dalam hal apa pun. Karena hinaan, cemoohan, menjadi korban perundungan itu sangat menyakitkan. Perlukah kita membalas mereka? Saya jawab, “Sangat perlu!” Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menjadi figur yang luar biasa. Beberapa kali saya bertemu dengan teman-teman SD di acara reuni dan mereka semua hanya bisa diam dan kikuk ketika berbicara denganku. Tidak ada sedikit pun rasa dendam kepada mereka yang pernah membully-ku, tapi sekarang dengan sendirinya aku yang menutup rapat “mulut” mereka. Lastly, I really love myself.
***
Sudah siap untuk hadir di acara FIMELA FEST 2019? Pilih kelas inspiratifnya di sini.
#GrowFearless with FIMELA