Menghadapi Hinaan Terkait Fisik di Tempat Kerja Tidaklah Mudah

Endah Wijayanti diperbarui 29 Okt 2019, 13:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Masing-masing dari kita memiliki cara dan perjuangan sendiri dalam usaha untuk mencintai diri sendiri. Kita pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai definisi dari mencintai diri sendiri sebagai proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti tulisan yang dikirim Sahabat Fimela untuk Lomba My Self-Love Matters: Berbagi Cerita untuk Mencintai Diri ini.

***

Oleh: Sutianingsih - Bogor

MENCINTAI DIRI SENDIRI DENGAN PROSES BUKAN PROTES

Mencintai bagiku bukan hal yang mudah. Mencintai bagiku bukan hal yang lumrah dan juga murah. Sama halnya aku mengekspresikan cinta untuk diri sendiri rasanya sangat susah.

Banyak hal yang melatarbelakangi begitu sulitnya mencintai diri walaupun banyak pepatah berkata cintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain. Apalagi sebagai seorang wanita yang identik akan keinginan untuk pengakuan dari orang lain terlebih ingin terlihat cantik tanpa cacat sedikit apapun, risih dengan satu jerawat pun seakan membuat hari itu semakin gundah dan semakin menambah rasa tidak percaya diri. Hal ini pun mulai aku rasakan ketika pertama kali masuk ke dalam dunia kerja. Umur yang terbilang masih muda, mental yang masih belia dan pemikiran yang belum cukup dewasa menjadi dasar bahwa aku belum bisa menerima pandangan rekan kerja akan fisik yang sempurna itu seperti apa. 

Drama ini dimulai tepat tanggal 02 Juli 2018. Hari pertama di mana aku mulai mengenal secara bertahap apa itu dunia dan rekan kerja. Drama ini lebih merujuk kepada drama antar rekan kerja dengan pandangan aneh mereka dan berlomba akan menampilkan bagaimana kecantikan itu merubah persepsi dan pandangan orang menurut versi mereka. Masuk ke dalam divisi customer service di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang otomotif dengan brand yang sudah dikenal oleh banyak orang. Sebagai mahasiswa yang tergolong fresh graduate, pekerjaan pertama adalah penentu sementara bagaimana kita menjalani karier ke depannya.

Rasa bangga sekaligus rasa penasaran yang menggebu mulai tertanam dari mulai pertama masuk kerja dan ingin bekerja secara maksimal, sukses memberikan kinerja terbaik untuk bos begitu pikirku saat itu. Hari demi hari aku jalani dengan bimbingan dari tiga senior yang sudah cukup umur dan sudah dewasa berbeda jauh jarak umurnya denganku.

Salah satunya sudah menjalani bahtera rumah tangga dan memiliki dua anak dan suami yang terbilang acuh tak acuh akan rumah tangganya. Sedangkan kedua rekan kerjaku lainnya adalah perempuan yang ribet dan dramatis menurutku. Setiap pagi sebelum aktivitas kerja dimulai pasti sibuk dengan foundation dan kawan kawannnya, padahal kami bekerja di back office dan tidak akan pernah sekalipun terlihat oleh rekan kerja yang lain karena memang kami memiliki ruangan tersendiri yang harus kedap suara karena kami berhubungan dan melayani customer melalui telepon dan tidak boleh ada gangguan atau noise sedikit apapun. Pokoknya harus on terus entah itu lipstik atau alis. 

 

2 dari 3 halaman

Cintai dan Hargai Dirimu Sendiri

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/sergey+causelove

Aku bekerja sesuai prosedur dan selalu mendapatkan apresiasi dari bos karena memang aku selalu mengerjakan laporan tepat waktu dan mendapat feedback yang baik. Rasa tidak nyaman muncul sebenarnya dari awal pertama masuk kerja. Ada salah satu senior yang membuatku tidak nyaman karena secara sengaja selalu mengolok dan menyindir secara halus akan fisik yang aku miliki.

Memang aku termasuk perempuan yang tomboy dan belum suka untuk bersolek dibandingkan dengan yang lain. Bukan karena aku tidak bisa tapi karena memang dengan tampil secara natural itu cukup bagiku. Tapi mungkin dia tidak bisa menerima karena kita sebagai divisi yang diutamakan posisinya harus on point juga tentang penampilan. Aku sengaja memasang alat perekam secara diam diam untuk mengetahui secara pasti apa yang mereka bicarakan di belakang aku. Ternyata mereka menyinggung tentang fisik yang mana aku memiliki bibir yang mereka tidak suka karena dianggap tidak proporsional, kulit yang tidak seputih dan wajah yang tidak secantik mereka.

Hari-hari seakan menjadi hari yang selalu menyulitkanku rasanya baru satu jam duduk di kursi seakan aku ingin memutar jam secara sengaja ke pukul lima sore agar cepat pulang. Aku sadar mereka sebenarnya tidak mau ada kehadiran ku di antara lingkaran mereka karena hasutan dari satu orang itu. 

Aku selalu menangis sesampainya di rumah secara diam-diam. Bullying yang biasanya hanya aku baca secara sekilas di media sosial ternyata aku mengalaminya secara langsung sampai membuatku seakan tidak ingin masuk dan terbersit untuk resign secepatnya. Semakin parah, perempuan itu juga menghasut orang-orang yang ada di divisi lain untuk secara perlahan menjauhiku.

 

3 dari 3 halaman

Memutuskan Resign

Ilustrasi./(Unsplash)

Rasa percaya diriku seakan sudah hilang dari waktu ke waktu, setiap jalan menuju ruangan rasanya ingin cepat cepat sampai dan selalu menundukan kepala serasa ada batu yang menarik ku untuk terjungkal ke lantai dan tak ingin lagi mengangkatnya. Aku menceritakan kejadian ini kepada salah satu sahabatku, ini tidak adil dan kenapa Tuhan menciptakan fisikku seperti ini?

Sahabatku hanya bisa merangkul dan ucapkan istighfar untuk menguatkan dan mengingatkanku secara tidak langsung. Sahabatku selalu mengatakan Tuhan menciptakan setiap umat-Nya dengan keunikan dan keindahannya masing-masing. Bukan tanpa arti tapi kita harus mensyukuri apa pun yang ada dalam diri kita. Aku mulai berani mengambil keputusan yang sudah aku rancang dari dulu.

Aku resign dari tempat kerjaku setelah setahun aku bekerja di sana. Bukan karena aku tidak kuat dengan bullying itu tapi aku tidak ingin menyakiti diriku dengan tempat yang tidak nyaman dan itu hanya membuang tenaga dan waktuku dan tidak berkembang untuk tujuanku yang lebih besar. Untungnya sebelum aku resign aku sudah mendapatkan pekerjaan pengganti dan berani untuk meneruskan kuliahku di ibu kota, yaitu Jakarta.

Aku sadar fisik bukan segala penentu kamu dipandang sebagai apa dan bagaimana. Cintai diri sendiri sebagaimana mestinya adalah rasa bahagia sederhana untuk memulai hari dengan penuh syukur akan nikmat dan kodrat dari Tuhan yang Esa. Aku semakin sadar mungkin bukan karena kejadian itu aku masih terbelenggu menyalahkan kuasa Tuhan akan fisik yang Ia berikan. Satu hal yang pasti mencintai diri sendiri butuh proses bukan protes, maka dari itu cintai dirimu sebagaimana mestinya dan hargai dirimu apa adanya. 

***

Sudah siap untuk hadir di acara FIMELA FEST 2019? Pilih kelas inspiratifnya di sini.

#GrowFearless with FIMELA