Fimela.com, Jakarta Masing-masing dari kita memiliki cara dan perjuangan sendiri dalam usaha untuk mencintai diri sendiri. Kita pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai definisi dari mencintai diri sendiri sebagai proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti tulisan yang dikirim Sahabat Fimela untuk Lomba My Self-Love Matters: Berbagi Cerita untuk Mencintai Diri ini.
***
Oleh: Kharisma Lestari - Bandung
Let me love me first, let me be.
Become what I want without any boundaries is my way to love myself, so let me love me first, let me be.
Awalnya semua seperti rencana. Perencanaan matang selalu saya buat dengan perhitungan. Dari kecil hampir tidak pernah merasakan kesusahan secara finansial. Lulus kuliah langsung bekerja pun dengan gaji utuh untuk diri sendiri. Setelah menikah lalu hamil dan melahirkan secara finansial masih aman namun baby blues datang juga dihinggapi rasa bosan yang entah saya pikir merasa menjadi ibu rumah tangga dengan rutinitas begitu-begitu saja sangat bosan. Me time pun tidak terlalu berpengaruh untuk memuaskan ego yang tidak pernah kenyang.
Tiba saat keuangan rumah tangga yang mulai goyah. Suami tidak bekerja sedangkan tabungan sedikit demi sedikit menipis. Akhirnya saya memutuskan untuk bekerja. Saya hubungi semua relasi kerja dan beruntungnya segera ada posisi untuk saya di sebuah perusahaan sebagai sekretaris. Dari sinilah semua dimulai. Meninggalkan anak berumur dua tahun untuk bekerja tidak mudah dengan semua dramanya setiap saya hendak pergi dan setelah pulang kerja. Gaji yang tidak memenuhi standar pun saya terima hanya demi “dapur tetap ngebul” dan beban pekerjaan yang berat membuat saya tak jarang menangis di kamar mandi kantor.
Saya menghibur diri dengan membuat mindset bahwa bekerja adalah sebuah escape plan saya dari rutinitas di rumah. Me-recharge otak dan hati di tempat kerja lalu pulang ke rumah yang seperti neraka. Namun, itu tak berlangsung lama, semua mindset buatan saya tadi hilang saat bos bilang, "Masak pekerjaan begini kamu nggak bisa? Di luar sana banyak yang bisa." Atau saat teman kerja melempar laporan yang saya minta darinya sambil bilang, “Nih ambil, gue nggak tahu posisi lu di sini sebagai apa."
Saya pun menerima itu semua sebagai konsekuensi dari semua keputusan yang saya buat. Itu semua saya jadikan cambuk untuk terus menjadi lebih baik namun hampir setiap hari dicambuk seperti itu membuat saya goyah. Saya meragukan kembali apakah bekerja adalah keputusan yang tepat untuk semua. Apakah saya hanya memberi makan ego saya?
What's On Fimela
powered by
Memutuskan Berhenti Bekerja
Pulang bekerja saya dapati rumah kotor seperti biasanya. Namun, saya melihat cucian baju bersih yang sudah dicuci oleh suami dan anak saya yang rewel minta perhatian membuat saya mengucurkan air mata. Hampir tak pernah saya memasak masakan kesukaan suami sedangkan ia dengan kerelaan membantu pekerjaan saya di rumah. Betapa sehat dan lucunya anak saya yang ternyata sudah pandai menyanyi sedikit-sedikit. Namun, saya kehilangan momen di mana dan kapan ia mulai bernyanyi bahkan saya tak tahu dia bisa menyanyikan lagu apa saja.
Lalu saya berbicara dari hati ke hati dengan suami. Agar tak berakhir pertengkaran, saya bilang, “Kayaknya aku mau keluar kerja, aku... ,” saya jabarkan dan ceritakan semua yang saya rasakan. Kesedihan dan keraguan saya. Serta perlakukan beberapa orang di tempat kerja. Lalu suami saya bilang, “Kalau kamu merasa terbebani, keluar saja. Kalau kamu bertahan, malah aku yang merasa berdosa. Pecahlah tangis saya saat itu. Suami dan ayah terbaik. Seseorang yang tiba-tiba hadir di kehidupan namun membuat saya sepenuhnya jatuh dan lemah di hadapannya. Awalnya berniat membantu suami mencari pendapatan tapi malah mendapatkan penghinaan.
Tanpa memikirkan apa pun, surat pengunduran diri saya buat. Setelah semua selesai, rumah menjadi surga untuk saya. Kenyamanan serta kebahagiaan yang dihadirkan membuat saya merasa inilah tempat terbaik. Berada di kehangatan bersama anak dan suami adalah tujuan hidup saya. Walaupun sedih hati meninggalkan beberapa teman kerja. Namun, komunikasi masih bisa terjalin dengan silaturahmi dari medsos. Tak sepenuhnya saya menyesali keputusan bekerja. Karena dari situ saya banyak mendapatkan pelajaran. A lot of lessons to learn and it makes me who I am now. Becoming what I am without any boundaries is my way to love myself.
***
Sudah siap untuk hadir di acara FIMELA FEST 2019? Pilih kelas inspiratifnya di sini.
#GrowFearless with FIMELA