Fimela.com, Jakarta Masing-masing dari kita memiliki cara dan perjuangan sendiri dalam usaha untuk mencintai diri sendiri. Kita pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai definisi dari mencintai diri sendiri sebagai proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti tulisan yang dikirim Sahabat Fimela untuk Lomba My Self-Love Matters: Berbagi Cerita untuk Mencintai Diri ini.
***
Oleh: Deka Riti - Palembang
Kisah ini bisa saja bukan hanya milik saya, tetapi juga teruntuk mereka yang bertubuh pendek. Sering kali mendapat ejekan, walau terkadang menyakitkan, tapi itulah kenyataan.
Saya seorang perempuan yang telah melewati masa kanak-kanak, remaja, hingga menjadi ibu rumah tangga, sama seperti yang lain. Namun, sampai saat ini, tinggi badan saya hanya mencapai 151 cm saja, yang mungkin berbeda dari kebanyakan. Bukan tidak bersyukur, justru menurut saya hal terpenting adalah memiliki tubuh yang sehat. Tak melulu soal tinggi badan, Tuhan malah menitipkan banyak kelebihan lainnya yang patut saya syukuri.
Sejak kecil, saya hobi membaca, menulis, menyanyi, dan menggambar. Dari semua hobi itu, saya tuangkan ke dalam perlombaan lokal maupun nasional. Alhasil, ketika duduk di kelas 3 SD, saya pernah menyabet juara harapan I untuk lomba bernyanyi lagu dangdut. Sejak itu, saya sering tampil di panggung dangdut, baik dalam mengisi acara keluarga, maupun mengisi acara di tempat hajatan lainnya.
Ketika SD, saya sangat senang membaca komik manga Jepang. Hal itu bermula ketika saya tidak sengaja menemukan buku komik milik sepupu saya di rumahnya. Selain suka membacanya, jari-jemari saya mulai gatal untuk mencoba menggambar karakter di dalam komik tersebut. Akhirnya, saya belajar membuat komik sendiri, dan berhasil menciptakan satu episode komik bergenre komedi. Komik itu saya gilirkan kepada teman-teman satu kelas untuk mereka baca. Mereka semua terhibur dan tertawa saat membaca komik buatan saya. Melihat banyak teman yang suka dan terhibur, membuat saya tidak berhenti belajar dan berusaha menciptakan komik sendiri.
Selain membaca dan menggambar komik, saya juga tertarik dengan alat musik bernama gitar. Saya pun mulai belajar memetik gitar saat duduk di kelas 6 SD, dan benar-benar serius belajar serta mampu memainkannya setelah menginjak kelas 1 SMP. Sejak itu, saya dan teman-teman membentuk sebuah band yang semua personilnya adalah perempuan. Formasi band kami pun berlanjut sampai SMA, dan mulai berani mengikuti ajang festival musik nasional. Meskipun tidak mendapatkan gelar juara, kami bangga sudah berani tampil dengan percaya diri.
Sampai duduk di bangku kuliah pun saya tetap berkecimpung di dunia musik dan menyanyi. Saya menjadi vokalis salah satu band di fakultas saya dan sering mengisi beberapa acara kampus. Kepercayaan diri dalam bernyanyi membawa saya mengikuti beberapa ajang menyanyi TV lokal maupun nasional. Di samping kegiatan bermusik dan bernyanyi, saya juga pernah mengikuti lomba karikatur bertema emansipasi wanita dan mendapatkan juara ketiga. Singkat cerita, saya merasa masa-masa sekolah dan kuliah saya dulu jauh dari kata membosankan, karena selalu diselingi berbagai aktivitas yang berkaitan dengan hobi saya, disamping belajar dan bermain bersama teman-teman.
Ingin Bertubuh Tinggi
Di masa SMA, saya merasa ada yang berbeda pada diri saya dari orang kebanyakan. Kejanggalan pada perubahan fisik yang saya rasakan bermula, melihat pertumbuhan teman-teman lain yang sangat jelas perubahannya. Saat itu, saya mulai menyadari bahwa tinggi badan saya tidak pernah bertambah lagi.
Perasaan itu semakin kuat ketika ada beberapa teman lelaki yang suka mengejek dengan sebutan "si mungil", "si pendek", "anak TK", dan lain sebagainya. Parahnya lagi ada yang menyebut "si kecil tua", "kontet", dan masih banyak lagi perkataan orang-orang tentang diri saya yang terkadang memang menyakitkan. Dan seketika muncul pernyataan di dalam hati saya, "Saya adalah seorang yang bertubuh pendek." Ditambah lagi dengan tubuh saya yang memang kurus, semakin terlihat mungil. Panggilan "adek" pun teman-teman sematkan pada diri saya.
Saya mulai sering merasa tidak percaya diri dengan kondisi ini. Saya sempat meminta kepada orangtua saya untuk membelikan obat maupun vitamin peninggi badan. Namun, bapak tak menyetujui permintaan saya dengan alasan membiarkan saya bertumbuh secara alami.
Saya terpaksa mencari cara lain agar tubuh saya bisa bertambah sedikit lebih tinggi. Seperti melompat-lompat di pagi hari, berenang, sampai mengikuti ekstrakurikuler basket. Terkadang saya merasa kesal dan menangis karena bosan. Dalam hati bertanya, apa yang salah dengan diri saya?
Saya juga tak luput berdoa, semoga Tuhan mau memberi saya tubuh yang sedikit lebih tinggi. Hal ini terus menerus berlangsung, hingga akhirnya saya menyadari bahwa semua usaha yang telah saya lakukan nihil. Padahal usia saya saat itu masih menginjak 15 tahun. Tubuh saya tetap seperti semula, tidak bertambah satu senti pun.
Mensyukuri Semua Kelebihan yang Dimiliki
Saya lelah dan memutuskan tidak ingin terlelap bersama kondisi seperti itu. Saya pikir, Tuhanlah Sang Pencipta, yang menciptakan segalanya dengan sempurna, termasuk diri saya. Jadi, tak ada alasan lagi untuk tidak mencintai diri ini apa adanya. Banyak juga orang lain di luar sana yang tubuhnya bahkan lebih pendek daripada saya. Semenjak muncul pemikiran itu, saya mulai acuh akan tinggi badan saya yang segitu-gitu saja. Toh, saya juga tidak bercita-cita menjadi seorang model ataupun pramugari yang mengharuskan bertubuh semampai. Meskipun sebetulnya rata-rata perusahaan mempermasalahkan tinggi badan, tapi setidaknya masih banyak pekerjaan lain yang bisa diharapkan. Saya menyingkirkan semua unek-unek itu, dan mengembalikan rasa percaya diri saya. Saya mulai memperbanyak kegiatan berfaedah serta melanjutkan hobi-hobi saya.
Melirik kembali pengalaman luar biasa yang telah saya lalui, saya dapat menyimpulkan bahwa memang Tuhan itu Maha Adil. Di balik tubuh saya yang mungil, Dia telah menganugerahkan berbagai kemampuan dan kecerdasan pada diri saya. Saya selalu bersyukur selama sekolah dulu, walaupun banyak kegiatan yang saya ikuti, saya tetap bisa mendapatkan rangking.
Sampai lulus kuliah pun, dengan proses yang diselingi berbagai aktivitas, saya tetap bisa mendapatkan predikat cumlaude. Pada usia ke-25 tahun, saya dipinang oleh pria yang kini menjadi bapak dari anak-anak saya. Sebelum menikah, saya juga sempat bekerja di bank swasta, dan salah satu restoran meksiko di Jakarta.
"Nikmat Tuhan mana lagi yang saya dustakan?" kalimat ini yang saya pegang sampai sekarang. Jadi, untuk orang-orang dan perempuan di luar sana yang ditakdirkan bertubuh pendek seperti saya, tidak perlu khawatir dan merasa minder. Karena bertubuh mungil atau pendek bukanlah momok yang menakutkan, bukan juga penghalang dalam melakukan berbagai aktivitas. Bahkan, kita bisa mendapatkan banyak pengalaman terbaik di dalam hidup kita sama halnya dengan orang-orang yang bertubuh tinggi, gendut, langsing, dan sebagainya. Bentuk tubuh itu merupakan satu dari pemberian Tuhan yang patut kita syukuri.
#GrowFearless with FIMELA