Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
***
Oleh: Rian Andini - Samarinda
Saya yakin teman-teman semua pastilah pernah merasakan cinta di masa kanak-kanak. Di mana rasa ketertarikan di masa kecil tak diartikan sebagai sebuah penderitaan, hanya sebatas rasa bahagia karena menemukan teman bermain yang menyenangkan. Hanya sebatas itu yang saya bisa ingat tentang cinta di masa lalu saya.
Namun, apa mau dikata, saya diharuskan bertemu lagi dengan teman saya ini setelah hampir 20 tahun. Ketika itu, saya sedang menyelesaikan tugas akhir dan sedang berlibur di rumah nenek. Ketika sedang berjalan bersama sepupu ada seorang laki-laki yang lumayan ganteng berjalan menemui saya.
Saya yang waktu itu jelas tidak mengenalnya hanya bisa tersenyum saat ia berusaha menjelaskan identitasnya sebagai teman masa kecil saya. Saya waktu itu malu sekali. Karena sosok diri saya di waktu kecil cukup menyebalkan dan suka mengganggu. Rasanya saya kembali mengingat momen di mana saya dan dirinya sering berkelahi hanya karena merebutkan mainan pedang-pedangan yang terbuat dari daun kelapa.
Namun, kehangatannya waktu itu menepis rasa malu saya. Perlahan, saya menyadari rasa gugup yang semakin meletup karena tak pernah menyangka bahwa anak laki-laki kecil yang dulunya hitam dan jelek bisa berubah menyerupai artis yang main FTV.
Saya mendadak betah dan ingin berada di rumah nenek selamanya. Kami hanya berkomunikasi sekali itu. Tak ada pertanyaan soal akun media sosial apalagi nomor handphone.
Saya sempat menduga bahwa jangan-jangan yang merasakan perasaan ini hanya saya sendiri. Teman saya yang menjadi tempat curhat juga mengatakan begitu, bahwasannya kemungkinan besar hanya saya yang merasa begitu. Sedangkan ia tidak merasakan apa-apa karena saya tetap pas-pasan sedari kecil. Pas manis dan cantiknya, hehehe.
Akhirnya, tibalah pertemuan kedua kami. Kebetulan orangtua dan keluarga besar saya adalah sahabat orangtua teman lelaki ganteng saya. Jadi, kami sekeluarga sengaja bertandang ke rumahnya.
Pertemuan Itu Hanya Sepintas Lalu
Ia terlihat gugup, bagi penglihatan saya waktu itu. Entah juga, mungkin sebenarnya saya yang gugup namun tidak mau mengaku. Tapi yang pasti ia terlihat begitu gagah dalam balutan baju berwarna putih sambil menenteng sekantung penuh buah rambutan yang ia sodorkan pada saya. Saya girang bukan kepalang, tapi tetap menahan diri agar tak terlihat begitu memalukan.
Waktu berlalu, saya akhirnya kembali ke kampus tanpa membawa apa pun kecuali kantong plastik kosong bekas buah rambutan. Waktu terus berputar sampai akhirnya saya menemukan jalan untuk menikah dengan laki-laki lain, bukan dengan teman masa kecil yang tak pernah ada kabarnya.
Menjelang pernikahan, sepupu saya bercerita bahwa teman masa kecil saya itu menanyakan dan meminta nomor kontak saya padanya. Bahkan, ia mengatakan bahwa ia menyukai saya dan meminta sepupu saya untuk menyampaikan pesan itu kepada saya.
Mungkin yang namanya masa lalu memang harus jadi sekadar kenangan. Buat saya, cerita itu cukup menjadi salah satu warna dalam kehidupan. Tak perlu disesali apalagi sampai menyalahkan sepupu yang baru menyampaikan menjelang pernikahan saya dengan orang lain.
Mungkin teman masa kecil saya yang berubah jadi ganteng itu adalah salah satu manusia yang ditakdirkan hanya untuk sekadar lewat dalam kehidupan saya. Saya merasa cukup dengan semua itu. Dan akhir kata, saya ucapkan selamat menikah untuk teman masa kecil yang ganteng.
#GrowFearless with FIMELA