Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
***
Oleh: N - Jakarta
Sebut saja namanya Hadi, seorang karyawan dari bagian gudang. Kami bekerja di tempat yang sama hanya beda divisi. Usianya empat tahun lebih muda dariku tapi terkadang dia mampu bersikap lebih dewasa. Sosok yang ramah, baik serta perhatian kepada semua orang termasuk padaku.
Awalnya, aku tidak pernah memperhatikan Hadi tapi harus diakui jika aku merasa nyaman berada di dekatnya. Selain itu, dia tidak pernah menolak permintaanku yang lebih sering di luar urusan pekerjaan seperti meminta tolong dibelikan sarapan, meminta diantar aku pulang ketika malas menggunakan angkutan umum atau meminta ditemani pergi ke mal terdekat untuk mencari barang yang aku inginkan. Singkat kata, kami sering bersama meski hanya sebagai rekan kerja.
Aku tahu dia masih mencintai pacar pertamanya yang bernama Diana dan kini menjalin hubungan dengan Sinta yang merupakan rekan kerja dari kantor sebelumnya. Jadi karena itulah aku merasa posisiku tidak akan berubah. Meski hampir setiap hari dia bercerita tentang keduanya. Aku tetap bersedia menjadi pendengar setia.
Selang beberapa waktu kemudian Hadi berubah sikap. Jauh lebih perhatian, jauh lebih peduli dan jauh lebih sering mengajak aku pergi bersama. Hadi sudah tidak lagi bercerita tentang mantan ataupun kekasihnya. Karena perubahan sikapnya, banyak yang mengira dia memiliki rasa yang berbeda padaku jika dilihat dari tatapan matanya, dari perhatiannya maupun dari semua hal yang dia berikan padaku. Saat itu, aku tetap menyangkalnya dengan alasan yang sama. Bagiku, kami tetap teman seperti biasa.
"Kuakui aku main hati," sebait lirik lagu yang sering sekali dinyanyikan ketika Hadi menghampiri meja kerjaku sementara aku hanya melihatnya sekilas tanpa pernah berkomentar sedikitpun dan paling hanya tertawa melihat ulahnya. Aku dan Hadi tetap seperti itu sekian tahun lamanya. Aku merasa tidak perlu takut kehilangan karena dia selalu ada setiap aku butuhkan.
Dia dengan Perempuan Lain
Hingga suatu hari, dia bercerita tentang pernikahan. Aku tidak menyangka kabar kabar bahagia tersebut mampu membuat dadaku terasa nyeri. Ada luka yang tidak berdarah tapi sakitnya hingga ke dasar hati. Aku ingin menangis sekeras-kerasnya supaya Hadi menyadari betapa dalam luka yang telah dia torehkan. Aku sendiri tidak mengerti apa alasannya, mungkinkah aku telah mencintai Hadi atau hanya terluka karena merasa ditinggalkan.
Aku menjauh dengan cara berhenti bicara padanya sekaligus menolak semua ajakan yang dia ajukan. Aku pun tidak bersedia mendengarkan meski dia mengajukan permohonan untuk memberikan penjelasan. Bahkan aku sempat berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaan karena tidak ingin lagi bertemu Hadi setiap hari. Bodoh memang tapi itulah kenyataan.
Masih segar dalam ingatan ketika Hadi berkata bahwa aku adalah perempuan yang tidak peka atau tidak bisa memahami situasi. Menurut Hadi, ada kalanya cinta diucapkan tapi ada juga cinta yang hanya dibuktikan dengan perbuatan.
Tepat di hari pernikahannya dengan Sinta, Hadi mengirim pesan padaku, "Doakan aku bahagia ya!"
"Hadi seperti meminta doa pada mantan." Itulah komentar seorang rekan kerjaku ketika ikut membaca pesan tersebut. Aku hanya mampu terdiam tanpa mampu menyimpulkan perasaan Hadi yang sebenarnya.
#GrowFearLess With Fimela