Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
***
Oleh: Renn - Bogor
Setiap insan manusia diciptakan berpasang-pasangan. Begitu pun aku dan kamu. Entah ini kebetulan atau bukan, kamu datang di saat aku sedang merasa kesepian dan tak tentu arah, di saat aku berharap ada seseorang yang dapat menyemangati hari-hariku dan mengucapkan selamat malam sebelum aku tidur.
Kegagalan hubungan di masa lalu tak membuatku menyerah dan putus asa. Aku yakin di luar sana, kamu, jodohku, sedang berkelana mencari diriku atau mungkin saat ini kamu sedang berdoa dan berharap yang sama denganku. Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Aku hanya mampu memantapkan setiap harapanku dalam doa yang kupanjatkan setiap malam. Memohon akan hadirnya sosok yang terbaik dan terakhir untuk hidupku.
Tak disangka, 23 Agustus 2018, awal perkenalan kita di media sosial, membawa perubahan dalam hidupku, memberiku kebahagiaan dan perhatian yang mungkin belum dan takkan pernah kurasakan lagi. Hatiku hanya bisa bertanya-tanya, "Apakah kamu nyata atau sekadar mimpi belaka?"
Aku tak pernah berpikir ada orang yang sempurna di dunia, namun ketika aku mengenalmu, seketika aku mengubah pikiranku, bahwasanya yang sempurna itu ada dan aku yakin kamulah salah satunya. Kriteria yang selalu kuharapkan untuk jadi yang terakhir ada padamu. Baik, perhatian, setia, dan bertanggung jawab. Seakan-akan Tuhan tahu betul bagaimana tipe pria yang terbaik buatku.
Ada saat di mana dia bercerita padaku, "Aku berdoa yang sama dan dipertemukan denganmu." Dan lagi, kubertanya-tanya "Tuhan, apakah dia jawaban dari doaku?" Jika ya, kumohon satukanlah.
Apakah ini rencana indah dari Tuhan? Kuharap pertemuan kami menjadi tanda bahwa telah usai penantian panjangku ini, aku lelah mencari.
Kau dan Aku Berbeda
Malam itu kami menghabiskan waktu bersama. Berkeliling kota disinari keindahan cahaya rembulan, aku tak pernah merasa sebahagia itu. Kami berbagi cerita dari masalah pekerjaan hingga masalah cinta. Ia pun mengakui bahwa ia belum pernah berpacaran. Aku sedikit terkejut karena menurutku mustahil. Dia berkata hal ini memang aneh namun ia sangat berkomitmen kepada dirinya sendiri, bahwa ia tak akan berpacaran jika belum menemukan yang benar-benar tepat dan mau diajak serius.
Tak terasa malam semakin larut, aku minta untuk diantar pulang paling lambat pukul 9 malam. Kemudian ia mengingatkan kalau waktu sudah hampir menunjukkan pukul 9 malam, lalu ia mengantarku pulang ke rumah. Ia pun berterimakasih karena sudah menemaninya hari ini.
Sekitar pukul 10 malam, ia mengabariku bahwa ia sudah sampai rumah. Ia memintaku untuk bercerita lagi soal diriku, tepatnya tentang kisah cintaku dengan mantan sebelumnya, penyebab aku putus dan lain sebagainya. Aku hanya bilang, "Ia tak punya komitmen, padahal kami sudah pacaran 7 tahun, tapi kalau ditanya soal itu, dia selalu marah."
Kemudian dia berkata bahwa ia tidak akan melakukan hal itu padaku. "Aku sedikit terkejut saat ia berkata, aku mau serius, aku nyaman sama kamu. Maukah kita coba untuk jalani?"
Pikiranku tiba-tiba kacau. Hatiku berkata, "Ya, aku mau," tapi di sisi lain aku tahu iman kami berbeda dan itu akan jadi rintangan terberatnya.
Maka aku berkata, "Kasih waktu aku untuk berpikir."
Keesokan harinya kami bertemu lagi, di sebuah kafe. Ia menceritakan semua hal tentang orangtuanya yang tak setuju kalau ia menikah dengan wanita yang berbeda agama. Aku tak dapat berkata-kata. Di saat itu juga aku berpikir bahwa sepertinya aku harus menyerah, aku tak bisa membawa hubungan ini terlalu jauh karena semakin lama aku mencintainya, aku akan semakin menderita dan menanggung sakitnya.
Sore itu langit semakin mendung, semendung hatiku saat ini. Perasaan tak karuan merundung diriku. Perasaan yang sungguh berkecamuk dalam dada. Aku berpikir untuk katakan pisah, walaupun sebenarnya hatiku tak mau.
Aku ingat saat ia memintaku mendekapnya saat kami berboncengan. Namun aku menolak. Karena aku takut, akan semakin tumbuh perasaan cinta ini padanya.
Perpisahan Ini yang Terbaik
Hujan rintik-rintik di saat itu semakin menandai bahwa rasanya memang sesedih ini perasaanku. Semakin aku ingin menangis. Aku berusaha menahan tangisan ini dan sesampainya di rumah kuluapkan semua kesedihanku. Aku hanya butuh waktu sendiri. Seketika kekosongan melingkupi diriku lagi.
Ia berusaha meninggalkan beberapa pesan di What's App-ku, namun aku tak menggubrisnya. Aku kecewa.
Aku tak pernah menyalahkan Tuhan, aku hanya menyalahkan keadaan, "Mengapa cobaan ini harus ada? Mengapa dipertemukan tapi tak dapat bersatu?"
Aku tak menyangka, hari itu kan menjadi hari terakhirku melihat wajahnya. Ia pergi dan berkata untuk yang terakhir kali, "Aku menyayangimu. Aku tak ingin membuatmu sedih, kuyakin suatu saat kamu pasti bisa mendapatkan yang sesuai harapanmu dan bikin kamu bahagia. Maaf kalau aku membuat kekecewaan, aku nggak mau bikin kamu sakit hati, maka dari sekarang aku akan pergi. Ini yang terbaik untuk aku dan kamu."
Aku pun berharap yang sama. "Semoga kamu bahagia," kataku membalas.
Dan satu lagi ucapannya yang takkan kupernah lupa, "Cinta bukan segalanya di dunia, yang penting bagaimana kita bisa bahagia menjalani hidup. Kurangi beban yang ada, hidup yang ikhlas dan benar."
Ingatkah kamu saat aku bertanya, "Lalu, agaimana jika suatu saat kita berpisah dan aku takkan bisa melupakanmu?"
Kala itu dia menjawab, "Tak perlu menjauh, kamu jalani hari-harimu seperti biasa, ketemu orang-orang baru dan aku yakin semuanya akan normal lagi."
Semenjak perkataanmu ini, aku berusaha untuk menjalani hari-hariku seperti biasa. Awalnya memang berat dan sulit. Tak semudah yang kau pikirkan. Pikiranku tentangmu perlahan hilang, namun perasaanku padamu tetaplah sama. Dan kini setahun telah berlalu, aku sangat bersyukur semesta mempertemukan walau tak bisa mempersatukan kita.
Aku sadar bahwa semua usaha yang telah kamu lakukan untuk membuatku jauh darimu telah gagal. Rasa ini akan tetap tinggal.
Maka, apabila waktu bisa diputar, akankah aku salah jika aku merelakan Tuhanku demi dapat bersanding dengan dirimu?
Keputusanku saat ini sudah benar, aku takkan meninggalkan Tuhanku, tapi jikalau memang kita ditakdirkan untuk bersatu, kuyakin pasti ada jalan terbaik.
#GrowFearless with FIMELA