Saling Suka tapi Tak Bisa Bersama, Rasanya Konyol Sekali

Endah Wijayanti diperbarui 13 Sep 2019, 11:16 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.

***

Oleh: R

Jangan bermain-main dengan perasaan, begitu kata orang-orang. Awalnya aku tak begitu paham maksudnya, tapi sekarang aku mengerti saat semua sudah terlambat. Tepatnya, ketika menghadiri pernikahanmu sebulan yang lalu. Aku menatapmu di pelaminan dengan dia yang telah kau pilih. Kau juga menatapku. Tak tahu apa yang ada di benakmu saat itu. Di benakku, aku hanya bisa bergumam, ternyata begini rasanya bermain-main dengan perasaan. Menyakitkan.

Semua berawal sejak seminggu setelah kita diterima dan masuk kerja. Banyak yang bilang kita cocok dan mulai dijodoh-jodohkan. Sejak saat itu, kita menjadi pasangan kantor. Awalnya semua hanya lelucon, bahan guyonan untuk meringankan beban kerja di kantor. Tak jarang kita juga menikmatinya, tapi juga sering menyangkal. Tepatnya, aku yang lebih sering menyangkal.

Kukatakan tak mungkin aku bisa mempunyai perasaan pada orang sepertimu. Lelucon kantor yang tadinya hanya untuk hiburan menjadi mulai rumit untuk kita berdua. Seharusnya kita santai saja dengan semua ini, ikut tertawa saat kita dijodoh-jodohkan. Menikmati humor ini dengan akting layaknya pasangan untuk menghibur rekan kerja kita yang menganggap kita sangat serasi.

Tapi kita tak bisa lagi menganggapnya lelucon. Kenapa? Apakah perasaan sudah mulai tumbuh di hati kita masing-masing? Harus kuakui, aku terjebak pada permainan ini. Segalanya menjadi rumit bagi kita. Saling menyangkal, bertengkar, rindu, benci, saling memperhatikan, bersikap dingin, mewarnai hari-hari kita. Tak jarang, kau memberi sinyal memiliki perasaan padaku lewat candaan. Tapi, tetap saja itu hanya sebuah candaan, bukan?

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Kudengar Kau Sudah Punya Pacar

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/wilaiporn+Hancharoenkul

Suatu hari, seperti hari-hari biasa kau menggangguku saat aku sedang serius bekerja. Kita berdebat tentang bagaimana kesalnya kita terhadap kehadiran satu sama lain. Saat itu, kukatakan bahwa dirimu manusia yang paling kubenci dan paling tak ingin kulihat lagi. Sebenarnya, kita sudah biasa bertengkar seperti itu. Dan aku tak pernah bermaksud mengeluarkan kalimat itu dari hati. Tak lama, kau diam dan berdiri meninggalkan ruangan. Pulang dari kantor.

Banyak yang menyaksikan kejadian itu. Saat itu, salah satu rekan kerja kita menghampiriku. "Sampai kapan kalian akan terus menyangkal perasaan satu sama lain? Semua orang bisa melihat bahwa sebenarnya kalian memiliki perasaan yang sama. Meskipun kalian bertengkar setiap hari, tetapi sebenarnya kalian menyayangi satu sama lain. It's very obvious. Kenapa? Gengsi?" katanya saat itu.

Dia benar. Kita saling menyayangi, tetapi kita sudah terlampau biasa menolak satu sama lain. Pura-pura benci tetapi juga saling memperhatikan. Mungkin ini yang dinamakan benci jadi cinta. Di sisi lain, kita juga gengsi dan takut untuk mengambil langkah. Karena kita merasa, toh ini semua hanya lelucon kantor. Jadi jangan baper!

Sejak kejadian kau pulang meninggalkan kantor, keadaan mulai berubah antara kita berdua. Kita menjauhi satu sama lain dan tidak saling sapa. Cuek terhadap satu sama lain. Tak jarang, aku memergokimu melirik ke arahku dari balik layar komputermu. Membuatku senyum-senyum sendiri.

Seiring berjalan waktu, kudengar kau sudah punya pacar. Aku tak tahu harus bereaksi seperti apa. Kadang aku merasa kau sengaja membicarakan hal tersebut didekatku untuk melihat reaksiku dan membuatku cemburu. Aku juga bingung, apakah aku cemburu? Untuk membuatmu merasa cemburu, aku juga pura-pura sudah memiliki pacar. Kupamerkan foto pacar bohonganku pada teman dekatmu dengan tujuan agar ia memperlihatkan padamu.

Akhirnya, rekan-rekan kerja kita juga sudah mulai bosan dengan lelucon menjodohkan kita. Apalagi, mereka merasa kita sudah punya pacar. Kau juga merasa aku sudah punya pacar. Sesekali kau memancingku untuk membahas kabar hubunganku dengan pacarku. Kujawab, aku sangat bahagia bersamanya.

3 dari 3 halaman

Tak Bisa Memiliki

Ilustrasi/copyright unsplash.com/Anthony Tran

Waktu berlalu, kudengar kau memutuskan akan menikahi pacarmu. Banyak rekan kerja kita yang tak rela, berharap harusnya kita berakhir bersama. Setiap kali pembahasan itu dibawa, aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi, aku tak yakin dengan perasaanku terhadapmu, di sisi lain aku tak siap kehilanganmu. Selain itu, aku tak pernah benar-benar tahu apakah kita benar saling menyayangi?

Semakin dekat hari pernikahanmu. Rekan kerja kita bertanya, kenapa diriku kau tinggal nikah. Aku sudah bersiap memberi serangan balasan jika kau mengeluarkan kalimat penolakan. Tetapi jawabanmu saat itu membuatku terkejut, "Aku suka sama dia tapi dia sudah punya pacar. Dia nggak pernah mau bersamaku, selalu menolak. She is out of my league, jadi kucari yang mau mendampingiku," katamu santai seolah aku tak ada di sana.

Hatiku sakit mendengarnya. Kalau kau juga memiliki perasaan padaku kenapa kau tak pernah mau mengambil risiko untuk mengungkapkan? Walaupun aku memang selalu menolakmu dalam pertengkaran-pertengkaran kita di depan umum, tapi bukankah itu hanya lelucon? Aku bahkan hanya pura-pura memiliki pacar. Ternyata begini rasanya saling suka tapi tak bisa bersama. Konyol sekaligus menyakitkan.

Beberapa hari sebelum pernikahanmu, rekan-rekan kerja kita memanggil kita berkumpul. Sulit bagi kita berdua untuk saling memandang, tapi aku berpura-pura bersikap santai. Kata salah seorang senior, "Kalian yakin baik-baik saja? Saling berpisah di dunia itu lebih menyakitkan dibandingkan berpisah karena kematian," katanya. Kau diam, kujawab bahwa kita baik-baik saja. No hard feelings.

Aku tak tahu bagaimana kita akan menjalani hari-hari ke depannya. Aku hanya bisa memetik hikmah bahwa mungkin kita memang tidak ditakdirkan berjodoh, meskipun hingga saat ini hatiku sudah mulai sangat yakin amat menyayangimu. Tapi, menyayangi tak melulu harus jadi pendamping, kan? Bersama atau tidak, aku akan tetap menyayangimu. Mungkin kisah ini adalah salah satu wujud dari kalimat cinta tak harus memiliki. Meski tak happy ending, tetap saja our love story matters to me. Semoga kau bahagia. :)

#GrowFearless with FIMELA