Fimela.com, Jakarta Komnas Perempuan menambahkan "Tindak Pidana" dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi RUU Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual agar memiliki kedayagunaan kuat dalam melindungi korban. Komnas Perempuan pun mendesak agar RUU Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual segera disahkan mengingat tenggat waktu yang tersisa hanya sampai 25 September 2019.
Sebab berdasarkan pantauan Komnas Perempuan terjadi kecenderungan jika RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diarahkan untuk mengatur hal-hal yang bersifat administratif. Sehingga tidak akan mengatur kekhususan jenis kekerasan seksual dan kekhususan hukum acara penanganan korban kekerasan seksual.
"Kalau RUU administratif hanya pencegahannya saja, bukan pemidanaan. Kekhawatiran kami kalau hal itu terjadi, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual hanya jadi macan ompong," ujar Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati dalam Konferensi Pers Mendorong Pengesahan Penghapusan Kekerasan Seksual di Gedung Komnas Perempuan, Jumat (30/8).
Ketua Komnas Perempuan Azriana menjelaskan jika RUU bersifat administratif hanya bergantung pada RKHUP (Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana). Padahal kekerasan seksual terbatas dikenali dalam KUHP, hanya mengatur tindak pemerkosaan dan perbuatan cabul.
What's On Fimela
powered by
Melindungi Korban dan Pemidanaan Pelaku
"Selain itu, hukum acara pidana hanya mengatur hak tersangka atau terdakwa. Tidak ada untuk korban. Maka itu penting untuk dijadikan tindak pidana, jangan hukum administratif saja," ujar Azriana.
RUU Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual justru ingin menyamakan posisi perempuan dalam mendapatkan akses keadilan. Sebab itu, selain tindak pidana, muatan inti lainnya adalah penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan, pencegahan, koordinasi pemantauan, pelindungan, dan pemulihan yang bersifat satu kesatuan tak bisa dipisahkan.
"Kekuatan tindak pidana hukum acara adalah perlindungan bagi korban. Karena dalam hukum acara pidana, tidak ada pendampingan atau pemulihan. Sejak awal, kami ingin meminimalisir segala bentuk diskriminasi hukum," tambah Sri Nurherwati.
Lantas seberapa otimis Komnas Perempuan tentang pengesahan RUU Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual? "Jika bisa disepakati dalam 3 hari ke depan dengan persetujuan judul, definisi, dan sistematika, bisa terjadi. Jika tidak, masih ada sisa 15 hari setelah DPR Komisi 8 pulang dari Markoko untuk menyuarakan sampai batas yang kita bisa," tutup Azriana.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terdaftar sebagai Prolegnas Prioritas 2016. RUU ini selesai diharmonisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 31 Januari 2017 dan ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR pada April 2017.
Pada Juni 2017, Presiden mengeluarkan Surat Presiden untuk menunjuk wakil pemerintah dalam pembahasan RUU ini. Pada bualan yang sama, pimpinan DPR RI memutuskan RUU dibahas oleh Komisi 8 DPR RI.