Pro Kontra Hukuman Kebiri Kimia untuk Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Meita Fajriana diperbarui 28 Agu 2019, 13:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Hukuman kebiri kimia yang diberikan kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak baru-baru ini menuai pro dan kontra. Kasus ini terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Terpidana kasus pencabulan, Muhammad Aris (20) divonis penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan dengan penambahan hukuman kebiri kimia.

Aris divonis bersalah setelah mencabuli sembilan korban yang masih anak-anak. Atas tindakan kriminal yang dilakukannya ini, ia juga akan menjalani hukuman kebiri kimia yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia.

Hukuman kebiri Kimia ini memunculkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Diantaranya Kementrian Sosial (Kemensos) yang mendukung hukuman ini sebagai komitmen pemerintah untuk melindungi anak-anak dari pelaku kekerasan seksual.

"Ini pesan yang sangat kuat betapa komitmen pemerintah sangat ingin untuk melindungi anak-anak terutama dari predator yang berulang," kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Edi Suharto seperti melansir Antara, Rabu (28/8/2019).

Berbeda dengan Kemensos, meski mengecam keras pelaku pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak hukuman kebiri kimia.

"Sikap Komnas HAM sejak awal, sejak dibentuknya peraturan tersebut (kebiri) di Perpu itu kami menolak," kata Mochammad Choirul Anam Komisioner Komnas HAM di Mapolda Jawa Timur di Surabaya.

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Pro dan kontra kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual

Ilustrasi kebiri kimia. (Foto: Darko Stojanovic/ Pixabay)

Pro dan kontra yang datang dari berbagai pihak ini membuat hukuman kebiri di Indonesia masih belum kuat. Mengingat efek jera yang diberikan juga tidak maksimal dibandingkan dengan hukuman seberat-beratnya yakni kurungan seumur hidup.

"Bagi Komnas HAM hukuman seberat-beratnya sebenarnya hukuman seumur hidup. Tapi kalau ini dilakukan oleh residivis misalnya pemerkosaan, dia bisa dihukum seumur hidup dan dipastikan hukuman seumur hidup itu bisa ditambah dengan hukuman sosial," tambah Anam.

Komnas HAM menilai hukuman kebiri kimia melanggar Hak Asasi Manusia, karena sifatnya penyiksaan dan merendahkan martabat. Selain itu, Komnas HAM mengungkapkan bahwa hukuman kebiri menunjukkan kemunduran pada tata kelola hukum pidana Indonesia.

 

3 dari 3 halaman

Kebiri kimia untuk melindungi masa depan anak-anak

Ilustrasi kebiri kimia. (Foto: Darko Stojanovic/ Pixabay)

Setelah 10 tahun terakhir, keadaban hukum Indonesia sebenarnya sudah maju dari berbagai model penghukuman. Salah satunya adalah dengan meninggalkan hukuman fisik cambuk. Oleh sebab itu, Komnas HAM tak ingin hukuman Indonesia kembali lagi ke zaman dahulu.

"Nah, dengan adanya hukuman kebiri ini mundur. Sebenarnya penghukuman dengan kebiri Ini zaman dahulu, zaman kerajaan. Pada akhirnya penghukuman itu diganti dengan hukuman badan atau kurungan kok ini tiba-tiba balik lagi seperti Zaman Jahiliyah," kata Anam.

Sementara menurut Edi, hukuman kebiri kimia tidak diterapkan begitu pelaku melakukan kekerasan. Akan tetapi, merupakan suatu langkah akhir yang tegas ketika pelaku mengulang kembali perbuatannya. Hukuman tegas ini dapat melindungi masa depan anak-anak Indonesia.

"Intinya betapa pemerintah punya semangat dan visi yang besar untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual yang akan membahayakan masa depan mereka," tutup Edi.

#GrowFearless with Fimela