Fimela.com, Jakarta Gempa kembali terasa di Jakarta, Jumat (23/7/2019) dengan pusat yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan kedalaman lindu hanya 5 kilometer.
Seperti yang dikutip dari Liputan6.com, BMKG menyatakan bahwa pusat gempa terjadi di darat atau sekitar 101 kilometer barat daya kabupaten Bogor. Titik gempa berada di 6.7 Lintang Selatan (LS) dan 106,51 Bujur Timur (BT) kedalaman 5 kilometer. Gempa dirasakan di Ciptagelar dengan skala III Modified Mercalli Intensity (MMI), II-III MMI di Sukabumi, II MMI di Panggarangan Jatake, II MMI di Cikotok, II MMI di Bogor.
BMKG juga melaporkan bahwa gempa bermagnitudo 4 ini tidak terjadi hanya hari ini saja. Bahkan sebelumnya, pada 19 Agustus 2019 pukul 08.13 WIB, gempa magnitudo 3 juga terjadi di kota hujan tersebut. BMKG mencatat sudah empat kali gempa di Bogor yang berkekuatan di bawah magnitudo 5. 19 Agustus 2019 dengan kekuatan magnitudo 2,5 dan 21 Agustus 2019 gempa bermagnitudo 3,4.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, jika diamati rentetan gempa yang sedang berlangsung di Bogor saat ini, fenomena gempa merupakan aktivitas gempa swarms.
Swarm adalah serangkaian aktivitas gempa yang terjadi di kawasan sangat lokal, dengan magnitudo relatif kecil, memiliki karakteristik frekuensi kejadian sangat tinggi, dan berlangsung dalam periode waktu tertentu.
Namun demikian hingga saat ini belum diperoleh referensi mengenai keberadaan struktur sesar aktif yang diduga menjadi pembangkit gempa swarm ini.
"Hasil kajian yang dilakukan Pepen Supendi dkk tahun 2018 sudah menyebutkan adanya klaster aktivitas gempa di barat daya Gunung Salak ini. Di klaster ini terjadi 9 kali gempa selama periode 2011-2015 yang memiliki magnitudo M 2,0 hingga M 4,6," ujar dia.
Dalam peta seismisitas Jawa Barat dan Banten periode 1990 - 2000 juga tampak adanya klaster aktivitas gempa yang cukup mencolok di barat daya Gunung Salak.
What's On Fimela
powered by
Aktivitas gempa swarms
"Ini artinya aktivitas gempa Klaster Bogor ini sebenarnya sudah sering terjadi sejak lama. Berdasarkan data hasil monitoring BMKG terkini, tampak ada kecenderungan frekuensi kejadian gempa swarm semakin meningkat," ujar dia.
Aktivitas gempa ini merupakan cerminan berlangsungnya proses pelepasan tegangan pada batuan kulit Bumi yang berlangsung karena karakteristik batuan yang rapuh (brittle).
"Jika medan tegangan yang tersimpan dalam sudah habis, maka aktivitas gempa swarm ini dengan sendirinya akan berakhir," kata Daryono.
Bagi kalangan ahli, gempa swarms merupakan fenomena alam biasa. Namun demikian karena fenomena semacam ini jarang terjadi dan masyarakat sebagian besar belum banyak memahaminya, maka wajar jika banyak warga yang merasa resah.
"Pada beberapa kasus gempa swarm biasa juga terjadi di zona gunung api. Swarms dapat terjadi di bagian yang mengalami akumulasi medan tegangan berkaitan dengan aktivitas pergerakan magma," kata dia.
Selain berkaitan dengan aktivitas vulkanisme, beberapa laporan menunjukkan bahwa gempa swarms juga dapat terjadi di kawasan non vulkanik. Fenomena swarms memang dapat terjadi pada kawasan dengan karakteristik batuan rapuh dan mudah mengalami retakan-retakan (fractures).
Untuk menjawab apakah fenomena swarm pada klaster Bogor ini dibangkitkan oleh aktivitas sesar (tektonik) atau vulkanisme, tampaknya perlu ada kajian yang lebih mendalam untuk menjawabnya.
"Terlepas dari faktor penyebab pembangkit gempa swarm, yang pasti rentetan aktivitas gempa yang terjadi saat ini dan sebelumnya sudah cukup menjadi petunjuk bahwa adanya sumber gempa pada Klaster sebelah baratdaya Gunung Salak," demikian Daryono.
#GrowFearless with FIMELA