Mengenal Rasuna Said, Jurnalis yang Berjuang untuk Emansipasi Perempuan

Ayu Puji Lestari diperbarui 17 Agu 2019, 12:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Rasuna Said atau yang bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada tanggal 15 September 1910, di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Sebagai keturunan bangsawan, ia berjuang dengan gigih untuk emansipasi kaumnya. HR Rasuna Said dikenal sebagai sosok yang berkemauan keras dan memiliki pengetahuan yang luas.

Masa kecil Rasuna Said mengenyam pendidikan Islam di pesantren. Ia menjadi satu-satunya santri perempuan. Sejak saat itu, Rasuna Said sangat memperhatikan kemajuan dan pendidikan bagi kaum perempuan. Ia menilai bahwa perjuangan tersebut tidak hanya bisa dilakukan melalui jalur pendidikan, namun bisa dilakukan juga dengan perjuangan politik.

Rasuna Said memulai karirnya di dunia pendidikan dengan mengajar di Diniyah Putri. Namun, ia memutuskan berhenti mengajar karena menurutnya ia akan lebih dapat memajukan perempuan dengan memperjuangkannya di ranah politik. Hal pertama yang ia lakukan adalah dengan mengajukan pendidikan politik di sekolah yang ia dirikan, namun sayangnya ditolak.

Tidak berhenti di situ, Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah. Ia yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berfikir yang banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Perjuangan Politik Rasuna Said

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Karir politik Rasuna Said dimulai dengan menjadi sekretaris cabang di Sarekat Rakyat. Rasuna Said juga menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), Anggota Dewan Pertimbangan Agung dan Dewan Perwakilan Sumatera. Kepiwaiannya dalam pidato membuatnya dikecam oleh Belanda saat itu. Ia menjadi perempuan pertama dari kalangan jurnalis yang dipenjara oleh pemerintah Belanda karena isi pidatonya mengecam Belanda.

Bersama dengan Rasimah Ismail, Rasuna Said dipenjara di Semarang pada tahun 1932. Sekeluar dari penjara, Rasuna Said melanjutkan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.

3 dari 3 halaman

Menulis adalah Cara Rasuna Said Berjuang

Ilustrasi perempuan/copyright shutterstock

Terkenal dengan tulisannya yang tajam, Rasuna Said menjadi pemimpin redaksi majalah, Raya pada tahun 1935. Dikenal dengan tulisannya yang radikal dan secara terang-terangan melawan Belanda, membuat ruang gerak Raya pun dibatasi. Meskipun harus kecewa dengan tokoh-tokoh PERMI yang tidak berbuat banyak untuk membelanya, ia tetap berjuang di jalurnya sebagai jurnalis.

Setelah pindah ke Medan pada tahun 1937, Rasuna Said mendirikan sekolah putri dan membuat majalah mingguan Menara Poeteri. Majalah yang ia buat banyak memuat tentang pemikirannya untuk memajukan perempuan. Tulisannya juga lantang melawan Belanda. Sayangnya, Menara Poeteri tidak bertahan lama karena kondisi keuangan membuat majalah ini terpaksa tutup.

Di usianya yang ke 55 tahun, Rasuna Said meninggal karena kanker darah. Ia meninggalkan seorang putri yaitu Auda Zaschkya Duski dan 6 orang cucu. Untuk menghormati jasanya, namanya pun diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta.

Terima kasih Rasuna Said.

#GrowFearLess with Fimela