Komunitas Temen Main, Kenalkan Permainan Tradisional pada Anak-anak

Febriyani Frisca diperbarui 09 Agu 2019, 17:34 WIB

Fimela.com, Jakarta Dunia anak identik dengan permainan. Bukan sekadar hiburan, permainan juga bisa mengasah rasa dan perkembangan motorik serta sensorik seorang anak. Lebih dari itu, permainan bisa menjadi sebuah identitas dari sebuah wilayah yang menaunginya. Seperti permainan tradisional, misalnya.

Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, permainan kini ikut mengalami perubahan. Jika dua dekade silam anak-anak sibuk dengan permainan berkelompok di luar ruangan, kini dengan mudahnya menemukan anak bermain permainan konsol di gawai masing-masing.

Melihat fenomena tersebut, sekelompok orang yang peduli akan dunia permainan anak, mencoba untuk mengembalikan permainan tradisional ke tengah-tengah anak-anak yang mereka jumpai. Menamakan dirinya sebagai Komunitas Temen Main, mereka hadir untuk mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak zaman now.

Fika, salah satu inisiator Temen Main menjelaskan tentang komunitas yang berdiri pada September 2015 ini. "Kami sekumpulan mama mama dan papa papa, kami berteman, sering kumpul bareng dan beberapa ada yang sudah punya anak, kami melihat pergeseran zaman ke digital, jadi kami ingin menyeimbangkan permainan bersama, kami ingin mendorong anak-anak untuk tetap bermain bersama dengan permainan tradisional," jelas Fika saat ditemui di Hotel Aston Priority dalam acara Carniva Anak.

What's On Fimela
Inisiator Temen Main. (Sumber foto: Adrian Putra/FIMELA.com)

Lebih lanjut, Fika membeberkan alasan mengapa mereka memilih permainan tradisional untuk dikenalkan ke anak-anak. "Dengan permainan tradisional rata-rata harus main bareng, bekerja sama, kompak, sportivitas, dan kami ingin mengenalkan juga permainan tradisional, karena banyak anak-anak yang nggak tahu permainan tradisional seperti apa karena keterbatasan lahan," imbunya.

Mencoba mengenang ke masa mereka pertama kali eksis, Nurfiyanti Kusuma, salah satu inisiator lainnya bercerita awal mereka ada.  "Jadi awalnya dulu kami main ya main aja, mau diundang ke mana pun kami ayo, jadi sama sekali tidak profitable atau komersial ya, tujuan kami ngumpul supaya ada tempat bermain dan melestarikan permainan tradisional," kenang Ophie di kesempatan yang sama.

Mengenai keanggotaan, Ophie menjelaskan bahwa anggota mereka tidak terikat dan terbuka bagi siapa pun yang mau bergabung. "Sejauh ini, anggotanya tersebar, kalau ada event, kami umumkan lewat media sosial, sebenarnya tidak mengikat, hanya saja kalau pengurus ya inisiator saja, dan ada tambahan volunteer tetap yang kami ambil dari komunitas lain yang suka bermain dengan kami," kata Ophie, perempuan yang akrab disapa Ophie ini.

2 dari 2 halaman

Berusaha untuk Melestarikan Permainan Tradisional

Lomba menggambar di Carniva Anak. (Sumber foto: Adrian Putra/FIMELA.com)

Seperti komunitas pada umumnya, Temen Main juga memiliki kegiatan yang melibatkan para anggotanya. "Kami ada kegiatan One Foot One School, yang bekerja sama dengan Yayasan Visi Makarya, yaitu kaki palsu untuk tuna daksa tidak mampu yang telah mendaftar ke kami, yayasan tersebut kerja sama dengan seluruh sekolah di Tangerang Selatan, dan kami bekerja sama dengan bermain," ujar Ophie.

Ophie menjelaskan bahwa permainan di beberapa daerah memiliki kesamaan cara. Bahkan, ada dua anggota yang memainkan satu permainan yang sama dengan nama berbeda. Menurut Ophie, ada 12 permainan tradisional yang dikenalkan Temen Main ke anak-anak.

"Sebenarnya kalau permainan setiap daerah itu mirip-mirip tapi nama dan alatnya beda, dan meski permainannya sama, aturan setiap daerah beda-beda, ada banyak dan kami harus belajar permainan tradisional yang lain, tapi yang sering kami perkenalkan ke anak-anak itu engrang batok, arangku alu, karet, engsreng, congklak, ular naga, tapak gunung atau engklek, ampar-ampar pisang, kelereng, gasing, galasin, benteng, kurang lebih 12 permainan," ungkap Ophie.

Arangku Alu. (Sumber foto: Adrian Putra/FIMELA.com)

Ophie mengimbuhkan, permainan tradisional yang mereka ajarkan berasal dari berbagai sumber. "Referensi kami dari masa kecil, karena kami berasal dari beda-beda daerah, karena ada anggota jadi referensinya dari kerja sama komunitas lain, latar belakang kami, dan belajar dari orang yang menggeluti permainan tradisional lebih lama, seperti Zaini Alif," imbuh Ophie.

Disinggung soal pengalaman paling berkesan selama bermain bersama, Ophie mengatakan bahwa pengalaman itu tidak datang dari anak-anak, melainkan dari orang dewasa yang mereka ajak main bersama. "Pengalaman main paling berkesan di Bogor, saat itu ada gathering company dan pesertanya adalah customer dari company itu sendiri, dan itu berkesan sekali karena kami berhasil mengembalikan memori masa kecil mereka," kata Ophie.

Di akhir obrolan, Fika mengungkapkan harapannya untuk komunitas garapannya ini dan dunia permainan anak lebih luas. "Kami berharap agar tercapai pelestarian permainan tradisional ini, karena ada beberapa sekolah yang mengadopsi permainan yang pernah kami kenalkan, dan agar anak-anak bisa seimbang antara bermain individual dan bermain bersama teman-temannya," harap Fika.

"Pelan-pelan kita rangkul, ditanya mau main apa, selebihnya balik lagi ke pendidikan di rumah, orangtuanya mau nggak mengenalkan terus, karena percuma kalau satu event bersama kami terus udah, jadi message-nya ke orangtua," tandas ibu satu anak ini.