Pasca Kasus Pelecehan, Pesantren Annahla Malah Mewajibkan Santri Perempuan Memakai Cadar

Fimela Editor diperbarui 02 Agu 2019, 13:20 WIB

ringkasan

  • Pelecehan seksual kembali terjadi
  • Kebijakan untuk mencegah pelecehan nampaknya kurang revelan
  • Pakaian dianggap sebagai penyebab pelecehan masih sering terjadi

Fimela.com, Jakarta Penulis: Gabriel Widiasta

Belum lama ini muncul kasus pelecehan seksual oleh pimpinan dan guru ngaji Pesantren Pesantren Annahla, Kota Lhokseumawe. Korban dari tindakan tidak bermoral ini adalah 15 siswa pria. 

Kasus yang akhirnya terkuak pada pertengahan Juli 2019 ini menuai beragam reaksi, salah satunya dengan menonaktifkan kegiatan belajar mengajar di pesantren selama 2-3 pekan. Pada 29 Juli, kegiatan kembali dilaksanakan dengan pimpinan pesantren yang baru yaitu Tengku Sulaiman Daud.

Pimpinan pesantren mulai menerapkan kebijakan baru, menggunakan cadar di seluruh kawasan pesantren bagi santri perempuan. Jumlah santri perempuan di pesantren ini adalah 50 dari total 137 santri. Alasannya, untuk menghindari kejadian serupa dengan lebih menutup aurat para santri, khususnya santri perempuan.

Di masa lalu, santri perempuan (siswa pesantren) juga diharuskan mengenakan kerudung, tetapi hanya saat kelas sedang berlangsung. Tetapi sekarang adalah wajib untuk mengenakan jilbab saat berada di tanah pesantren, "kata Sulaiman pada hari Minggu seperti dikutip oleh Tribun.

2 dari 3 halaman

Kebijakan Baru Tidak Relevan

Korban pelecehan seksual banyak dirugikan/copyright shutterstock.com

Kebijakan ini tampak tidak tepat sasaran. Pasalnya, korban dari pelecehan seksual ini adalah pria. Seharusnya, kebijakan yang dibuat adalah menyaring para guru yang akan mengajar. Hal ini pernah diutarakan oleh Ketua Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali yang menyatakan harus melihat kompetensi guru dan kapasitasnya baik secara moral maupun akademis.

"Misalnya, saat kita lihat ada seseorang yang bersuara bagus ketika membaca Alquran, langsung kita jadikan guru mengaji anak. Padahal, kapasitasnya sebagai tenaga pendidik tidak ada," kata Faisal, saat diwawancarai Liputan6.com.

Sangat disayangkan bahwa kebijakan yang dibuat tidak fokus pada pencegahan untuk pelaku. Padahal sudah jelas, niat pelaku sama sekali tak ada hubungannya dengan busana apapun yang digunakan korban. 

3 dari 3 halaman

Pelecehan Seksual dan Pakaian : Masih Relevankah?

Korban pelecehan seksual dan pakaian/copyright shutterstock.com

Kebijakan pimpinan baru Pesantren Annahla menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat masih meyakini menggunakan pakaian tertentu bisa menghindari ataupun mengundang perilaku pelecehan seksual. Padahal anggapan itu sudah dibantahkan dengan banyak studi. Salah satunya studi oleh Bianca Klettke,  David Mellor & David Hallford pada tahun 2018 di Amerika . 

Dalam studi ini, menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pelecehan seksual dan pakaian seseorang. Pakaian seseorang tidak menjadi faktor utama kenapa dirinya dilecehkan. 

Yang menjadi faktor terbesar pelecehan seksual, secara global adalah usia dan jenis kelamin. Sejauh ini, jenis kelamin yang paling banyak mengalami adalah perempuan dengan rentang usia 10-20 tahun.

Jadi, dengan adanya riset ini, semakin mempertegas bahwa pakaian korban bukan menjadi faktor utama dalam tindak pelecehan seksual. Mengatur cara berpakaian tidak akan berpengaruh banyak pada penurunan tindak pelecehan seksual.

#GrowFearless with FIMELA