Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Luna Lutmila - Bekasi
Kehebohan menyiapkan pesta pernikahanku, cukup ketat menyita waktu selama lima bulan. Bagiku, mempersiapkan sebuah pesta pernikahan tak seindah cerita-cerita yang kutonton ataupun kubaca di novel-novel. Pening bertambah ketika harus merencanakan hal-hal detail dengan keluarga calon suamiku. Apalagi tanpa kehadiran calon suami karena tugas yang mengharuskannya untuk bekerja di Jepang. Sudah bisa diterka, kesibukan yang menguras hati dan pikiran pun harus aku rasakan.
Berteman dengan surel, aku dan calon suamiku merencanakan bagaimana bentuk surat undangan dan kami bersyukur mendapatkan beberapa teman yang terampil. Masalah mulai timbul ketika pihak keluarga calon suamiku mempersoalkan pemakaian gelar pada nama-nama kami di dalam undangan pernikahan. Sejatinya kami berdua tidak ingin untuk mencantumkan gelar pendidikan kami. Begitu bersikerasnya kami sehingga membuat orangtua kami bersedih. Sontak hal ini membuat hari-hari kami penuh dengan kekecewaan. Tidak hanya undangan pernikahan, tapi segala ketidakcocokan terjadi pada detail yang lain.
Menjadi impian setiap calon pengantin untuk menjadi Queen of the Day! Dan hal inilah yang membuat aku memilih sendiri perias pengantin yang cocok. Seketika kemarahanku pun meluap karena calon ibu mertuaku ternyata telah memilih seorang perias untukku. Hari-hari seharusnya aku gembira mempersiapkan pernikahan telah berganti menjadi hari-hariku menguras segala emosi. Bahkan timbul pula niat untuk mengurungkan pernikahan. Mungkin beberapa dari pembaca menganggap sikapku berlebihan, tetapi itulah yang kurasakan. Segala macam emosi tumpah ruah ketika ada banyak kepentingan, begitu banyak impian setiap orang dari berbagai pihak ingin untuk diwujudkan.
Pentingnya Bersikap Dewasa
Kerumitan ini membuatku berpikir kembali, bahwa tidak sepantasnya aku membiarkan kekesalan dan kemarahan mewarnai pernikahanku. Di saat-saat seperti ini yang perlu dilakukan adalah berpikir dengan jernih. Ya, tidak semua keinginanku harus dituruti, kan? Aku harus bersikap layaknya wanita dewasa, karena itulah kekuatan satu-satunya yang aku miliki. Dan setiap wanita yang mau menikah sejatinya bersikap dewasa.
Orangtua, mereka lah yang sepatutnya mendapatkan tempat terbaik dalam pernikahan anak-anaknya. Tahun-tahun yang mereka habiskan, materi yang tidak ada habisnya, semuanya sudah mereka perjuangkan bahkan dengan tidak sedikit air mata. Inilah yang aku renungkan. Tidak patut jika aku memprioritaskan keinginanku sendiri. Betapa bahagianya orang tua melihat kami menyongsong pernikahan, dan begitu bangganya mereka melihat kami mengikat janji setia pernikahan.
Akhirnya, segala kerumitan pernikahan kami berakhir dengan merelakan ego kami masing-masing. Kami menyadari bahwa menyenangkan orangtua itulah yang harus kami utamakan. Tidaklah terlalu penting siapa yang merias diriku, katering mana yang dipilih, atau kebaya mana yang akhirnya aku kenakan. Berdamai dengan setiap keadaan, bersyukur bahwa ada banyak orang yang pasti mendukung kita serta percaya bahwa pernikahan kita pasti menjadi indah karena ada senyuman bahagia orangtua yang begitu bangganya melihat kita di altar.
#GrowFearless with FIMELA