Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Agus Ramelan
Kereta telah menjadi moda transportasi yang digemari masyarakat, termasuk diriku. Ke mana-mana aku selalu lebih suka naik kereta api dibandingkan dengan moda darat lainnya seperti bus. Alasannya simpel, aku terkadang suka mual dan sering kebelet buang air kecil jika naik bus.
Cerita dimulai saat aku pergi ke Kabupaten Purbalingga untuk melakukan sebuah kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Satu minggu sebelumnya aku sudah pesan tiket pulang pergi Kiaracondong-Purwokerto dengan kereta api Serayu. Iya aku adalah seorang “ekonom” karena aku sering sekali berpergian dengan kereta kelas ekonomi. Harga kereta api Serayu sangat terjangkau, cukup dengan Rp63.000,- kita sudah sampai ke stasiun Purwokerto.
Selesainya acara di Purbalingga, aku beranjak pulang dengan teman-teman dengan kereta yang sama. Sayangnya aku dan seorang temanku terpisah gerbong, karena memang kehabisan tiket yang berdampingan. Sebelum naik kami sudah janjian untuk makan bersama jika perut sudah mulai keroncongan, karea aku bekal sisa konsumsi dari tempat acara tadi.
Anehnya, baru 15 menit kereta berjalan temanku itu, sebut saja Mas Kis, dia sudah mengajak aku untuk pergi ke gerbong 3 di mana dia duduk di sana. Aku sih hanya berpikir mungkin Mas Kis sudah lapar. Karena memang perjalanan Purbalingga-Purwokerto cukup jauh, aku pergi ke gerbong 3 dengan membawa sekantong plastik makanan. Lha ternyata, setibanya aku di nomor kursi temanku, di sana ada seseorang yang sangat cerah dan “PIKACHU” (pipi kamu imut dan lucu) hehehe.
Ada gadis berkerudung dengan dua jarum pentul yang mencolok di atas telinganya. Mas Kis sudah kode dengan kedipan matanya, dan aku tahu apa maksudnya. Senjata mandraguna aku keluarkan, seribu jurus merayu. Pertama aku coba tawarkan kardus snack untuk dinikmati bersama, namanya perempuan dia masih malu-malu dan menolak. Setelah jeda beberapa menit, aku mulai dengan pembicaraan umum. Mau ke mana? Alumni mana? Rumah di mana? Dan pembicaraan itu berlarut-larut menuju hal-hal yang seru.
Senjata pamungkasku adalah bertanya apakah dikau tertarik daftar beasiswa S2? Alhamdulillah tertarik, saat itulah momen yang tepat aku minta kontaknya. Benar nama kontakku di HP dia namakan “Mas Agus Ramelan LPDP”, LPDP adalah beasiswa yang kudapat saat S2 kemarin.
Jodoh
Alih-alih diskusi soal beasiswa, aku malah bertanya hal-hal yang menjurus ke arah berkeluarga. Awal-awal aku sudah menanyakan status dia. Ketika ada peluang aku langsung minta izin bertemu. Setelah itu aku kembali izin bertemu dengan kedua orangtuanya. Dan alhasil 6 bulan setelah kenalan di kereta, aku melamar dia. Tepat 25 Januari 2019 kemarin aku memindahkan tempat duduk dia di sampingkuh. Dia yang dulu duduk di kursi kereta tepat depanku, sekarang dia duduk si sampingku di pelaminan dan menjadi pendamping hidupku selama-lamanya.
Sungguh betapa beruntungnya aku, Tuhan telah mengabulkan doaku untuk segera menikah di tahun 2019. Tepat awal tahun itu terwujud, dan alhamdulillah sekarang istriku sudah mengandung lima bulan. Mudah-mudahan buah cinta kami menjadi anak yang taat beragama dan berguna bagi nusa dan bangsa. Aamiin.
#GrowFearless with FIMELA