Menyambut Jodoh dengan Mempersiapkan Mental Sebaik Mungkin

Endah Wijayanti diperbarui 29 Jul 2019, 13:40 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.

***

Oleh: R - Probolinggo

Aku belum punya pasangan. Belum pula punya kedekatan khusus dengan lawan jenis. Tapi bukan berarti sebagai seorang wanita, aku tidak boleh berharap punya pernikahan impian, kan?

Hingga saat ini aku masih ingin sebuah resepsi pernikahan yang perfect tanpa cacat. Dekorasi dengan dominasi warna putih dan natural, fresh flowers, wedding dress putih dan make-up yang chic, simple, dan timeless, fotografer handal untuk mendokumentasikan, serta cincin yang minimalis namun manis. Lalu faktor service untuk tamu seperti katering dengan makanan yang enak-enak, souvenir yang bermanfaat dan minim sampah, baju seragam untuk keluarga dan sahabat-sahabatku, dan masih banyak lagi.

Meski aku punya resepsi pernikahan impian yang sedemikian, aku tahu itu nggak akan mudah. Meski pernikahan dijalankan 'hanya' oleh dua orang, tapi dua orang itu pun punya 'baggage' dan latar belakang yang sampai mati pun akan terus mengekor. Otomatis kita tidak bisa memaksakan kehendak dan berkata bahwa "this is MY dream wedding", it should be "this is OUR dream wedding".

Namun setelah melihat pernikahan teman-temanku dan kehidupan mereka pasca pesta, ternyata pernikahan tidak melulu hanya tentang indah dan megahnya sebuah resepsi. Sebagai seseorang yang pernah bekerja di industri wedding, it truly breaks my heart when some couples (my clients) decided to go on separate ways. No matter how beautiful their weddings were, no matter how gorgeous the bride looked like on their wedding day, no matter how dashing the dress and the decor... some couples would still prefer to break up.

 

2 dari 2 halaman

Pentingnya Kesiapan Mental

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Itulah kenapa menurutku salah satu persiapan terpenting dalam membuka lembaran baru bernama pernikahan adalah kesiapan mental. Kita harus mengasah diri untuk belajar mengalah dan bersikap bijak dalam mengharapi perbedaan pasangan (selama perbedaan itu tidak bersifat prinsipil). Itulah mengapa penting untuk benar-benar saling terbuka dengan pasangan, harus ada inti pembicaraan: pernikahan kita mau dibawa ke mana? Tujuan menikah apa? Solusi jika suatu saat ada masalah, bagaimana?

Menikah itu tidak harus bicara tentang cinta, tapi juga pengembangan diri. Never ever try to get married to fix our problem or even to fix ourselves. Pasangan/calon kita ada untuk menguatkan dan menemani kita, bukan untuk menyelesaikan masalah kita. We can tell or share, but never expect them to fix it.

Since I am not quite satisfied with myself, I am now trying my hardest to fix myself. So when I finally met the one, even if I am not perfect, I know that I already have tried to be my best version. Caranya? Tambah ilmu apa aja dengan membaca atau ikut kursus, dengarkan mereka yang ingin didengarkan, tambah frekuensi interaksi dengan orangtua atau mereka yang kamu hormati/bijaksana, banyak-banyak memberi dan sedikit berekspektasi, pamper myself once in a while, dan berdoa. This may sound like usual tips you get, but these actually help and improve me a lot.

Drama resepsi pernikahan itu pasti akan selalu ada, tidak peduli seberapa besar dan seberapa detail perhatian kita pada masing-masing pos. Maka dari itu, pastikan saat suatu kesalahan terjadi, kita sudah belajar untuk legowo dan tenang saat menyikapi suatu masalah. Never forget to love ourselves, breathe, and pray. Let's all have a blast on our wedding day and during our marriage lives! Cheers!

 

#GrowFearless with FIMELA