Memilih Pacaran setelah Menikah

Endah Wijayanti diperbarui 27 Jul 2019, 10:47 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.

***

Oleh: Kembang Sandat - Lombok Timur, NTB

“Banyak persitiwa terjadi dalam perjalanan hidup selama empat tahun terakhir sebelum Allah mentakdirkan kita untuk saling melingkari cincin pernikahan. Aku terus tumbuh dan berproses hingga menemukan hal-hal baru. Aku bertemu dengan beberapa orang yang mengubah cara pandang, cara berpikir, dan cara untuk mengambil sebuah keputusan. Hidup ini ibarat kumpulan kepingan sebuah puzzle yang sedang kususun agar kelak menjadi gambar sempurna yang indah nan bermakna. Aku senantiasa senandungkan doa pengharapan untuk jadi orang yang lebih baik lagi. Minimal bertumbuh baik 1% setiap hari serta selalu ditunjukkan jalan yang lurus.”

Pagi itu, gerimis kecil mengurai bau harum tanah. Menyambut prosesi sakral yang akan digelar tepatnya di hari ahad, 02 Desember 2018. Alhamdulillah atas kebesaran dan kekuasaan-Nya semuanya Dia mudahkan. Selalu melibatkan Allah dalam setiap jengkal kehidupan adalah tujuan hidup kami. Hanya kepada Allah tempat kami bersandar.

Cinta yang ditautkan karena Allah akan mengantarkan kepada cinta suci bernama pernikahan. Pacaran setelah pernikahan bersama kekasih halal adalah sesuatu yang amat berharga; sejak saat itu kami saling mengenal dan memahami satu sama lain. Diawali dengan proses ta'aruf yang membuat saya merasa bertanya-tanya bahwa apakah iya? Benar kah? Sesuatu yang tak disangka-sangka, benar-benar sebuah kejutan dari Sang Pemilik Hati dan Yang Maha Mengabulkan segala doa.

Saat ia datang mengkhitbah air mata saya perlahan mengalir. Sejak saat itu saya sadar bahwa saya akan menikah tinggal beberapa hari lagi. Bahkan saat prosesi akad nikah digelar, di mana ketika ia menjabat tangan Ayahku rasanya seperti mimpi. Hanya dengan beberapa kata yang terangkai menjadi kalimat indah ia ucapkan dan semua orang yang hadir di sana mendoakan.

Subhanallah...

Alhamdulillah...

Allahuakbar...

Bacaan surah An-Nur darinya membuat air mata saya sudah tak bisa ditahan. Lantunan ayat al-Qur'an yang ia baca menyentuh hati hingga air mata pun menetes dan mengalir dengan lembut. Puji syukur kehadirat Allah SWT, Allah lah satu-satunya tempat meminta. Dia lah sandaran terbaik tempat bercerita dan pada akhirnya Allah menjawab teka-teki rasa Kembang. Iya, nama pena yang akrab disapa pembaca adalah Kembang Sandat, atau bisa dengan sebutan Kembang.

Hanya dengan beberapa kata yang terangkai menjadi kalimat pendek itu, akhirnya aku pun sah menjadi seorang istri dari lelaki yang dipilihkan oleh Allah untukku dan atas persetujuan dari keluarga besar. Semenjak aku gagal menikah di tahun 2016 lalu, aku terus memperbaiki diri minimal bertumbuh baik 1% setiap hari.

Apa yang menjadi impianku untuk menikah di usia yang ke-23 tahun kulipat baik-baik dan kukubur dalam-dalam sebagai kenangan yang indah atas cara terbaik Allah mendidikku. Allah Maha Baik. Itu yang selalu kulantunkan dalam sujud syukurku. Pertanyaan dan jawaban tidak selalu berjalan beriringan, aku hanya membutuhkan waktu dan kesabaran hingga jawaban dari pertanyaanku dapat terlihat nyata oleh kedua bola mataku.

 

2 dari 2 halaman

Bersama Pria Terbaik

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Alhamdulillah atas kehendak-Nya aku menemukan jawaban dari pertanyaanku. “Siapakah lelaki terbaik yang Allah pilihkan untukku?” lelaki terbaik itu adalah dia, suamiku. Ia memegang tanganku untuk pertama kalinya ketika memakaikan cincin pernikahan di jari manisku. Rasanya aku seperti mimpi. Iya aku seperti di alam mimpi.

Ah...aku mencoba membangunkan diri, menyadarkan diri dari yang kurasakan saat itu. Di depanku ada banyak tamu undangan, mereka yang sedari tadi menyaksikan akad nikah kami. Aku kembali mendesah dan menarik napas dalam-dalam dan mengambil cincin yang tinggal satu tersisa, cincin untuk lelaki yang bernama suamiku harus kulingkari di jarinya juga. Tanpa melihat matanya, aku meraih tangannya yang sedari tadi ia sodorkan di depanku. Aku yang malu-malu dengan senyum simpul dicium keningnya.

Seusai acara pernikahan, kami masih canggung dan malu-malu. Di sinilah tahap kami saling kenal mengenal lebih jauh. Kami yang tak terbilang pacaran sebelumnya, lebih memilih untuk menikah.

“Akhi. Aku boleh minta tolong?”

“Akhi?” tanyanya kembali menatap mataku.

“Istriku, kita sudah menikah dan jadi suami-istri, masak dipanggil akhi?” tegasnya memberontak.

Suamiku tersenyum simpul padaku. Entah senyuman apa yang kutangkap saat itu?

“Minta tolong apa?” Ia menatapku dengan lembut.

“Belikan sesuatu yang bisa untuk menghilangkan kutek dan make up yang masih menempel di wajahku. Kita kan belum salat,” ucapku menundukkan kepala. Sampai saat itu aku pun belum berani beradu tatapan. Berpegangan ketika dibonceng pun tanganku terasa amat berat untuk melakukannya.

“Mukena yang kubawa kemarin ketinggalan di rumah Kak Im.”

“Pakai mukena maharnya saja.”

Ia membukakan bingkisan mahar yang masih dalam hiasan itu, lalu mengambilkan mukena berwarna putih. Ia menyodorkan mukena yang dibuka tadi dengan tangannya, kuambilnya mukena itu dari tangannya dan salat zuhur pertama yang kami kerjakan bersama-sama. Seusai salat kami lanjutkan dengan zikir dan doa bersama. Setelahnya, ia memegang kepalaku dengan memejamkan mata. Yang kutangkap adalah ia sedang merapalkan suatu pengharapan. Setelah selesai mendoakanku, ia kemudian mengecup hangat keningku.

“Ya Allah..., Ya Rahman, Ya Rahim..., betapa beruntungnya aku mempunyai suami seperti dirinya. Terima kasih Allah, terima kasih.” Air mataku menetes di mukena yang kukenakan saat itu.

Lagi-lagi aku salah tingkah di depannya. Apa yang kurasakan saat itu? Yang jelas ada rasa bahagia yang tak bisa kuucapkan. Lelaki yang berada di hadapanku ini adalah lelaki yang benar-benar memahami keadaanku dan menerima kekurangan yang kumiliki. Terima kasih Sang Pangeran Hati Kembang, merajut angan dalam buku kado pernikahan yang engkau hadiahkan. Bait-baitnya mendamaikan dan menentramkan.

#GrowFearless with FIMELA