Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Sarah Mantovani - Yogyakarta
Cemas Setengah Mati
Selama hampir 28 tahun baru kali ini saya mengalami kecemasan luar biasa dalam hidup saya dan kecemasan bertambah kala hari pernikahan semakin tiba.
Tiba-tiba Mama mendapati saya menangis sesenggukan. Entah... di tengah persiapan pernikahan ini perasaan saya malah semakin tertekan. Tertekan membayangkan segala hal yang belum terjadi dan tidak semestinya saya pikirkan, apalagi sebagai anak bungsu yang memang sangat dekat dengan Mama di setiap kondisi, saya satu-satunya anak yang akan tinggal jauh darinya.
Benar, saya mengakui bahwa kecemasan luar biasa ini membuat saya semakin tertekan dan mungkin orang lain akan menganggap kecemasan saya ini sungguh tidak beralasan.
"Lho... kok nangis? Kenapa kamu nangis?" tanya Mama.
Saya hanya bisa menangis saja. Tak sanggup berkata-kata dan belum sanggup mengungkapkannya.
Kemudian beliau memeluk saya. Sepertinya beliau memahami jika anak perempuannya ini sedang cemas setengah mati.
"Kamu harus lebih dekat lagi sama Allah, lebih pasrah, lebih tawakkal. Jangan segala sesuatunya kamu pikirin, apa-apa jadi pikiran. Serahkan aja semuanya sama Allah," nasihat beliau.
Mama juga menceritakan pengalamannya saat mengalami depresi, sampai tidak mau bertemu dengan anak-anaknya pada saat itu namun akhirnya tersadar, beliau harus bangkit melawan.
What's On Fimela
powered by
Menghubungi Psikiater
Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pasca saya dan calon suami (yang kini telah menjadi suami saya) sepakat untuk lanjut ke tahap berikutnya, yaitu lamaran, saya mengalami sesuatu yang aneh dan belum pernah saya alami.
Saat akan makan muncul ketakutan dalam pikiran jika nanti saya akan mati tersedak kala menelan makanan. Ketakutan tersebut sering menghantui saya saat memakan apapun, termasuk makanan favorit saya sendiri.
Dampaknya, saya jadi makan terlalu pelan, tidak menikmati makanan yang saya makan dan takut memakan makanan yang keras-keras. Berat badan saya pun terpaksa harus turun. Saya juga mengalami mimpi buruk saking cemasnya.
Sampai pada suatu titik, saya sungguh tersiksa dengan semua kecemasan dan ketakutan yang terus melanda saya. Saya tidak mau seperti ini lagi, saya harus bangkit melawan semuanya!
Akhirnya saya mencari tahu apa yang saya alami, termasuk mencarinya ke situs-situs psikologi, gangguan apa yang sedang saya alami ini.
Ternyata saya terindikasi mengalami gangguan penyesuaian afek cemas. Gangguan ini biasanya muncul pada orang yang akan atau telah mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Menikah ialah salah satunya saja. Jika tidak ditangani segera maka gangguan penyesuaian ini akan berkembang menjadi depresi pada yang mengalaminya.
Langsung saja saya teringat pada dua rekan Psikiater yang sudah saya kenal baik sebelumnya. Mereka lah dr. Agung Frijanto Sp.KJ., dan Dr. dr. Fidiansjah M.P.H.
15 Juli 2017 atau 85 hari sebelum hari pernikahan saya menghubungi keduanya melalui pesan whatsapp dan menceritakan semua yang saya rasakan.
Berusaha Melakukan yang Terbaik
Tidak hanya itu, saya juga menceritakan upaya-upaya yang terus dan selalu saya lakukan agar segala kecemasan dan ketakutan saya hilang, mensugesti dan memotivasi diri adalah beberapa di antaranya. Kedua psikiater andalan saya ini menyepakati upaya yang saya lakukan.
"Iya bagus dengan mensugesti positif, insya Allah akan mengurangi kecemasan. Selamat ya semoga lancar dalam ridho Allah SWT. Saya yakin dengan pertolongan Allah SWT, insyaallah Mbak Sarah segera pulih dari rasa kecemasan tersebut. Namun kalau kapan-kapan ingin berkonsultasi InsyaAllah saya siap membantu," balas dr. Agung kala itu.
Setelah menceritakan semuanya dan bertemu langsung dengan salah satunya, perlahan-lahan saya bisa mengatasi sendiri segala kecemasan dan ketakutan berlebihan yang melanda.
Bersyukur sekali pernikahan saya berjalan dengan lancar tanpa hambatan walau hujan menyambut beberapa jam setelah ijab-qabul terlaksana. Saya yakin dan percaya itu merupakan tanda ridho dari Sang Maha Kuasa dan keberkahan untuk kami berdua.
Sekarang hampir menginjak dua tahun pernikahan, saya berharap untuk seterusnya dan seterusnya gangguan penyesuaian tak lagi menghampiri saya, cukup sekali saya begitu tersiksa, cukup sekali saja saya mengalaminya.
Untuk teman-teman yang ingin menikah jangan lupa periksakan ke psikolog klinis atau psikiater jika kamu mengalami gejala yang sama atau ada yang tidak biasa ya!
#GrowFearless with FIMELA