Komunitas 1001 Buku, 17 Tahun Perjalanan Membagikan Buku Gratis

Gadis Abdul diperbarui 26 Jul 2019, 16:22 WIB

Fimela.com, Jakarta Mei 2002, Komunitas 1001 Buku didirikan oleh tiga orang perempuan yang sangat prihatin atas terbatasnya akses sebagian besar anak Indonesia pada buku berkualitas. Ketiga orang perempuan tersebut, yakni Upik Djalins, Ida Sitompul dan Santi Soekanto. Dan hingga kini perjalanan Komunitas 1001 Buku pun belum berakhir.

Ada tiga visi misi yang terus dijalankan oleh 1001 Buku hingga kini, dan salah satu dari visi misi tersebut adalah meningkatkan minat baca dan budaya baca anak Indonesia melalui terbukanya akses pada bacaan berkualitas, melalui kegiatan-kegiatan yang dimotori oleh relawan dengan keterlibatan komunitas.

Terbukanya akses pada bacaan berkualitas dilakukan dengan mengumpulkan buku-buku yang didapat dari masyarakat lalu menyortirnya dengan memilih bacaan yang sesuai untuk anak-anak dan dewasa serta yang masih layak baca. Lalu tahap yang terakhir adalah mendistribusikannya ke berbagai daerah yang ada di Indonesia.

What's On Fimela
Pengunjung Taman Honda Tebet, Jakarta Selatan, menikmati lapakan baca atau gelar buku yang diadakan oleh Komunitas 1001 Buku. (Fimela.com/Deki Prayoga)

“Hingga saat ini yang terdaftar di kita ada hampir 950 taman bacaan di seluruh Indonesia, mayoritas di Jawa,” jelas Muhammad Akbar, Tim Jaringan Taman Baca dan Distribusi Buku (Jaringan Laba-laba) Komunitas 1001 Buku kepada Fimela.com. “Dalam setahun paling tidak kita 10 kali ngirim buku. Tahun kemarin ada 19 ribu buku yang dikirim,” tambah Akbar yang sudah bergabung dengan 1001 buku sejak 2011.

Selama 17 tahun perjalanan 1001 Buku tentunya banyak hal yang sudah terjadi, namun ia bersyukur karena teman-temannya masih memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap bertahan. “Apa yang membuat komunitas ini tetap bertahan adalah karena masing-masing orang punya komitmen, meskipun para pengurus memang nggak dibayar sama sekali,” jelas Akbar.

“Banyak juga dukungan dari taman baca yang minta untuk jangan berhenti. Yang paling penting komitmen, visi misi dijaga, marwah semangat berbaginya harus dijaga,” terang pria yang memang sudah dari kecil hobi membaca ini. Akbar berharap bahwa kedepannya Komunitas 1001 Buku bisa merangkul komunitas literasi yang lain supaya dapat menjaga serta mengawal literasi Indonesia agar bisa lebih baik lagi.

2 dari 2 halaman

Membaca Juga Jadi Tanggung Jawab Orangtua di Rumah

(Dari kiri ke kanan) para relawan Komunitas 1001 Buku, Muhammad Akbar, Rizky Kurniawan dan Fachmi. (Fimela.com/Deki Prayoga)

Di Minggu pagi bersama beberapa rekannya dari 1001 Buku, Akbar sudah membuka lapak buku bacaan gratis di Taman Honda, Tebet, Jakarta Selatan. Ini memang sebuah program baru yang diadakan oleh komunitasnya dan ia berharap bahwa kegiatan tersebut dapat membuat para orangtua juga semakin mendukung anak-anaknya untuk membaca.

“Masalah minat baca bukan cuma persoalan anak suka baca atau nggak, tapi balik lagi ke orangtuanya, apakah mereka memberi support? Karena minat baca balik lagi ke keluarga. Mau anak suka baca? Ya, orangtua harus suka baca, jangan main gadget terus,” jelas Akbar. Intinya menurut Akbar, para orangtua juga harus membangun lingkungan yang suka baca.

“Orangtua harus membangun lingkungan yang suka baca. Kayak menyediakan rak baca buku di rumah. Ada sarana, fasilitasnya, jangan berharap anak-anak kita suka baca, tapi kita tidak memfasilitasi mereka atau anaknya mau beli buku, tapi nggak dikasih dan lebih mementingkan hal yang sifatnya konsumtif,” pungkas Akbar.