Batara Guru, diperankan Slamet Rahardjo, mengutuk Dewi Lokawati,menjadi padi. Lalu tanaman padi itu diberikan pada kerajaan Medangkamulyan. Berkat anugerahnya, padi ditanam hingga panen melimpah. (Bambang E.Ros/Fimela.com)
Melihat hal ini, Kerajaan Sonyantaka yang diserang paceklik panjang kemudian berencana merampok padi di Medangkamulyan. (Bambang E.Ros/Fimela.com)
Kisah padi menjadi fokus utama dalam lakon Goro-Goro: Mahabarata 2, hal ini terlihat saat pementasan Teater Koma yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation pada rabu (24/7/2019) di Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta (Bambang E.Ros/Fimela.com)
“Angkatan Perang setiap Negara bisa kuat, tapi andaikata manusia tidak memakan nasi (padi) atau gandum, apalah artinya Angkatan Perang? Pasti mereka akan lemah juga,” papar Nano Riantiarno, sutradara dan penulis naskah pagelaran ini. (Bambang E.Ros/Fimela.com)
Peran Semar dan Togog yang diperintahkan turun ke Marcapada (Bumi), oleh ayah mereka, Hyang Tunggal, Dewa Pertama menjadi kisah klasik. Semar, didampingi ketiga anaknya: Petruk, Gareng, dan Bagong menjadi pamong atau panakawan Raja Medangkamulyan. (Bambang E.Ros/Fimela.com)
Sedang Togog yang ditemani Bilung atau Sarahita mengabdi pada Raja Sonyantaka (Bukbangkala) yang jahat, walaupun berkali-kali kebijakan atau perbuatannya ditentang oleh Togog, selaku penasehat kerajaan. (Bambang E.Ros/Fimela.com)
Tak kurang dari 3 jam, produksi ke-158 Teater Koma inni berhasi meramu kisah Mahabarata, tentang goro-goro kekuasaan, sampai pesan cinta Togog: “Siapa saja yang menanan dan merawat padi dengan cinta kasih, mereka tidak akan kelaparan.”(Bambang E.Ros/Fimela.com)