Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Nuraini Safitri - Garut
Di usiaku yang sudah matang, aku terus didesak oleh orang tuaku untuk menikah. Saat itu aku memang mempunyai kekasih namun dia belum siap menjalani pernikahan.
Lalu tiba-tiba ada seorang laki-laki hadir dalam kehidupanku yang bermula dari mengirimkan aku pesan di media sosial dari situ kami memulai komunikasi dan terus berlanjut hingga kami akrab satu sama lain. Sebenarnya aku sudah mengenal dia sebelumnya saat aku kecil dulu karena memang rumahku dan rumah dia hanya beda kampung saja. Namun aku belum pernah mengobrol denganya apalagi mengenalnya lebih dalam.
Setelah kami menjalin komunikasi intens hampir tiap hari dia menelepon aku dan kami pun selalu bertukar cerita tentang apapun, saling terbuka satu sama lain. Suatu hari dia mengajak aku bertemu di suatu taman kota di situ dia mengutarakan perasaanya namun aku masih bimbang karena aku masih menjalin hubungan dengan kekasihku. Tetapi dia langsung mempunyai niat untuk menikahi aku.
Dia memberiku waktu untuk berpikir matang-matang. Aku pun menceritakan niat baik orang yang ingin menikahi aku kepada ibuku. Tanpa pikir panjang ibu menyetujui aku agar segera menikah dengan dia karena memang ibu sangat menginginkan aku untuk segera menikah, selain itu ibuku mengenal baik keluarganya.
Suami Berubah
Setelah melalui proses berpikir beberapa hari akhirnya aku mengikuti saran ibuku. Dengan terpaksa aku memutuskan hubungan dengan kekasihku dengan penuh rasa bersalah karena memang aku sudah lelah untuk berpacaran dan umurku yang semakin bertambah.
Tak lama setelah itu dia menikahi aku, awalnya semuanya baik-baik saja meskipun perekonomian kami masih sangat pas-pasan. Semuanya benar-benar kami mulai dari nol, tapi itu semua bukan masalah karena yang terpenting suamiku menyayangiku dan selalu memperhatikan aku.
Setelah tiga bulan pernikahan aku hamil buah cinta kami. Selama hamil dia menjadi lebih memperhatikan aku, dan aku merasa menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini.
Hingga waktunya tiba aku melahirkan anak ku ke dunia ini, saat-saat pertama suamiku benar-benar bahagia setelah kelahiran anak kami dan dia pun tak segan membantunya mengurus buah hati kami.
Setelah bayiku menginjak usia 6 bulan mulai ada pertengkaran-pertengkaran meskipun masalah kecil tetapi selalu dipermasalahkan oleh suamiku. Entah apa yang terjadi karakter suamiku benar-benar berubah setiap kali kami bertengkar dia selalu memarahiku dengan nada tinggi dan berbicara kasar, dia pun tak segan selalu menyakiti dirinya sendiri.
Aku pun tak habis pikir mengapa suamiku berubah, apakah itu memang sifat aslinya atau perubahan yang memang terjadi karena tuntutan kehidupan?
Entahlah aku pun belum bisa mengambil kesimpulan apa-apa mengenai sifat suamiku. Setiap kali suamiku seperti itu aku hanya bisa menangis ketakutan, suamiku seperti seorang psikopat yang tak segan menyakiti dirinya sendiri seperti membenturkan kepalanya ke dinding. Hari demi hari aku jalani, aku selalu berusaha kuat demi anakku. Aku berharap suamiku akan berubah seperti sedia kala seperti saat awal pernikahan kami yang penuh dengan cinta.
Kesempatan Kedua
Suatu hari aku dan suamiku bertengkar hebat dan dia pun hilang kendali sampai akhirnya aku meminta cerai dengannya, namun dia tak mengabulkan permintaanku. Hingga pada akhirnya aku meminta pulang ke rumah orang tuaku untuk beberapa waktu agar aku bisa menenangkan fikiranku. Dan dia pun mengizinkan aku pulang.
Terkadang aku berpikir menyesal dulu aku terlalu cepat mengambil keputusan untuk menikah denganya tanpa mengenal dia lebih jauh, namun semua itu sudah terjadi. Aku hanya berharap dia bisa berubah. Tadinya aku tak akan menceritakan permasalahan rumah tanggaku kepada ibuku namun aku tak sanggup menahannya sendirian. Lalu aku pun menceritakan semua yang terjadi, Ibuku tidak menyangka bahwa menantunya akan seperti itu karena yang ibu tahu menantunya itu berhati lembut dan religius. Ibuku menyerahkan keputusan di tanganku.
Suamiku menjemput ke rumah orang tuaku, dia memintaku untuk pulang kembali ke rumah kami dan meminta kesempatan kedua. Lalu aku pun memberi kesempatan kedua karena setiap manusia berhak mendapatkan itu, apalagi kami sudah memiliki seorang anak.
Setelah itu aku kembali ke rumah kami, dan menjalani rutinitas seperti biasa. Suamiku bersikap lebih baik terhadapku. Aku hanya berharap kejadian sebelumnya tak pernah terjadi lagi.
#GrowFearless with FIMELA