Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: P - Jakarta
Aku yakin setiap orang pasti punya wedding dream yang berbeda-beda dalam hidupnya. Entah itu sederhana, mewah, atau bahkan mungkin yang klasik. Seperti aku dulu, jauh sebelum menikah pernikahan impianku tak muluk-muluk. Aku cuma ingin menikah dibalut dengan budaya Jawa yang kental pada umumnya,ada suara-suara gending, jalan kemayu dengan jarit dan ketika pengantin diiring ke sesepuh desa aku ingin sekali diiring dengan naik delman. Rasanya indah sekali menjadi ratu dalam sehari.
Impian itu juga yang pernah aku curahkan kepada orang terkasih saat itu. Orang yang selalu bersama-sama selama 6 tahun. Entah belum jodoh atau suatu pertanda kalau memang dia yang selalu bersama bukanlah pria terbaik untuk hidupku, akhirnya aku mantap memilih mengakhirinya. Bukan tanpa alasan, karena aku pikir dari awal aku sudah membuat keputusan yang salah dan memilih orang yang salah.
Kami menjalani cinta terlarang karena dia masih berstatus suami orang kala itu. Ya aku pacaran dengan suami orang. Cinta membutakan hati dan pikiranku saat itu. Hari berlalu bulan berganti bulan kami menjalaninya tanpa beban. Perjalanan cinta kami layaknya pasangan yang lain naik turun namun kami selalu bisa bersama-sama lagi.
What's On Fimela
powered by
Mengakhiri Cinta Terlarang
Hingga suatu saat aku merasa capek dan menanyakan akan dibawa kemana hubungan ini, dia hanya diam. Pertengkaran demi pertengakaran dilalui ketika pertanyaan itu aku utarakan. Namun hatiku selalu memaafkan dan menganggap ini akan bisa kami lewati. Tahun berganti tahun kami tak merasakan kendala yang berarti. Sampai pada akhirnya keluarga dan istrinya pun mengetahuinya. Dia tetap pasang badan untukku dan akan memperjuangkanku. Bangga dan haru saat itu ketika dia berapi-api melindungiku dari teror keluarga dan istrinya.
Dia akan mengurus semuanya dengan istrinya, itu yang dia janjikan padaku. Hingga pada tahun 2012 tepat mendekati ulang tahunku yang ke-28 tahun aku menagih janjinya, dia terus saja diam. Aku minta dia temui untuk ngomong ke orang tuaku juga dia hanya diam. Tak banyak kata yang bisa dia keluarkan. Dia hanya bilang sudah mengurusnya hanya perlu waktu untuk membuktikan dengan sebuah kertas (akta cerai). Kali ini aku coba beranikan diri melawan sikapku yang lemah menikah dengan dia atau meninggalkannya. Pertengkaran tak terelakkan malam itu, aku cuma butuh kepastian saat itu mengingat umurku tak lagi muda. Rasanya 6 tahun sudah cukup aku menunggu kepastian dari dirinya, akhirnya aku memilih meninggalkannya.
Bersamaan dengan kondisi hati yang masih gundah gulana seseorang yang dulu sempat singgah di hatiku masuk lagi dalam kehidupanku, iya dia suamiku yang sekarang . Tidak perlu waktu lama setelah kami bertemu kami memutuskan menikah dengan niat ibadah. Bermodal dari tabungan yang ada, gaji, dan pinjaman bank aku mengurus segala sesuatu berdua.
Dengan Niat Baik, Semua Dimudahkan
Proses dimulai dengan acara lamaran dengan tukar cincin. Selang satu bulan kami disibukkan dengan mencari dekorasi bertemakan budaya Jawa dan dukun pengantin (tata rias dan busana), sound system (hiburan) bahkan untuk seserahan sekalipun. Semuanya kami kerjakan berdua, rasanya Allah mempermudah semuanya. Resepsi dan ijab kabul pertama diadakan di rumahku di Jawa. Capek memang tapi semuanya terbayar ketika ijab kabul dan teriakan "sah" dari para saksi. Alhamdulilah pernikahanku di Jawa berjalan dengan lancar dan akhirnya wedding dream-ku pun terbayar.
Selang dua bulan ibu mertuaku meminta agar diadakan resepsi kedua di Jakarta (ngunduh mantu). Aku tak banyak membantu ketika resepsi di Jakarta bertepatan dengan proses sidang dan wisuda Diploma III ku saat itu. Tapi tidak mengurangi antusiaku untuk bersanding dipelaminan lagi menjamu para tamu, saudara, dan kerabat.
Bertemakan lebih ke pengantin modern, aku sebagai mantu hanya terima beres dari ibu mertua aku bersyukur bisa menikah dengan laki-laki baik tanpa ada rasa takut dianggap pelakor. Resepsi kami sederhana dan disaksikan sanak saudara dan teman di Jakarta. Saat ini kami sudah mempunyai dua orang anak putra dan putri. Aku berharap pernikahanku sakinah mawadah warahma sampai maut memisahkan.
Aku sadar kalau ingin hasil yang baik niat dan caranya pun harus baik. Sekadar mengingatkan kepada kaum perempuan jangan mau digantung, ambillah sikap jangan takut tidak laku karena sejatinya wanita baik hanya untuk laki-laki baik, dan teruslah berbuat baik .
#GrowFearless with FIMELA