Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Cicih Surya - Kuningan
Sebelumnya perkenalkan nama saya Cicih Surya. Saya berusia 34 tahun, saya anak sulung dari bersaudara. Dua adik saya sudah menikah. Cerita ini bermula ketika saya harus menjadi penanggung jawab acara pernikahan dua adik saya tersebut. Orang tua saya memang masih ada. Akan tetapi, mereka sudah tua untuk memikirkan segala hal soal perintilan pernikahan. Sementara, adik saya yang punya acara, sibuk dengan urusan pekerjaan di tempat mereka bekerja. Maka sayalah yang harus mengurusi semuanya. Dari mengurus adminitrasi, dekorasi, konsumsi, pokoknya semuanya. Sampai hal yang paling kecil saya mengurusnya.
Pengalaman ‘terpaksa’ menjadi wedding organizer dua kali membuat saya berpikir bahwa dalam menyelenggarakan sebuah pesta pernikahan, banyak pengeluaran yang bisa kita pangkas. Karena sebenarnya, setengah dari anggaran pernikahan, kita habiskan untuk sesuatu yang ‘sunah’. Bahkan, ada sebagian yang jatuhya jadi mubajir. Misalnya, dekorasi yang megah dan super wah. Sepuluh atau dua puluh juta masuk ke sana. Ada juga yang sampai ratusan juta hanya untuk berfoto seharian lalu dibuka dan semua selesai. Undangan dan souvenir yang susah-susah kita cetak dan kita sediakan, kebanyakan hanya berakhir di tempat sampah. Kenapa kita tidak mencetak undangan hanya untuk orang- orang yang dituakan dan dihormati saja? Sementara, teman sejawat dan sahabat mengirim pesan di media sosial mungkin sudah cukup.
Pernikahan adalah Awal Baru
Lelah fisik dan pikiran untuk mengurusi pesta pernikahan kedua adik saya, serta cerita mereka yang mengatakan bahwa seluruh tabungan habis untuk momen spesial tersebut membuat saya punya mimpi sendiri untuk menyelenggarakan pesta pernikahan yang sederhana namun sakral. Saya akan memakai gaun putih tulang yang elegan dengan model yang simpel. Saya tidak akan menyewa gaun tersebut, saya akan membelinya. Kenapa modelnya harus elegan dan simpel? Karena saya ingin tetap menjadi putri paling cantik di hari spesial tersebut. Tidak akan ada dekorasi berlebihan yang penting ruangan ditata dengan baik sehingga suasana intimate dapat tercipta dan semua orang merasa dirinya sangat berarti untuk saya.
Uang jatah dekorasinya bisa saya gunakan untuk melakukan berjalanan berdua dengan yayang, atau bisa disimpan untuk keperluan yang lebih penting, misalnya DP rumah atau keperluan lain yang lebih berguna. Pernikahan memang moment sakral yang diharapkan hanya sekali seumur hidup kita. Tetapi, pernikahan bukan akhir dari sebuah perjalanan cinta. Dia justru perjalanan baru yang penuh tantangan dan rintangan yang harus kita lewati untuk mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Kesakralan pernikahan menurut saya tidak diukur dari mewahnya resepsi. Tetapi, saat kita mampu saling setia sampai maut memisahkan nanti.
Semoga Tuhan segera mengirimkan jodoh untuk saya sehingga saya bisa mewujudkan pernikahan impian saya. Amin.
#GrowFearless with FIMELA