Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Neli Amelia - Samarinda
Pernikahan adalah hal sakral yang diinginkan terjadi sekali dalam seumur hidup kita, dengan terucapnya janji suci atas satu sama lain. Terkadang, kita ingin pernikahan dengan cara kita sendiri namun di Indonesia hal itu tidak berlaku. Budaya yang masih melekat menimbulkan perbedaan pendapat ketika membicarakan tentang perayaan pernikahan.
Seperti yang akan saya ceritakan dari kisah kakak saya sendiri. Ketika kakak saya yang berumur 26 tahun tiba-tiba saja mengutarakan untuk menikahi seorang gadis yang kami belum tahu siapa gadis tersebut, karena kakak saya tidak pernah mengenalkannya selama ini. Dengan penghasilan yang belum seberapa, orangtua saya sempat mengingatkan untuk diundur saja dulu, namun, kakak saya sangat ingin melangsungkan pernikahan.
Pada akhirnya kami sekeluarga mendatangi rumah gadis tersebut untuk melamarnya, pembicaraan mengenai acara pernikahan pun berlangsung. Dan mengejutkan bahwa kakak saya dan gadis itu ingin melangsungkan pernikahan dengan cara sederhana yaitu dengan menikah di KUA saja, seperti beauty vlogger @suhaysalim yang hanya mengenakan celana jeans dan membuat heboh para netizen. Sontak saja hal itu ditolak dari pihak keluarga perempuan, mau tak mau kakak saya harus mengikuti aturan dari keluarga sang gadis agar pernikahan dapat berjalan semestinya.
What's On Fimela
powered by
Pernikahan yang Sederhana
Meskipun akhirnya pernikahan di KUA saja tidak dapat dilakukan, namun kakak saya menyarankan untuk melangsungkan pernikahan dengan cara sederhana lainnya. Melaksanakannya di rumah saja dengan mengundang keluarga dan teman terdekat, dan akhirnya terlaksana juga dengan pengeluaran kurang lebih Rp10 juta saja. Acara berlangsung lebih khidmat dengan sambutan dari pihak keluarga dan teman dekat, makanan yang tersaji pun tak kalah nikmatnya dengan memakai katering dari pihak keluarga yang pintar memasak. Dokumentasi didapat dari pihak keluarga saya yang memang sering memotret dan pintar mengedit foto. Dekorasi pun sangat sederhana, hanya dikenakan di tempat kedua mempelai duduk. Itupun, kakak saya dapat memesan souvenir untuk para tamu undangan yang berjumlah 100 orang itu.
Pernikahan sederhana dapat berlangsung dengan baik karena juga didukung oleh keluarga yang dapat bersinergi untuk acara tersebut. Meskipun di awal sempat tidak didukung karena terlalu sederhana. Saya pun mendukung apa yang mereka lakukan, karena pernikahan itu sakral dan hangat. Yang saya maksudkan adalah menikah dengan suasana haru juga bahagia karena bersama orang-orang terdekat.
Terkadang diselenggarakan acara besar namun, terlalu memaksakan kehendak dengan biaya yang sedikit dan pada akhirnya harus meminjam kemana-mana. Saya tidak ingin terjebak dalam hal itu, tidak mementingkan gengsi dan omongan orang lain. Saya ingin pernikahan yang sederhana namun dapat membekas selamanya. Saya lebih fokus pada perencanaan keuangan sehabis menikah yang bakal lebih banyak daripada pesta sehari semalam saja. Bila ditanya pernikahan impian seperti apa yang diinginkan, yaitu hanya ingin menikah di rooftop saja dengan diiringi lagu dari Barry Manilow, Can’t Smile Without You.
#GrowFearless with FIMELA