Fimela.com, Jakarta Baiq Nuril merupakan korban berlapis dari kekerasan seksual yang dilakukan atasannya, dan dari ketidakmampuan negara melindunginya.
Meski pengadilan tingkat pertama menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah, sayangnya Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menetapkan Baiq Nuril bersalah dan menghukumnya dengan penjara enam bulan dan denda 500 juta rupiah, dan menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan.
Komnas Perempuan menyatakan kriminalisasi pada Baiq Nuril menjadi preseden buruk bagi hilangnya rasa aman bagi perempuan dan abesennya negara dalam melindungi perempuan korban kekerasan seksual, khususnya pelecehan seksual.
Untuk itu, Komnas Perempuan meminta:
1. DPR RI untuk segara membahas dan mensahkan RUU Penghapusam Kekerasan Seksual, dengan memastikan ke sembilan jenis kekerasa seksual termasuk pelecehan seksual dan RUU tersebut tetap dapat dipertahankan.
2. Presiden RI untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril sebagai langkah khusus sementara atas keterbatasan sistem hukum pidana dalam melindungi warga negara korban dari tindakan kekerasan seksual.
3. Hakim pengawas Mahkamah Agung (MA) mengoptimalkan fungsi pengawasan atas pelaksanaan PERMA 3/2017 di lingkuo pengadilan, sejak dari pengadilan tingkat pertama sampai MA.
4. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dan Dinas PPPA setempat mengupayakan pemulihan dan pendampingan kepada Baiq Nuril, khususnya keluarga dan anak-anaknya.
5. Kementrian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan zero tolerence kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual di lingkuo Kemendikbud, dan merekomendasikan kepada para pendidik untuk meningkatkan edukasi pencegahan kekerasa seksual.
Kasus Baiq Nuril
Baiq Nuril ialah mantan pegawai tata usaha SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang mengalami pelecehan seksual secara verbal oleh eks kepala sekolah tempatnya bekerja, Muslim. Kasus pelecehan itu ia rekam di ponsel.
Hak tersebut justru membuat Baiq Nuril diseret ke ranah hukum, ia dituding menyebarkan rekaman percakapan mesum Muslim.
Muslim melaporkan Nuril dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE. Atas pelaporan ini, Nuril digelandang ke pengadilan. Namun di Pengadilan Negeri Mataram, ia terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.
Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi. Mahkamah Agung yang menyidangkan kasasi menjatuhkan vonis bersalah terhadap Nuril lantaran dianggap mendistribusikan informasi elektronik yang memuat konten asusila. Ia pun divonis 6 bulan bui dan denda RP 500 juta. Ia mengajukan PK ke MA. Namun, MA pada menolak PK yang diajukan Baiq Nuril.
Simak Video Berikut
#Growfearless with FIMELA