Fimela.com, Jakarta Setelah 14 tahun berlalu, sebuah musik-teater I La Galigo akan kembali hadir di Jakarta. Pertunjukan seni musik-teater kelas dunia ini akan digelar pada 3,5,6, dan 7 Juli 2019, di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta.
I La Galigo merupakan sebuah pementasan musik-teater yang naskahnya diadaptasi dari 'Sureq Galigo,' sebuah wiracerita mitos penciptaan suku Bugis yang diabadikan lewat tradisi lisan dan naskah-naskah, kemudian dituliskan dalam bentuk syair menggunakan bahasa Bugis dan huruf Bugis Kuno.
Sureq Galigo menjadi dasar pertunjukan kelas dunia tersebut, yang mengisahkan serta menggambarkan petualangan perjalanan, peperangan, kisah cinta terlarang, pernikahan yang rumit, serta pengkhianatan. Semua elemen ini lantas dirangkai menjadi sebuah cerita kaya yang begitu menarik, dinamis, dan memiliki benang merah terkait kehidupan di dunia modern sekarang ini.
I La Galigo bukan hanya sekadar pertunjukkan musik dan teater. Para pemainnya bertutur lewat tari dan gerak tubuh. Soundscape dan penataan musik gubahan maestro musik Rahayu Supanggah di bawah penyutradaraan salah satu sutradara teater kontemporer terbaik di dunia, Robert Wilson, pun menambah kemegahan dan kekayaan pentas seni ini.
Aransemen Dramatis
Musik spektakuler tersebut bukan hanya memperkaya pertunjukan, tetapi juga menciptakan ekspresi yang lebih dramatis. Tidak mudah untuk meramunya. Maestro musik Rahayu Supanggah bahkan menggunakan 70 instrumen musik yang terdiri dari instrumen musik tradisional Sulawesi, Jawa, dan Bali.
Ketujuh puluh instrumen musik tersebut kemudian dimainkan oleh 12 musisi untuk mengiringi pertunjukan ini. Tidak main-main, sebelum musik dibuat, tim I La Galigo melakukan riset yang dikepalai Rahayu, untuk menciptakan iringan musik teater ini.
Butuh 3 Tahun Sebelum Pentas Pertama
Tidak mudah mengumpulkan Sureq Galigo yang tidak utuh. Kitab tersebut tercerai-berai, tersebar di Indonesia dan luar negeri. Di Tanah Air sendiri, kitab ini pun tidak berada di satu tempat. Sebagian dimiliki kolektor-kolektor pribadi, ada juga yang berada di museum.
Ketika sudah berhasil mendapatkan 'izin' adat yang cukup panjang dan bertahap-tahap, naskah I La Galigo kemudian berhasil ditulis. Namun, perjalanan mempelajari naskah ini pun tidak mudah. Bahkan membutuhkan waktu 3 tahun hingga akhirnya melakukan pementasan pertama I La Galigo di tahun 2004, di Esplanade, Singapura.
"Mulai dari 2001 kamu mempelajari naskah tua yang digarap sakral dalam budaya Bugis tersebut, sekaligus mendalami budaya Sulawesi Selatan. Setelah 3 tahun, akhirnya pada tahun 2004 kami melakukan pementasan pertama I La Galigo," cerita Restu I. Kusumaningrum, Ketua Yayasan Bali Purnati dan Direktur Artistik I La Galigo.
Setelah sukses melakukan pementasan di Singapura, lakon ini terus mendapat pujian saat digelar di berbagai kota-kota besar di dunia, seperti Lincoln Center Festival di New York, Het Muziekhtheater di Amsterdam, Forum Universal de les Cultures di Barcelona, Les Nuits de Fourviere, di Prancis, Ravenna Festival di Italia, dan masih banyak lagi.
Setelah mengelilingi 9 negara, I La Galigo akhirnya kembali hadir di Jakarta pada Juli nanti. Tiket pertunjukan dapat dibeli dengan harga mulai dari Rp475 ribu hingga Rp1.850.000. Tiket dapat dibeli lewat Loket.com, Go-Tix, atau situs Ciputraartpreneur.com. Bagi para pengguna Kartu Kredit/Debut BCA akan mendapatkan potongan harga 25%.
#GrowFearless with FIMELA