Memberi Utang pada Teman Membawa “Drama” Tersendiri

Endah Wijayanti diperbarui 04 Jun 2019, 17:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya cerita mengenai usaha memaafkan? Baik memaafkan diri sendiri maupun orang lain? Atau mungkin punya pengalaman terkait memaafkan dan dimaafkan? Sebuah maaf kadang bisa memberi perubahan yang besar dalam hidup kita. Sebuah usaha memaafkan pun bisa memberi arti yang begitu dalam bagi kita bahkan bagi orang lain. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela: Sambut Bulan Suci dengan Maaf Tulus dari Hati ini.

***

Oleh: Isti Hajim - Jakarta

Sekitar tahun 2005 aku bekerja di sebuah sekolah swasta. Berstatus guru honor apalagi di sekolah swasta biasa, gajiku pada saat itu sangat minim. Untuk memenuhi biaya hidupku aku membuka bimbel di rumah,  dari kamar tidur yang kusulap jadi kelas sederhana, berisi 4 kursi untuk kelas semi privat. Dengan usaha yang kuat lama-kelamaan bimbelku mendapatkan murid-murid Di samping itu aku juga menjadi agen penyalur guru-guru privat. Dari usaha sampingan tersebut aku mendapatkan penghasilan tambahan yang cukup lumayan.

Pada suatu hari datang seorang teman yang juga berprofesi sama sepertiku. Kesehariannya dia juga bekerja sebagai guru honor di sekolah negeri. Dia adalah ibu dengan 3 anak-anak yang masih kecil. Sang suami bekerja sebagai satpam perumahan. Dengan muka muram dan mencucurkan air mata dia mengatakan maksud kedatangannya yakni untuk meminjam uang.

Dia juga menceritakan kehidupan sehari-harinya yang serba kekurangan karena anaknya sedang butuh-butuhnya biaya sekolah dan penghasilan suami yang juga tak seberapa. Pada saat itu dia menunjukkan padaku sertifikat rumah kecil peninggalan orangtuanya. Dua juta yang ingin dia pinjam. Oh my God! Itu bukan jumlah yang sedikit buatku. Namun aku tak tega demi mendengar cerita sedihnya. Akhirnya aku lepaskan uangku.

Aku menolak ketika dia menyerahkan sertifikat rumahnya sebagai jaminan, pikirku uang sebesar itu saja pakai jaminan sertifikat dan kami sudah berteman sejak lama. Hanya perjanjian di atas selembar kertas yang menyatakan bahwa ia akan membayar dalam waktu 3 bulan. Sebulan… dua bulan… sampai jatuh tempo belum juga dibayar utangnya. Beberapa kali aku menagih hingga akhirnya ia datang ke rumah, aku terima walau dia baru bisa membayar setengah dari jumlah utangnya. Dia minta maaf, akupun memberinya maaf dan mencoba ikhlas dengan keadaan itu.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Sabar

ilustrasi/copyright Rawpixel

Belakangan ini aku mendengar dari beberapa temanku bahwa kehidupannya sudah lebih baik karena temanku itu dibuatkan warung kelontong kecil di sebelah rumah oleh orangtuanya. Di suatu minggu sore dia datang ke rumahku. Aku sudah ge-er saja berharap dia akan melunasi utangnya. Ternyata kedatangannya saat itu adalah untuk meminjam dana lagi kepadaku. Kali ini jumlahnya hanya setengah dari jumlah pertama kali dia berutang. Janjinya akan dilunasi bulan yang akan datang. Bagaimana aku bisa mempercayainya, sedangkan utang pertamanya saja belum dilunasi?

Lagi-lagi aku tak tega mendengar “drama” yang dia mainkan di depanku untuk alasan utangnya, akhirnya kuberikan juga dengan catatan janjinya untuk melunasi di bulan yang akan datang akan dipenuhi. Tetapi sampai dua kali awal bulan belum juga ada iktikad baik untuk membayar utangnya. Beberapa kali aku mengirimnya SMS, akhirnya barulah di bulan ketiga ia datang ke rumah membayar utangnya dan meminta maaf, agak berat hatiku untuk memaafkannya untuk yang kedua kali ini.

Memaafkan kesalahan orang, memang kata-kata itu bukan hal yang sederhana bagiku saat itu, karena dia telah dua kali mengingkari janjinya. Memaafkan tak semudah meminta maaf karena ada suatu beban di hati akan kesalahan orang yang sudah menyakiti dan membuat tak nyaman. Namun, ada beban tersendiri yang akan aku bawa-bawa terus jika tak memaafkan orang yang sudah melakukan kesalahan.

Aku memilih untuk bahagia yakni melepas beban itu dengan memaafkannya setulus hati. Jika aku tak memaafkannya itu juga berarti hubungan silaturahmiku dengan temanku sudah retak, dan aku tak mau seperti itu. Suatu saat bisa saja aku yang butuh bantuannya. Memaafkan kesalahan orang lain adalah jalan untuk hidup tenteram dan bahagia.  

 

3 dari 3 halaman

Simak Video di Bawah Ini

#GrowFearless with FIMELA