Keluar dari Belenggu, Lapangkanlah Hatimu

Endah Wijayanti diperbarui 03 Jun 2019, 17:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya cerita mengenai usaha memaafkan? Baik memaafkan diri sendiri maupun orang lain? Atau mungkin punya pengalaman terkait memaafkan dan dimaafkan? Sebuah maaf kadang bisa memberi perubahan yang besar dalam hidup kita. Sebuah usaha memaafkan pun bisa memberi arti yang begitu dalam bagi kita bahkan bagi orang lain. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela: Sambut Bulan Suci dengan Maaf Tulus dari Hati ini.

***

Oleh: Hani - Depok

Siapa yang pernah merasa kecewa? Kecewa terhadap diri sendiri ataupun orang lain? Bagaimana rasa kecewa itu memengaruhi kita? Seberapa besar pengaruhnya pada diri kita? Apakah mengganggu aktivitas sehari-hari kamu? Kegiatan yang biasanya mudah kamu lakukan dan kamu senangi, tiba-tiba menjadi sangat berat untuk dilakukan? Sulit rasanya ketika menjalani bagian hidup yang satu ini.

Terutama bila yang membuatmu kecewa adalah orang yang selalu bersamamu. Orang yang pertama kali menyadari kehadiranmu di bumi ini dan memberikan ketenangan. Saat itu dirimu sangat lemah, bahkan bila kau tidak menangis semua khawatir. Dulu hanya tangisan yang menjadi bahasamu, suatu hal yang tidak menyenangkan seharusnya, tetapi orang ini tetap sabar menenangkanmu. Ya, dia adalah seorang ibu. Ibu yang selalu berupaya memberikan kasih sayangnya.

Namun kini semua sudah berubah. Usia yang mengawali perubahan ini. Kini ibu sudah tak muda lagi. Semua tetap dilakukannya seorang diri, tanpa meminta bantuan namun dengan keluhan. Tak jarang amarahnya menyakiti hati, setiap hari selalu ada teriakan. Ingin rasanya hati membalas, tapi apa daya ia seorang ibu. Akan tetapi apakah sesuatu yang tertahan akan menjadi sebuah kebaikan? Sepertinya tidak, karena hal itu hanya menumpuk menjadi bekas luka yang luas mendalam hingga tak tau lagi dimana bagian awalnya.

 

2 dari 3 halaman

Melapangkan Hati

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Ketika luka hati yang selama ini tersimpan terpancing untuk terbuka, maka pecahlah rintihan air mata dan teriakan. Apakah benar ini melagakan? Apakah ini awal untuk menerima dan memaafkan? Sepertinya tidak, hal itu hanya akan mengagetkan dan membuat orang lain semakin tak mengerti. Respons yang tidak menenangkan ini hanya akan memperparah luka yang kita pendam. Sudah jadi seperti ini apa masih bisa kita menyembuhkannya? Tak ada yang tak mungkin bila kita berusaha. Berusaha dengan hati adalah yang utama. Tak perlu banyak dipikirkan, karena logika tak bisa menjawab semuanya. Hanya gunakanlah hati untuk memberi jawaban pada diri sendiri dan orang lain, agar memaafkan lebih mudah dari menyakiti.

Keluarlah sejenak dari apa yang selama ini membelenggumu, lapangkanlah hatimu. Dengan hati yang terbuka, terimalah segala kebaikan yang menghampirimu. Bahkan di saat kamu merasa hidup ini terlalu sulit, masih ada kebaikan dalam dirimu. Seperti napasmu yang awalnya terengah-engah karena amarah, dapat terobati dengan tarikan napas panjang. Ini membuktikan kebaikan masih ada untuk menjadi kekuatan untuk merubah keadaan. Mulailah lebih dahulu dalam berbuat kebaikan, agar kebaikan lain lebih mudah untuk masuk lagi pada diri sendiri. Dari banyak hal baik yang tersadari, namun masih membuatmu berpikir sulit memaafkan? Bagaimana jika kita yang tak termaafkan?

Kecewa boleh, tapi membiarkannya tak pergi dan terus datang hanya akan menutup kebaikan yang hadir dalam hidup kita. Jadi semudah apapun kita tersakiti, memaafkan haruslah jauh lebih mudah agar kebaikan segera menghampiri. Segera usirlah kecewa ketika menghampiri kita, penuhi hati hanya dengan kebaikan, maka kebaikan pula yang terpancar dari dalam diri dan maaf mengobati.

 

3 dari 3 halaman

Simak Video di Bawah Ini

#GrowFearless with FIMELA