Untuk Pencapaian Karier yang Lebih Baik, Ada Harga yang Harus Dibayar

Endah Wijayanti diperbarui 04 Mei 2019, 10:55 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.

***

Oleh: A - Medan

You are what you decide to be!

Kalimat yang selalu menjadi bahan bakar semangatku dalam membentuk diriku sendiri. Aku percaya pada kekuatan pikiran dan kemauan yang kuat. Aku percaya aku bisa mengatasi apapun.

Berbicara tentang pengalaman dalam karier, aku sudah cukup banyak merasakan pahit manisnya. Aku mulai memasuki kerasnya dunia pekerjaan saat masih duduk di bangku semester dua perkuliahan. Ya, semuda itu. Salah satu alasannya tentu saja kecukupan dana. Jika ingin tetap kuliah, maka aku harus bekerja. Setelah menganggur setahun setelah lulus SMA, tentu saja aku tidak ingin lagi terputus kuliah. Maka aku bertekad, sesulit apapun, sekeras apapun, akan kuhadapi demi mencapai impianku.

And the story began.

Bermodalkan ilmu yang sedikit namun banyak kemauan, aku memberanikan diri untuk bekerja pada sebuah lembaga bimbingan belajar yang cukup besar pada masanya. Sejak awal proses ini terasa sangat berat. Aku harus mati-matian menyeimbangkan waktu antara kuliah dan bekerja, karena aku tidak boleh gagal pada salah satunya. Aku harus bekerja supaya bisa kuliah, namun kuliahku juga tidak boleh jadi prioritas kedua dibanding pekerjaan.

Setiap hari tuntutan pekerjaan dan kuliah begitu berat dan melelahkan. Semakin tinggi semester perkuliahan, tugas-tugas bahkan proyek semakin mendesak. Tidak punya banyak teman kampus dan tidak banyak waktu bermain seperti layaknya anakkuliahan itu sudah pasti. Aku harus rela setiap hari tidur jam 12 malam dan bangun jam 3 pagi demi menuntaskan tugas perkuliahan. Besok paginya aku kembali harus bekerja dan menjadi karyawan, tidak boleh terlihat lelah.

Sekalipun begitu, pasti ada saat-saat di mana bentrokan tak terhindarkan. Karena tempatku bekerja merupakan sebuah bimbingan belajar, kami sering melakukan promosi ke sekolah-sekolah. Hal tersebut mewajibkan kami bangun begitu cepat dan berangkat pagi-pagi buta ke sekolah yang berjarak cukup jauh. Dan hal ini pernah terjadi di saat kampus sedang menjalankan UAS! Aku berangkat bekerja pagi-pagi buta dan setelah selesai promosi sekitar pukul 8 pagi, aku secepat kilat berusaha mengejar ke kampus yang berjarak cukup jauh (dan selama di perjalanan aku menangis dong, bahwa hidupku sekeras ini) agar tidak terlambat mengikuti UAS pukul 8.30 yang kebetulan hari itu adalah Statistika. Can you imagine?

Aku bahkan pernah bolak-balik kampus-kantor sampai 5 kali sehari demi mengejar semua tanggung jawab di kedua sisi terselesaikan dengan baik. What a journey! 

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Menghadapi Atasan yang Arogan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Jangan kira pimpinanku di tempat bekerja cukup suportif. Bahkan aku sering kali diperlakukan tak lebih seperti sapi perah. Aku juga selalu siap dimarahi dengan kasar setiap terjadi kesalahan. Air mata diam-diam dan saat aku sendiri di malam hari rasanya sudah tidak dapat dihitung lagi.

Aku yang awalnya hanya seorang tentor komputer juga harus menjadi tentor bahasa Inggris. Dari level pemula hingga senior. Dari anak-anak hingga orangtua. Suatu tugas besar yang memaksaku untuk belajar ekstra keras di sela semua hal lain yang sudah menjadi tanggung jawabku. Semua kujalani dengan kesanggupan. Bahkan aku menganggapnya sebagai sebuah kesempatan berharga untuk mengembangkan diriku.

Dan profesi sebagai pengajar ternyata bukan sekedar menyampaikan materi supaya di mengerti, namun juga pendekatan personal terhadap setiap penerima materi. 40 orang siswa berarti 40 jenis kepribadian yang harus kita atasi. Itu baru 1 kelas, sementara ada beberapa kelas yang harus aku masuki setiap hari. Di sini aku dituntut tidak hanya menguasai kelas, namun memenangkan pertarungan dengan diriku sendiri bahwa aku sanggup melakukannya.

Aku yang bukan berlatar belakang sarjana pendidikan benar-benar diasah, dileburkan, dan dibentuk ulang di sini. Di awal perjalanan aku merasa benar-benar depresi dengan semua kesulitan. Tentu saja aku pernah merasa hampir menangis berdiri di hadapan anak didikku dan tidak tahu harus berbuat apa lagi saat mereka mulai mengabaikanku. Itu sebelum aku berhasil mengatasi diriku sendiri dan mampu beradaptasi dengan pekerjaanku.

Memang jika mau membuka hati, tidak ada yang tidak mungkin dicapai. Selalu ada satu hal yang membuatku terus bertahan. Karier dan masa depan yang kuimpikan!

Aku tahu aku ada di sini untuk apa. Memang pekerjaanku sangat berat, namun aku memilih tidak keluar karena aku sadar bahwa ini kesempatanku untuk bisa berkembang. Ada begitu banyak hal yang dapat kupelajari di tempat ini. Mulai dari menjadi cakap dalam hal pekerjaan hingga pembentukan kepribadian. Semua kesulitan yang aku alami telah memproses pribadiku menjadi tangguh dan tak terpatahkan. Bahkan sikap arogan dan kasar pimpinanku saat itu benar-benar membentukku menjadi rendah hati dan tahu bagaimana harus memperlakukan orang lain. Memang untuk setiap pencapaian, ada harga yang harus dibayar. Dan semua kesulitan itu adalah perjuangan yang harus kuselesaikan demi mimpiku.

Bahkan aku mulai mencintai mendidik anak-anakku dan berbagi dengan mereka. Pekerjaan yang sangat berat menjadi tidak terasa jika aku dapat tertawa bersama anak-anakku, mentransfer visi dan semangatku pada mereka menjadi salah satu motivasiku. Aku bahkan selalu memperoleh award sebagai “Miss Terfavorit” pilihan anak-anak, yang dinilai berdasarkan angket terbuka setiap minggunya. Lama-kelamaan ini seperti panggilan jiwa bagiku.

3 dari 4 halaman

Wisuda dan Bekerja Kembali

Ilustrasi./Copyright pexels.com/@minan1398

Ketika akhirnya menyusun Tugas Akhir, aku memutuskan untuk berhenti bekerja karena kondisi pekerjaanku benar-benar tidak mendukung untuk proses pengerjaan TA-ku, di samping beban kerjaku juga semakin bertambah dengan merangkap fungsi administrasi. Di sini juga aku belajar mengambil keputusan dalam hidup. Apa yang harus kupertahankan dan yang harus kulepaskan dalam mewujudkan prioritas hidup, sekalipun ia sesuatu yang kucintai. Dalam proses pengunduran diriku, aku menyadari begitu banyak cinta yang kuterima dari anak-anak didikku yang begitu tulus mengagumiku.

Di saat itu juga aku sadar bahwa ternyata; bekerja itu bukan hanya tentang you make money and you reach your goals, bukan! Tapi bagaimana kamu menginspirasi orang lain, dan lewat yang kamu lakukan orang lain dapat merasakan manfaatnya. Ini bukan hanya tentang uang, tetapi pekerjaan kita adalah kesempatan kita untuk membawa arti serta perubahan bagi orang lain. Karier bukan hanya tentang diri kita sendiri, tapi juga lingkungan kita.

Tempat bekerjaku mungkin bagaikan sebuah padang gurun, tapi aku memilih untuk menjadi oase selama aku berada di sana.

Setelah itu aku tetap bekerja keras dengan menjadi tentor privat bagi beberapa anak didik. Pada setiap anak didikku tidak lupa aku selalu aku mentransfer visi pantang menyerah pada mereka.

Aku akhirnya wisuda, dengan predikat cum laude. Tidak lama setelah itu aku diterima bekerja di tempat yang baru, sebagai marketing staff sebuah perusahaan property. Another new challenge was so real. Pimpinanku disini bahkan jauh lebih kejam dan kasar. Suasana kerja yang setiap hari tegang dengan jam kerja yang sangat tinggi. Salah sedikit saja siap-siap dipermalukan di depan seluruh karyawan. Aku berusaha mencintainya tapi kembali lagi aku harus membuat keputusan. Ada mimpi lain yang harusku kejar, yaitu melanjutkankuliahku. Berlama-lama di tempat ini tidak memberiku kesempatan berkembang, termasuk tidak akan cukup waktu untuk kuliah. Aku akhirnya resign. Another big turn, demi karier yang kuinginkan.

4 dari 4 halaman

Setiap Pencapaian Ada Harganya

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Setelah pencarian kembali, aku kemudian diterima bekerja di sebuah perusahaan impianku. Persis suatu karier yang menjadi cita-citaku selama ini! Aku bekerja sebagai trading staff di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang ekspor kopi. Karier yang benar-benar seru dan luar biasa, karena pekerjaanku ini memberiku kesempatan untuk bepergian ke banyak tempat yang baru serta berkenalan dengan orang-orang yang hebat. Jika melihat kembali ke belakang, aku bersyukur bahwa dulunya aku tidak menyerah, karena pengalaman itulah yang telah menjadi modalku sekarang.

Dan oh ya, saat bekerja pun aku melanjutkan kuliahku lagi. Kantor-kampus kembali menjadi rutinitasku. Tidur terlalu larut dan bangun terlalu pagi juga menjadi keseharian. Saat ada waktu senggang di kantor, aku pergunakan sebaik-baiknya untuk menuntaskan tugas kuliah dan sebaliknya.

But it feels so much better. I know my dreams worth all the efforts. Aku pun sudah wisuda dan kini berfokus dalam karier. Di luar jam kerja aku turut aktif dalam sebuah organisasi sosial yang melayani anak-anak kurang mampu dengan menjadi tenaga pengajar setiap sabtu dan minggu. Membantu adik-adik tersebut untuk juga bisa meraih karier impiannya. Ya, ternyata karier yang kita jalani juga bisa membawa kita pada panggilan jiwa kita. Sekali lagi, bekerja itu bukan hanya tentang uang. Memberi manfaat bagi orang lain, itulah karier dengan nilai tertinggi. Kita selalu bisa melakukannya.

Pikiran kita lah yang menentukan kita sanggup atau tidak, karena diri kita adalah pilihan kita. Tetap semangat!