Fimela.com, Jakarta Punya pengalaman suka duka dalam perjalanan kariermu? Memiliki tips-tips atau kisah jatuh bangun demi mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan yang dipilih? Baik sebagai pegawai atau pekerja lepas, kita pasti punya berbagai cerita tak terlupakan dalam usaha kita merintis dan membangun karier. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis April Fimela: Ceritakan Suka Duka Perjalanan Kariermu ini.
***
Oleh: Nana Maulina - Langsa
Waktu itu, ketika aku masih berstatus sebagai mahasiswi jurusan gizi di sebuah perguruan tinggi di Aceh, aku mendapatkan tugas untuk menyelesaikan praktik kerja lapangan di akhir semester perkuliahan. Tak terpikir olehku bahwa lokasi rumah sakit tempat aku ditempatkan di sana adalah rumah sakit ternama di Aceh.
Baiklah, ini merupakan cikal bakal untuk aku berkarier di bidang gizi. Ini adalah tempat aku bekerja sebagai ahli gizi, walaupun hanya tuntutan perkuliahan, tapi di sini aku dilihat dan dinilai bagaimana kinerjaku sebagai ahli gizi. Pantaskah aku menjadi ahli gizi? Pantaskah aku menjadi pelayan kesehatan untuk masyarakat? Setiap hari yang aku lalui sebagai mahasiswa praktik, aku tidak menganggap itu hanya sekadar praktik lapangan, tapi aku menganggap bahwa itu adalah pekerjaanku, dan di sinilah karierku dimulai.
Ahli gizi, bukanlah pekerjaan yang mudah, kami dituntut untuk mengerti segala hal terkait makanan berikut zat gizinya serta cara pengolahan yang benar dan mengatur pola dietnya yang diperuntukkan bagi pasien dengan penyakit tertentu. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ahli gizi bukanlah tukang masak di rumah sakit, atau seseorang yang bertugas mengantarkan makanan untuk pasien, bukan... sama sekali bukan. Walaupun semasa kuliah kami melakukan praktikum memasak, yakni mulai dari berbelanja, menghitung rincian belanja, membersihkan ikan, mengupas bawang, memotong sayur, mengolahnya menjadi hidangan yang lezat, sampai menghitung kalori serta zat gizi yang terkandung didalamnya. Nah, sekarang saatnya memasuki dunia kerja, dunia kerja yang sebenarnya.
What's On Fimela
powered by
Pengalaman Praktik
Sebelum terjun lapangan kami diberi pengetahuan tentang apa saja yang akan kami lakukan saat kami bekerja. Ternyata seorang ahli gizi ketika ditempatkan disebuah rumah sakit, mereka berkewajiban mendata setiap pasien yang masuk ke ruang tempat mereka ditugaskan, dari nama, riwayat penyakit yang diderita, penyakit sekarang, kebiasaan makannya, tentang alergi makanan, dan sebagainya hingga akhirnya ahli gizi tersebut dapat menentukan diet apa yang harus diberikan kepada pasien. Dan itu tidak mudah. Belum lagi skrining awal yaitu melihat berat badan dan tinggi badan pasien. Well, ini menarik untuk dimulai.
Hari pertama sebagai mahasiswa praktik, aku dikejutkan dengan kehadiran sang mantan dosen yang menjadi salah satu pegawai di instalasi gizi. Ya, aku ingat sekali bapak itu (belum terlalu tua, mungkin sekitar 30 tahunan, karena tuntutan status, maka mesti memanggilnya bapak). Wah, waktu itu begitu banyak pertanyaan menari-nari indah di otakku, tentulah mengenai si bapak mantan dosen yang waktu itu sangat cool, hehe.
Singkat cerita, selesai perkenalan dengan para CI (clinical instruction) alias para pembimbing di ruangan nanti, aku mendapatkan jawaban tentang si mantan dosen. Ternyata beliau itu tidak mengajar lagi di kampus tercinta karena telah lulus sebagai ASN dan ditetapkan sebagai salah satu ahli gizi di rumah sakit tersebut. Itu fakta pertama yang aku ketahui tentangnya. Fakta kedua ternyata usia beliau telah masuk kepala 3, tapi tampangnya masih kayak 25-an. Fakta ketiga ialah beliau belum menikah, kalau pacar aku belum tahu waktu itu beliau punya atau enggak. Pada akhirnya aku mikir, "Ini aku di sini mau praktik kerja lapangan atau mau nyari tahu tentang si mantan dosen?" jawabannya cuma aku dan Allah yang tahu.
Berikutnya, ketika melihat daftar pembimbing, aku dibimning oleh beliau. Well aku harus menjalaninya. Perlu diketahui kalo s imantan dosenku ini adalah tipe orang yang menyebalkan. Hari pertama saja aku sudah dibuatnya lelah, lelah menunggunya yang pukul 8 lewat baru nongol, lelah mengambil buku pasien yang beliau sengaja tidak ambil dan tertinggal di ruang instalasi gizi yang jauhnya nggak ketulungan dari ruangan tempatku bekerja. Tapi walaupun lelah dan menyebalkan, beliau adalah seorang pembimbing yang pintar maasya Allah.
Segala yang aku tanyakan perihal pasien, kinerja sebagai ahli gizi, cara bekerja sama dengan dokter dan perawat, semuanya beliau jawab dengan jelas dan aku sangat puas dengan semua jawaban beliau, ini yang aku suka, pintar. Karena melihat pembimbingku yang sebegitu smart-nya dan pekerjaan ini bukan main-main, aku melaksanakan semua titahnya dengan baik dan aku berusaha dengan semaksimal mungkin agar pasien juga puas dengan kinerjaku sebagai pelayan kesehatan untuk mereka.
Nyaman yang Dibarengi dengan Kerja Keras
Saking semangatnya aku dalam bekerja, dalam satu hari aku bisa menyelesaikan NCP (Nutrition Care Proses) untuk 6-7 pasien, sementara yang dituntut hanya 3-4 pasien. Baiklah aku mahasiswa rajin, sampai teman-temanku melongo, mereka bilang aku kelewat rajin. Well, I really enjoyed my work. Jujur, aku benar-benar mencintai pekerjaan ini setelah menjalaninya sehari, tentu saja ditambah dengan pembimbing seperti beliau itu.
Pernah satu waktu beliau menanyaiku perihal IPK-ku, apakah masih tertinggi? Baiklah di sini waktunya sangat tidak tepat. Kalian tahu beliau bertanya di saat aku sedang fokus sekali menentukan diet pasien dan berapa makanan yang harus dipesan untuk hari ini, yang sebenarnya itu adalah tugas beliau dan semenjak ada aku tugas itu beralih kepadaku. Aku diam sejenak dan melihatnya jengkel sambil menggerutu, "Kalau ada satu saja pesanan yang salah berarti ini akibat ulah si bapa." Aku jawab, "Nggak lagi, Pak. Masih ada yang lebih tinggi." Karena pertanyaan itu, aku jadi flashback bagaimana aku dulu waktu beliau masih menjadi salah satu dari dosenku, yang membuat beliau tahu bahwa IPK-ku tertinggi saat itu.
Waktu itu beliau memberikan pertanyaan mengenai data statistik, dan mengajukan pertanyaan itu untuk seisi kelas, tidak ada yang mengacungkan tangan, semua diam membisu, begitupun aku. Kemudian beliau berkata, "Baiklah kalau kalian tidak mau jawab pertanyaan saya, saya tau pasti ada salah satu dari kalian yang berani menjawab pertanyaan saya, kenapa saya bilang berani, karena kalian bukan tidak tahu jawabannya, hanya saja kalian malu menjawab dan takut salah kan?" tanya beliau panjang lebar.
Kamipun diam lagi, hingga akhirnya beliau bertanya, "Siapa di sini yang IPK-nya paling tinggi?" nah sontak aku kaget waktu itu, benar-benar kaget dan meminta pada Allah semoga saja tetiba di kelas itu ada orang yang IPK-nya lebih tinggi daripada aku. Beliau melanjutkan lagi, "Nggak mungkin yang IPK-nya paling tinggi di sini nggak bisa dan nggak berani jawab pertanyaan saya, janganlah malu-malu, kan IPK-nya paling tinggi?" Apa kataku beliau tipe dosen yang menyebalkan bukan? Sehingga seluruh isi kelas melayangkan pandangannya ke arahku. Singkat cerita aku pun berhasil menjawab pertanyaannya dengan benar dan tentu disambut dengan senyuman beliau (seakan-akan bilang, "Nah itu bisa kan?"). Alhamdulillah.
Kembali lagi ke cerita sekarang, selain pertanyaan itu, aku juga terkejut, ternyata beliau masih ingat denganku, aku kira ketika pertama bertemu lagi hanya aku yang ingat dengannya (wajar karena beliau dosenku) sedangkan beliau dulunya seorang dosen yang mahasiswanya bertebaran di mana-mana, salut.
Selesai mengisi form makanan pasien, akupun mengembalikannya kepada beliau untuk dicek ulang, dan ternyata banyak salahnya (tentunya ini akibat banyak melamun, dan ingat yang dulu-dulu dan akibat dari pertanyaan beliau yang tiba-tiba) baiklah, lupakan dan aku harus memperbaiki pekerjaan itu sekarang juga.
Mengusahakan yang Terbaik
Pekerjaan yang ada selalu aku usahakan agar mendapatkan hasil yang terbaik. Aku tidak pernah berniat mencari muka pada orang-orang yang berada di instalasi gizi, apalagi untuk memain-mainkan pekerjaan. Tidak sama sekali, hanya saja untuk urusan hati, ini benar-benar di luar jangkauanku, aku sama sekali tidak menyangka kalau tiba-tiba aku bisa suka sama mantan dosenku alias pembimbingku di ruangan, ini benar-benar buat galau. Perasaan ini aku sadari ketika hampir sebulan aku praktik disana.
Kenapa aku tiba-tiba bisa menyukainya? Alasanku yang pertama, karena beliau pintar. Beliau mampu membimbingku untuk menjadi sebenar-benarnya ahli gizi. Aku bisa berani mempresentasikan semua kasus dari pasienku di depan kepala instalasi gizi, berikut jajaran petugas-petugas gizi lainnya, dan alhamdulillah aku bisa menjawab semua pertanyaan itu dengan tepat.
Alasan kedua, sikap dinginnya, beliau dingin sekali ketika aku bertemu dengannya di tempat lain (dan ini aku nggak tau alasannya kenapa). Alasan yang ketiga beliau selalu menganggapku sebagai rekan kerjanya bukan sebagai anak didiknya, terbukti dari setiap ada masalah dari pasien selalu beliau mendiskusikannya denganku. Aku benar-benar merasa sebagai seorang pegawai RS, bukan mahasiswa praktik, semua pendapatku beliau terima. Asyik banget kalau kerja dapat rekan kerja seidaman ini. Keempat, beliau suka berbicara hal-hal yang memotivasi dan memberikan nasihat-nasihat yang berguna banget, suka senda gurau kalo izin mau pulang, pokoknya pada akhirnya mahasiswi ini menyukai pembimbingnya.
Hari-hari yang menyenangkan tidak selalu mengisi hari-hariku selama menjadi mahasiswa praktik. Ada saja orang yang tidak suka melihat orang lain senang, orang-orang seperti ini memang selalu ada di berbagai tempat. Contohnya seorang koki (alias tukang masak di dapur rumah sakit) di tempatku bekerja. Dia mengatakan kepada teman-temannya kalau aku seseorang yang suka cari muka, ya cari muka sama penghuni instalasi gizi. Aku sangat-sangat membantah akan hal itu, kalaupun aku terkenal se-instalasi gizi, aku selalu dibicarakan d isana, di kalangan mereka, itu karena hasil kerjaku yang memuaskan (bukan memuji diri sendiri, hanya saja aku ingin dihargai jerih payahku dalam memaksimalkan kerjaku, dan aku wajar mendapatkan hal itu) ya, aku tidak tahu apa motifnya wallahu a'lam. Yang aku tahu di sini, aku sedang berusaha untuk menjadi ahli gizi yang bermanfaat untuk masyarakat, walaupun dapat bonus jatuh cinta.
Kabar-kabar negatif yang digembar-gemborkan oleh si koki, alhamdulillah tidak berlangsung lama, karena masa praktikku juga akan segera berakhir. Banyak pelajaran yang aku dapatkan dari sana, terutama tentang kesehatan. Nikmat sehat ini begitu luar biasa yang Allah berikan, karena di sana banyak orang yang aku temui dengan berbagai macam penyakit. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada kita semua, aamiin.
Ketika selesai masa praktikku, aku diberikan nilai dari rumah sakit, tentunya dari bagian instalasi gizi, mereka lah yang menilai setiap hari pekerjaanku selama dirumah sakit. Alhamdulillahiladzi bini'matihi tatimushoolihat aku meraih predikat sangat memuaskan dari rumah sakit. Nilaiku hanya satu yang B (aku lupa di tugas yang mana) yang lain A semua, maasya Allah! Senang sekali rasanya, perjuangan tidak sia-sia. Hingga aku lulus sebagai ahli madya gizi predikat cum laude dengan ipk 3.94. Walhamdulillah.
Pengalaman bekerja ini benar-benar tidak dapat aku lupakan, semoga karier kita masing-masing dilancarkan Allah, karena usaha tidak akan mengkhianati hasil. Selamat berjuang!