Fimela.com, Jakarta Ramai tagar #JusticeForAudrey menghiasi lini masa sosial media. Bentuk dukungan kepada Audrey, korban kekerasan dan bullying di Pontianak. Kasus yang kembali mengingatkan kepada kita semua bahwa bahaya bullying bukan hal yang sepele.
Kasus Audrey bukan pertama kali terjadi. Kasus kekerasan anak dan bullying banyak terjadi. Dalam rilis Komisi Perlindungan Anak (KPAI) catatan akhir tahun atau Catahu pelanggaran hak anak, khusus di bidang pendidikan. Hasilnya, dari data 2018 tercatat 445 kasus, jumlah tersebut meningkat hampir 100 kasus dibanding tahun lalu, 338 kasus, dan dua tahun lalu yang hanya 327 kasus.
Penyelesaian kasus kekerasan seringkali berakhir damai, dengan alasan pelaku masih di bawah umur, kemanusiaan dan karena sama-sama 'korban'. Lalu benarkah pilihan damai menjadi solusi yang paling bijak?
What's On Fimela
powered by
Efek Jera Perlu Ditegakkan
Pelaku perlu ditindak, harus ada efek jera agar ia tidak melakukan hal yang sama. Lalu bagaimana dengan statusnya yang masih di bawah umur?
Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan menjelaskan, yang dimaksud oleh KPPAD, diselesaikan secara kekeluargaan adalah penyelesaian kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku dan korban melalui mekanisme yang disebut DIVERSI (penyelesaian di luar pengadilan).
Diversi diatur dalam UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Namun, diversi hanya dapat dilakukan jika pihak korban bersedia. Kalau tidak, maka proses hukum berjalan terus.
Well, pelaku harus tetap diberi efek jera. Damai harus ada kesepakatan dari pihak korban. Jangan justru korban harus menanggung beban yang terberat. Selamat hari ini.